Pelanggaran Saudi terhadap Hukum Humaniter Internasional
https://parstoday.ir/id/radio/other-i72039-pelanggaran_saudi_terhadap_hukum_humaniter_internasional
Arab Saudi dan sekutunya melancarkan serangan militer ke Yaman sejak Maret 2015. Selama periode itu, koalisi pimpinan Saudi melakukan berbagai kejahatan di Yaman, yang melanggar tiga prinsip hukum humaniter internasional yaitu prinsip kepentingan militer, prinsip kemanusiaan, dan prinsip pembedaan.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Jul 20, 2019 16:56 Asia/Jakarta
  • Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman adalah pelaku kejahatan anti-kemanusiaan di Yaman.
    Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman adalah pelaku kejahatan anti-kemanusiaan di Yaman.

Arab Saudi dan sekutunya melancarkan serangan militer ke Yaman sejak Maret 2015. Selama periode itu, koalisi pimpinan Saudi melakukan berbagai kejahatan di Yaman, yang melanggar tiga prinsip hukum humaniter internasional yaitu prinsip kepentingan militer, prinsip kemanusiaan, dan prinsip pembedaan.

Kejahatan Saudi dan Prinsip Kepentingan Militer

Prinsip kepentingan militer (Militery Necessity) adalah pihak yang bertikai dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang.

Asas ini meminta pihak yang bertikai untuk menentukan kekuatan yang diperlukan untuk menaklukan musuh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dengan korban yang sekecil-kecilnya. Namun, perlu dicatat bahwa penggunaan senjata oleh pihak-pihak yang berperang juga dibatasi.

Di sini ada prinsip pembatasan yang menghendaki adanya pembatasan terhadap sarana atau peralatan perang serta cara atau metode berperang yang dilakukan oleh pihak yang bertikai. Prinsip ini membatasi penggunaan kekuatan yang berlebihan dan tidak perlu dalam sebuah konflik.

Namun, Arab Saudi dan sekutunya secara terang-terangan melanggar prinsip hukum humaniter internasional ini dalam kejahatannya di Yaman.

Berdasarkan laporan PBB, 80% dari 24 juta populasi Yaman membutuhkan setidaknya satu jenis bantuan kemanusiaan. Menurut sebuah laporan yang dirilis oleh lembaga Save the Children, 46% populasi Yaman tidak memiliki akses ke sanitasi karena dampak perang, dan hampir semua sumber-sumber bahan pangan termasuk pasar, ladang pertanian, dan akses untuk impor makanan, telah dibom selama empat tahun terakhir.

Juru bicara PBB, Farhan Haq dalam sebuah laporan pada 8 Juli 2019 mengatakan hampir setengah juta warga Yaman terjangkit kolera dalam enam bulan pertama tahun 2019, di mana 203.000 di antaranya warga Yaman yang berusia di bawah 15 tahun.

Menurut Farhan Haq, 705 pasien kolera meninggal di Yaman hanya dalam enam bulan pertama 2019, sementara jumlah total kematian mencapai 75 orang pada 2018.

Data mengerikan ini menimbulkan pertanyaan bahwa atas dasar apa Saudi melakukan kejahatan kemanusiaan di Yaman, yang sekarang dikenal sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia?

Serangan Saudi Cs ke Yaman didukung penuh oleh Amerika Serikat.

Kejahatan Saudi dan Prinsip Kemanusiaan

Prinsip Kemanusiaan (Humanity) ini melarang penggunaan semua macam atau tingkat kekerasan yang tidak diperlukan untuk mencapai tujuan perang. Orang-orang yang luka atau sakit, dan juga mereka yang telah menjadi tawanan perang, tidak lagi merupakan ancaman, dan oleh karena itu mereka harus dirawat dan dilindungi.

Demikian pula dengan penduduk sipil yang tidak turut serta dalam konflik harus dilindungi dari dampak perang.

Protokol Tambahan I tahun 1977 menyatakan bahwa serangan dilarang jika turut menyebabkan hilangnya nyawa orang sipil, luka-luka atau rusaknya obyek-obyek sipil yang berlebihan dalam kaitannya dengan perkiraan keuntungan militer yang langsung dan kongkrit dari serangan tersebut.

Ini menciptakan kewajiban permanen bagi para komandan militer untuk mempertimbangkan hasil serangan, dan membandingkannya dengan perkiraan keuntungannya.

