Covid-19 dan Perang Psikologi AS terhadap Iran
(last modified Tue, 10 Mar 2020 07:11:55 GMT )
Mar 10, 2020 14:11 Asia/Jakarta
  • Covid-19 dan Perang Psikologi AS terhadap Iran

Pemerintahan Trump meluncurkan kampanye besar-besaran untuk menekan Iran dalam bentuk sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak AS keluar dari kesepakatan nuklir JCPOA pada Mei 2018. Sanksi sepihak Washington melanggar JCPOA dan resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB.

Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah AS berulang kali dikritik karena meningkatkan tekanan terhadap perusahaan farmasi dan makanan dalam berbisnis dengan Iran dan melarang bantuan kemanusiaan dikirim ke Tehran, khususnya pada saat-saat krisis seperti gempa bumi dan banjir.

Setelah virus corona dengan nama resmi Covid-19 menyebar di seluruh dunia termasuk Iran dan bertambahnya jumlah orang Iran yang terinfeksi Covid-19, Washington melakukann dua bentuk propaganda terhadap Tehran secara bersamaan dan ini dilakukan dalam konteks perang psikologis.

Presiden Donald Trump dan para pejabat tinggi pemerintah AS mengklaim bahwa Washington ingin membantu Tehran melawan wabah menular ini, tetapi Republik Islam Iran menolak menerimanya. Trump menyatakan simpati kepada rakyat Iran dan mengaku siap membantu Tehran melawan corona.

“Kami dapat membantu Iran memerangi virus corona jika pihak berwenang di Tehran mengajukan permintaan ini kepada kami,” kata Trump dalam pidato tahunan di Konferensi Politik Partai Konservatif pada 29 Februari 2020.

Trump – yang jelas-jelas melakukan kejahatan terhadap rakyat Iran – sekarang mengaku siap membantu orang Iran untuk memerangi wabah Covid-19. Klaim ini semata-mata untuk menampilkan citra manusiawi pemerintahan Trump, tapi realitasnya sama sekali tidak ada.

Menurut Sekjen Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran Ali Shamkhani, “Virus sanksi dan pelanggaran komitmen jauh lebih berbahaya bagi keamanan internasional dibandingkan virus corona. Klaim AS mengenai kesiapannya membantu Iran silahkan dibuktikan dengan memenuhi kewajiban hukumnya berdasarkan kesepakatan nuklir JCPOA.”

Trump mengatakan bahwa ia siap membantu Iran melawan virus corona, padahal sanksi-sanksi berat AS telah menyebabkan rakyat Iran berada di bawah tekanan.

Elizabeth Warren, senator AS dari Massachusetts mengakui bahwa sanksi Washington terhadap Tehran telah memberi tekanan pada pasien dan mempengaruhi upaya melawan virus corona.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo juga menawarkan bantuan kepada Iran untuk mengatasi wabah corona dan pertukaran informasi, dan mengatakan bahwa para pejabat Tehran skeptis terhadap tawaran ini dan tidak menyambutnya.

Para petugas medis Iran di RS Kamkar, Qom.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Abbas Mousavi memandang tawaran AS sebagai lelucon. Dia menganggap tawaran tersebut sebagai sebuah propaganda dan tindakan munafik, yang bermotivasi politik dan untuk mengelabui opini publik.

Terlepas dari tekanan AS, Iran telah melakukan kontak dengan banyak negara untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan dan medis serta mengatasi penyebaran virus corona. Iran sejauh ini mampu memenuhi sebagian besar dari kebutuhan utama negara ini.

Washington telah meningkatkan tekanan yang luar biasa terhadap Tehran dalam satu tahun terakhir. Mereka bahkan mengabaikan aspek kemanusiaan meskipun sebelum ini mengaku mengecualikannya. AS secara terbuka mengintensifkan tekanan terhadap rakyat Iran dengan membatasi pasokan makanan dan obat-obatan.

Setelah wabah Covid-19 terkonformasi di Iran, pemerintahan Trump justru menekan sekutunya di Eropa agar mencegah akses Iran ke peralatan medis untuk mengatasi corona.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif dalam sebuah cuit pada 7 Maret lalu menulis, “Donald Trump sedang meningkatkan sanksi ilegal terhadap Iran dengan tujuan menghalangi negara ini memenuhi kebutuhan untuk melawan virus corona.”

“Dunia tidak boleh lagi berdiam diri menyaksikan terorisme ekonomi AS yang diikuti dengan terorisme medis terhadap bangsa Iran,” tambahnya.

