Jul 15, 2021 09:34 Asia/Jakarta
  • Lintasan Sejarah 15 Juli 2021
    Lintasan Sejarah 15 Juli 2021

Wafatnya Teolog Muslim Abu Ishaq Esfarayeni

1024 tahun yang lalu, tanggal 4 Dzulhijjah 418 HQ, Abu Ishaq Esfarayeni meninggal dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di kota Esfarayen, Iran.
 
Abu Ishaq Esfaraheni yang lebih dikenal dengan Rukn al-Din al-Shafi'i merupakan ulama dan ilmuwan Iran yang memiliki pengetahuan mendalam tentang ushul fiqih, teologi dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Abu Ishaq mengajar di sekolah Neishabouri yang waktu itu menjadi pusat pendidikan ilmu-ilmu agama
 
Buku al-Jami' fi Ushul al-Din dan Nur al-‘Ain fi Masyhad al-Husein merupakan karya-karya ilmiah yang diwariskan beliau.
 
Hijrah Ulama Tehran ke Qom, di Masa Revolusi Konstitusi
 
115 tahun yang lalu, tanggal 24 Tir 1285 HS, Ayatullah Sayid Mohammad Tabatabai dan Sayid Abdullah Bahbahani memimpin sebuah kelompok berjumlah 1000 orang bergerak ke kota Qom yang akhirnya dikenal sebagai Mohajerat Kubro.
 
Hal itu dilakukan sebagai kelanjutan Revolusi Konstitusi, pasca tidak diterimanya tuntutan ulama dan rakyat terkait pendirian pengadilan dan penerapan hukum Islam, ulama memutuskan untuk berhijrah ke kota Qom dan melakukan aksi mogok di komplek suci Sayidah Fathimah Maksumah as.
 
Tiga hari setelahnya, Sheikh Fazlollah Nouri mempersiapkan jumlah orang yang lebih banyak untuk melakukan hijrah dari Tehran ke Qom. Hijrah ini menciptakan gelombang kebangkitan di seluruh negeri dan ulama besar waktu itu seperti Agha Najafi Isfahani di Isfahan dan Akhond Mulla Ghorbanali Zanjani dari Zanjan, ikut bergabung dalam aksi mogok itu. Menyusul aksi itu, para ulama dari pelbagai kota mendapat telegram untuk ikut dan mereka bergabung melakukan aksi mogok di Qom.
 
kota Qom, Iran

 

Mozaffaruddin Shah akhirnya menerima tuntutan itu. Tapi ketika aksi ini berada di puncak keberhasilannya, ada gerakan mencurigakan yang mengarah pada penyimpangan gerakan ini. Sejumlah warga secara tidak sadar justru meminta suaka ke Kedutaan Besar Inggris dan melakukan aksi mogok di halaman Kedubes Inggris.
 
Aksi mogok lebih dari 20 ribu warga di Kedubes Inggris, sekalipun alasan pertamanya untuk menyelamatkan diri, tapi pada intinya aksi pelanggaran terhadap hukum Islam yang memang diinginkan oleh negara imperialis ini. Penyimpangan ini terus berlanjut hingga Sheikh Fazlollah Nouri yang merupakan pemimpin Revolusi Konstitusi, harus digantung akibat penolakannya terhadap kebangkitan Revolusi Konsitusi yang tidak sah.
 
Akhirnya, akibat tekanan para pelaku aksi mogok, Mozaffaruddin Shah menerima seluruh tuntutan mereka dan tanggal 14 Mordad 1285, lewat sebuah perintah, selain pemecatan Ain ad-Dowleh, Perdana Menterinya, Mozaffaruddin Shah mengeluarkan perintah penyelenggaraan pemilu dan pendirian parlemen. Para ulama dan rakyat yang melakukan aksi mogok di Qom kembali ke tehran setelah 10 hari sejak penandatangan Perintah Revolusi Konstitusi.
 
Jean Bertrand Aristide Lahir
 
68 tahun yang lalu, tanggal 15 Juli tahun 1953, Jean-Bertrand Aristide, mantan Presiden Haiti, terlahir ke dunia.
 
Aristide menuntut ilmu di bidang psikologi dan kemudian belajar teologi di Roma dan Israel. Pada tahun 1983, Aristide kembali ke Haiti sebagai pendeta Katolik yang aktif menentang rezim Duvalier yang berkuasa di Haiti saat itu.
 
Pada tahun 1990, Aristide terpilih sebagai Presiden Haiti dengan suara mayoritas dalam pemilu. Namun setahun kemudian, dia dikudeta oleh militer dan terpaksa mengungsi ke AS. Pada tahun 1994, atas bantuan AS, Aristide berhasil merebut kembali kekuasaannya.
 
Namun, akhirnya di tahun 2004, AS pulalah yang mendukung gerakan pemberontakan rakyat Haiti melawan Aristide. Akibatnya, pada tanggal 29 Februari 2004, Aristide terpaksa mengungsi ke Republik Afrika Tengah ketika pemberontakan dan kekacauan politik di negaranya tak terbendung lagi.
 
Meskipun telah merdeka dari Perancis selama 200 tahun, namun Haiti tidak pernah luput dari pertikaian politik dalam negeri yang terkadang diwarnai dengan pertikaian berdarah. Negara dengan penduduk 8,3 juta orang itu dikategorikan sebagai negara miskin karena pendapatan perkapita rakyatnya sekitar 100 dolar AS/tahun. Tingkat penganggguran mencapai 70 persen dan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan sekitar 80 persen.[]