Pasal 57 Protokol Tambahan II tahun 1977 menyebutkan bahwa apabila ada keraguan untuk menentukan apakah itu sasaran militer atau bukan, maka sasaran itu harus dianggap bukan sasaran militer.

Namun, Arab Saudi sengaja menargetkan warga sipil dalam serangan selama 52 bulan terakhir di Yaman. Statistik internasional menunjukkan pelanggaran prinsip kemanusiaan oleh koalisi Saudi. Menurut laporan UNICEF yang dirilis pada Juni 2019, satu wanita dan enam bayi Yaman meninggal dunia setiap dua jam.

Dari 10 anak, hanya 3 anak yang memiliki akses ke perawatan kesehatan. Dari setiap 37 bayi yang baru lahir, seorang anak meninggal dunia di bulan pertama kelahirannya. 18% dari wilayah Yaman sama sekali tidak memiliki dokter; sebagian besar dokter meninggalkan Yaman karena perang atau karena rasa takut, mereka memilih tidak hadir di pusat-pusat kesehatan dan rumah sakit.

Juga, 1,71 juta anak-anak Yaman menjadi pengungsi di negaranya dan 360.000 anak-anak di bawah 5 tahun kekurangan gizi akut.

Kejahatan Saudi dan Prinsip Pembedaan

Prinsip pembedaan (Distinction Principle) adalah suatu asas yang membedakan atau membagi penduduk dari suatu negara yang sedang berperang atau sedang terlibat dalam konflik bersenjata ke dalam dua golongan, yaitu kombatan dan penduduk sipil.

Kombatan adalah golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam permusuhan, sedangkan penduduk sipil adalah golongan penduduk yang tidak turut serta dalam permusuhan.

Asas ini mewajibkan pihak-pihak yang bertikai untuk membedakan antara sasaran militer dan non-militer, dan hanya menyerang target yang bersifat militer. Prinsip ini mengandung nilai-nilai normatif dan bahkan dikenal sebagai sebuah aturan baku yang tidak boleh dilanggar.

Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman adalah aktor utama serangan ke Yaman.

Namun, koalisi Saudi tidak membedakan antara kombatan dan warga sipil dalam perang Yaman. Mereka dengan sengaja menargetkan sasaran sipil, termasuk pusat kesehatan, sekolah, sarana infrastruktur, dan rumah penduduk. Lebih dari 80% infrastruktur Yaman hancur dalam perang ini dan lebih dari 1.800 sekolah di berbagai daerah Yaman tidak dapat difungsikan lagi.

Menurut Pusat HAM dan Pembangunan Yaman, di penghujung tahun keempat serangan koalisi Saudi ke Yaman, 15 bandara, 2.661 jalan dan jembatan, 1.824 fasilitas pemerintah, 14 pelabuhan, 193 stasiun dan generator listrik, 434 jaringan komunikasi, 341 pusat sanitasi dan rumah sakit, 945 masjid, dan secara khusus 424, 654 unit rumah warga Yaman, telah hancur atau rusak dalam serangan koalisi. Lebih dari setengah dari pusat kesehatan Yaman ditutup atau hanya melakukan aktivitas terbatas karena perang ini.

Masyarakat internasional dan organisasi serta lembaga-lembaga dunia harus memperhatikan fakta bahwa koalisi Saudi telah melanggar semua hukum internasional, termasuk larangan serangan terhadap warga sipil dan properti milik mereka serta larangan penggunaan senjata non-konvensional.

Sekjen PBB, Antonio Guterres mengatakan krisis kemanusiaan terbesar di dunia ada di Yaman. Namun, sayangnya lembaga-lembaga internasional terutama Dewan Keamanan PBB dan Pengadilan Kriminal Internasional tidak melakukan upaya yang cukup dan bahkan penyelidikan independen terhadap kejahatan Arab Saudi ini.

Masyarakat di banyak negara, termasuk di negara-negara Muslim dan beberapa negara Barat, meminta agar pelaku utama kejahatan kemanusiaan di Yaman diadili, tetapi dukungan penuh Amerika Serikat khususnya kepada Putra Mahkota Mohammed bin Salman, telah menghalangi upaya masyarakat internasional dalam hal ini.

Sikap kekuatan Barat terutama AS dalam menyikapi kejahatan Arab Saudi di Yaman, membuktikan bahwa hak asasi manusia kembali menjadi korban untuk kepentingan mereka dan mereka selalu mengadopsi kebijakan standar ganda. (RM)