Pada dasarnya, salah satu aspek anti-kemanusiaan sanksi AS adalah secara sengaja membatasi akses rakyat Iran terhadap obat-obatan dan peralatan medis untuk melawan virus corona. Sanksi obat-obatan dan peralatan medis oleh AS merupakan contoh nyata dari pelanggaran HAM dan bentuk terorisme medis, terlebih dilakukan di tengah merebaknya wabah corona di Iran.

Situs media The Intercept melaporkan bahwa di tengah mewabahnya virus corona, kelompok penekan anti-Iran yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintahan Trump, mendesak perusahaan-perusahaan farmasi besar untuk mengakhiri penjualan obat-obatan ke Iran.

Kelompok penekan, United Against Nuclear Iran (UANI) bahkan melangkah lebih jauh dan menekan perusahaan-perusahaan farmasi, yang mengantongi izin untuk melakukan penjualan obat-obatan ke Iran berdasarkan aturan Departemen Keuangan AS.

“Sanksi AS memiliki dampak jangka panjang pada kemampuan Iran untuk secara bebas mengimpor pasokan medis," kata Tyler Cullis, seorang pengacara yang menguasai hukum sanksi.

Dia mengungkapkan bahwa ada kelompok-kelompok yang bekerja mengumpulkan informasi untuk Departemen Keuangan AS tentang perusahaan yang melakukan bisnis dengan Iran. “Bersamaan dengan sanksi AS, kelompok-kelompok ini berusaha merusak reputasi perusahaan yang terlibat dalam perdagangan yang sah dan legal dengan Iran, termasuk perdagangan obat-obatan dan peralatan medis,” jelas Cullis.

Jill Stein, anggota Partai Hijau AS dalam sebuah tweet menulis, “Sanksi AS terhadap Iran tidak hanya membantu Trump menghancurkan kesepakatan nuklir, tapi telah menyebabkan penyebaran virus corona di Iran dan kemudian di seluruh dunia.”

Meski demikian, Iran mencatat kemajuan yang bagus dalam memerangi wabah corona dan keahlian tenaga medis Iran telah membantu menyembuhkan pasien corona di negara ini. Fakta ini bahkan diakui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Perwakilan WHO untuk Iran, Christoph Hamelmann telah mendatangi beberapa rumah sakit di Iran untuk meninjau pelayanan medis yang diberikan kepada pasien corona. Dia mengatakan Iran memiliki salah satu sistem perawatan kesehatan terbaik di Asia Barat. Para pakar Cina juga terkesan dengan layanan kesehatan Iran.

Perang psikologis kedua AS terhadap Iran adalah fokus pada masalah data pasien corona di Republik Islam. Para pejabat Washington menuding Tehran tidak memberikan data yang valid tentang jumlah korban.

Di sini, media-media Amerika berbahasa Persia seperti Radio Farda, VOA Persia, dan juga BBC Persia meluncurkan kampanye besar-besaran agar masyarakat Iran tidak percaya pada pemerintah dalam menangani wabah corona. Mereka menciptakan kepanikan dan stress di tengah masyarakat Iran dengan berita-berita hoaks mengenai kasus kematian dan jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 di Iran.     

Media-media lain khususnya televisi Iran International milik Arab Saudi, mengambil langkah yang sama seperti yang dilakukan oleh jaringan televisi Amerika dan Inggris.

Para pejabat AS mengklaim bahwa Iran tidak memberikan data yang akurat tentang kasus corona. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Morgan Ortagus pada 6 Maret lalu mengatakan, “Di Departemen Luar Negeri, kami menyampaikan solidaritas kami kepada rakyat Iran atas kebohongan lain rezim kepada mereka (tentang korban virus corona).”

Pemerintah AS justru dituduh berbohong soal wabah corona di negara itu. Trump yang sudah sering berbohong, berulang kali tidak berbicara jujur mengenai jumlah orang terinfeksi Covid-19 di Amerika dan juga angka korbannya.

Namun, WHO mengkonfirmasi kebenaran data yang dikeluarkan oleh pemerintah Iran tentang jumlah pasien dan korban virus corona. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam wawancaranya dengan CNBC pada 2 Maret, mengatakan WHO memiliki mekanisme sendiri untuk memeriksa fakta dan belum melihat masalah dengan angka-angka yang dilaporkan Iran.

WHO menyatakan bahwa tidak ada bukti Iran menutupi data korban wabah virus corona. Ditanya tentang kabar bahwa Iran menutupi parahnya wabah corona di wilayahnya, Adhamon menegaskan, "Saya tidak akan menuduh negara mana pun tanpa alasan atau tanpa fakta.”

Pernyataan WHO merupakan sebuah jawaban yang tegas terhadap tudingan tak berdasar para pejabat AS dan media-media Barat tentang wabah corona di Iran. (RM)

Tags