Bersama Imam Husein as; Asyura, Simbol Kebenaran dan Kebatilan (10)
Siang hari Asyura. Paruh kedua siang hari dan langit berwarna merah darah. Hari ini, hari kesepuluh bulan Muharram atau Asyura. 1382 tahun berlalu dari peristiwa Asyura tahun 61 H. Dunia memanas dan sakit. Ini tahun kedua pecinta Husein tidak menggelar acara duka di masjid karena menjaga protokol kesehatan. Masyarakat dihimbau untuk tidak berkumpul.
Masyarakat menggelar acara duka Husein di lapangan dan tempat terbuka. Para pecinta Husein dengan mengenakan masker mulai berduka, memukul dada dan menangis. Jalan-jalan diwarnai kain hitam dan jalan-jalan terdengar suara khutbah tentang Imam Husein dan Sayidah Zainab. Para Maddah melantunkan syair dan puisi mereka di jalan-jalan dan sambil mengendarai unta. Seakan-akan saat ini Husein menjadi korban kebodohan dan kezaliman zamannya.
Hari ini, hari Asyura. Siang hari yang panas pun tiba dan langit berwarna merah darah. Imam Husein as, cucu tercinta Rasul dan penghulu pemuda surga dikepung musuh. Untuk terakhir kalinya, Imam mengucapkan salam perpisahan dengan keluarganya. Ia mengambil anaknya yang masih bayi dan mengangkatnya sehingga hujjah terpenuhi bagi semua orang bahwa saya di jalan ini bahkan membawa anak bayiku. Tapi musuh menjawabnya dengan panah yang mengenai tenggorokan bayi kecil ini. Dengan sangat sedih Imam melemparkan darah bayinya tersebut ke langit dan memohon Allah menerima kurban ini.
Saat-saat yang sulit berlalu, namun Imam yang semakin dekat dengan kesyahidan, wajahnya semakin tenggelam dan keberadaannya penuh dengan kecintaan kepada Tuhan. Ia berperang seakan-akan Singa Allah, Ali bin Abi Thalib yang sedang berperang. Ia menunaikan shalat terakhir di bawah hujan panah dan kini para sahabatnya telah gugur. Ia sendirian di tengah medan perang. Tiba-tiba Zur’ah bin Syarik memukul mam dari sisi kiri dan mengenai pundak beliau. Imam kehilangan keseimbangan dan turun dari kudanya dengan luka yang parah. Tapi keagungannya membuat musuh tidak berani datang membunuhnya. Tidak ada yang berani memotong kepala cucu tercinta Rasulullah ini.
Selanjutnya orang yang berhati batu dan sadis mengayunkan pedangnya ke kepala Imam Husein as. Pedang tersebut mengoyak penutup kepala Imam dan mengenai kepala mulia beliau. Darah mengalir dari kepala suci ini. Namun uniknya saat itu, Imam dengan hati penuh harap dan cinta akan pertemuan dengan Allah, mulai bermunajat, “Ya Allah! Aku ridha dengan keridhaan-Mu dan aku menerima segala urusan yang Kamu tentukan.”
Umar bin Saad, komandan pasukan Yazid berteriak, “Celaka kalian ! Turunlah kalian dari kuda dan selesaikan urusan Husein !
Sinan bin Anas turun dari kudanya dan pergi ke atas kepala Imam. Kemudian ia menurunkan pedangnya ke tenggorokan Imam dan berkata, “Aku bersumpah akan memisahkan kepala dari badanmu, meski aku tahu kamu anak Rasul dan ayah serta ibumu adalah orang terbaik di muka bumi.”
Langit semakin kelam dan gelap. Kebenaran berada di ujung tombak. Husein dengan bibir kering melantunkan ayat al-Quran dan epik besar Asyura mencapai puncaknya.
Di antara semua peristiwa sejarah, peristiwa Asyura semakin terlihat setiap hari dan telah menambah umur panjang kebesaran peristiwa Asyura dan membuatnya lebih sejahtera sejauh orang-orang saat ini merasa dan menjadi milik Imam Husein as dan filosofi epik Hosseini yang mereka ambil. Sungguh, unsur apa yang ada dalam peristiwa Asyura yang menyinari kegelapan sejarah dan semakin banyak hati yang memperhatikannya setiap hari?
Dari sudut pandang para pakar, adegan menyakitkan Asyura dan tindakan keji yang dilakukan terhadap Imam dan keluarganya bukanlah hasil dari pikiran yang sehat dan terarah. Darah murni keluarga Nabi Saw yang mengalir di pasir gurun Karbala tidak seperti aliran air biasa. Darah itu adalah darah orang yang paling baik dan paling mulia yang telah berulang kali dipesankan oleh Nabi Saw. "Orang seperti itu tidak akan pernah berada di jalan yang salah dan pembunuhnya benar.”
Karakter besar ini telah menghiasi lembaran sejarah dengan kebebasan, tuntutan kebenaran dan akhlak utama yang indah. Ketika terbuka peluang untuk meraih harta benda dan kekayaan duniawi, serta Husein mampu menyelamatkan dirinya dari kematian, namun ia tidak melakukannya. Imam Husein as bangkit melawan arus kebatilan berdasarkan seruan al-Quran yang meminta manusia berjihad dengan harta dan nyawanya di jalan Tuhan. Tanpa rasa takut akan kekuatan musuh, dan berbeda dengan arus yang marak di zaman itu, Husein mengambil langkahnya sendiri. Ia menyeru masyarakat kepada penyembahan Yang Esa dan kebahagiaan serta mengingatkan masyarakat yang lalai. “Apakah kalian tidak menyaksikan kebenaran tidak dijalankan dan kebatilan tidak dicegah ?”
Peristiwa Asyura mewakili perjuangan antara benar dan salah sepanjang sejarah. Benar berarti segala sesuatu yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Artinya, subjek yang kuat dan stabil di mana kepalsuan tidak mungkin terjadi. Dalam ayat-ayat Al-Qur'an, esensi suci Tuhan adalah realitas terbesar yang tidak dapat disangkal dan dunia yang diciptakan oleh Tuhan didasarkan pada standar kebenaran. Dalam ayat 62 Surah Al-Hajj, dinyatakan: “(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar."
Oleh karena itu, dasar dari kerja alam semesta adalah aturan hukum dalam semua komponennya. Itulah sebabnya mereka mengatakan bahwa yang benar itu asli dan yang batil itu tidak stabil. Al-Qur'an mencontohkan kepalsuan seperti buih di atas air, yang bisa dihancurkan. Dalam ayat 17 Surah Ar-Ra'd, Ia mengatakan: "Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” Oleh karena itu, siapa saja yang mengikuti jalan kebenaran maka ia akan bahagia dan selamat, dan sebaliknya seluruh kegagalan dan kesengsaraan milik mereka yang memiliki kebatilan.
Ahlul Bait nabi di samping al-Quran seperti bendara dan simbol-simbol adalah poros kebenaran dan bertanggung jawab memberi petunjuk umat. Kapan pun kebenaran keluar dari relnya, mereka akan mengembalikannya di tempat yang semestinya dan menjahui kebatilan. Dengan demikian di badai peristiwa yang ada, hanya dengan berlindung kepada Ahlul Bait nabi kita akan selamat dan tetap berada di jalan kebenaran.
Imam Ali as di khutbanya di Nahjul Balaghah mengatakan, “Kemana kalian pergi dan menghadap arah mana? Bendera kebenaran berkibar dan indikasinya nyata. Meski cahaya petunjuk bersinar, kalian tetap tersesat, kemana kalian pergi dan mengapa kebingungan, sementara ahlul bait nabi berada di tengah kalian ? Mereka adalah pemimpin kebenaran dan bendera agama serta bahasa yang benar dan jujur. Tempatkan mereka di tempat terbaik seperti yang dianjurkan al-Quran (di hati dan kalbu yang bersih) dan datangilah sumber air mereka untuk memenuhi dahaga kalian.”
Ketika Imam Husein as mengangkat panji-panji kebenaran dan kebajikan dan semua kebajikan dan keutamaan manusia; Umayyah dan tentara Yazid yang keras hati dan haus darah menorehkan kejahatan yang menunjukkan pencemaran spiritualitas dan moralitas kelompok batil, dan menunjukkan akhir dari kesombongan dan orang kafir. Hari ini, kelompok beberapa ratus ribu orang pasukan Yazid bukan hanya bukan nama dan tanda-tanda mereka hilang, tetapi dalam sejarah, mereka dikenal karena kekejaman, kesadisan, dan kebiadaban mereka. Kini, hanya nama Husein bin Ali as dan beberapa sahabatnya yang menggugah hati, dan para pencari kebenaran menjadikan jalan dan petunjuk Husein dalam menghadapi kebatilan, sehingga mereka tidak akan tersesat di jalan yang berlika-liku ini.
Demikianlah gugurnya cucu tercinta Rasulullah Saw di hari Asyura menciptakan semangat dan epik di jiwa manusia serta menghancurkan perasaan terpenjara dan kehinaan yang menguasai masyarakat, dan memberi kehormatan kepada umat manusia. Dengan demikian, keagungan dan kebangkitan manusia dapat disaksikan di setiap tahap dari kebangkitan Husein as. Hurr bin Yazid Riyahi merupakan orang pertama yang menyadari kebenaran kebangkitan Husein dan memisahkan diri dari kelompok batil serta bergabung dengan kafilah kebenaran. Kemudian kesadaran ini terus berlanjut.