Jan 18, 2022 16:49 Asia/Jakarta

Surat Adh-Dhariyat 1-14

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

وَالذَّارِيَاتِ ذَرْوًا (1) فَالْحَامِلَاتِ وِقْرًا (2) فَالْجَارِيَاتِ يُسْرًا (3) فَالْمُقَسِّمَاتِ أَمْرًا (4) إِنَّمَا تُوعَدُونَ لَصَادِقٌ (5) وَإِنَّ الدِّينَ لَوَاقِعٌ (6)

Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan kuat. (51: 1)

dan awan yang mengandung hujan, (51: 2)

dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah. (51: 3)

dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan, (51: 4)

sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar. (51: 5)

dan sesungguhnya (hari) pembalasan pasti terjadi. (51: 6)

Surat ini seperti surat-surat lain di al-Quran diawali dengan sumpah: Sumpah atas nama fenomena alam seperti awan dan angin yang menjadi faktor turunnya hujan serta tumbuhnya tanaman dan pohon serta kehidupan manusia di berbagai penjuru bumi.

Sumpah demi kapal yang berlayar di atas air dan memindahkan penumpang serta barang dari satu titik ke titik lain dengan hembusan angin. Dan sumpah atas nama para malaikat yang bertugas membagikan rezeki manusia di seluruh dunia.

Tak diragukan lagi bahwa kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan tergantung pada turunnya hujan dan angin dalam memindahkan awan, menyeimbangkan udara dan pembuahan tumbuhan. Kapal juga memainkan peran di kehidupan manusia. Sejatinya laut adalah jalur terluas dan paling murah untuk memindahkan barang dan muatan berat.

Sejatinya sumpah al-Quran ini mengindikasikan pengaturan dan kekuatan Tuhan dalam mengelola urusan kehidupan manusia sehingga orang-orang yang mengingkari ma'ad (Hari Kebangkitan) memahami bahwa Tuhan tidak membiarkan dunia setelah menciptakannya dan memberikan tujuan bagi penciptaan ini, sebuah tujuan yang terealisasi di dunia setelah kematian, dan telah dijanjikan kepada manusia melalui para nabi di sepanjang sejarah.

Dari enam ayat ini terdapat tiga poin berharga yang dapat dipetik:

1. Sumpah dengan mengatasnamakan fenomena alam seperti awan, angin dan hujan mendorong manusia untuk menguak hukum alam dan kebijaksanaan yang mengaturnya. Mengidentifikasi fenomena-fenomena ini dan hukum-hukum yang mengaturnya adalah awal dari teologi dan mengenal Tuhan.

2. Tuhan mengelola dunia ini melalui hukum sebab akibat materi dan non-materi.

3. Sangat mengherankan jika kita yakin atas janji ini dan itu, tapi tidak yakin atas janji pasti dan benar Tuhan.

وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْحُبُكِ (7) إِنَّكُمْ لَفِي قَوْلٍ مُخْتَلِفٍ (8) يُؤْفَكُ عَنْهُ مَنْ أُفِكَ (9)

Demi langit yang mempunyai jalan-jalan, (51: 7)

sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda pendapat, (51: 8)

dipalingkan daripadanya (Rasul dan Al-Quran) orang yang dipalingkan. (51: 9)

Melanjutkan sumpah di ayat sebelumnya, ayat ini bersumpah atas nama keagungan langit. Langit yang memiliki miliaran galaksi dan bintang di kegelapan malam, yang bersinar di langit seperti lampu yang indah.

Namun pengingkar mabda dan ma'ad, tanpa mengindahkan pengaturan dan pengelolaan Tuhan di langit dan bumi, meragukan penurunan wahyu kepada para nabi untuk memberi hidayah dan petunjuk umat manusia ke arah kesempurnaan, dan dengan berbagai alasan mempertanyakan nabi beserta ajarannya. Mereka juga tidak memiliki argumentasi kuat untuk membuktikan pengingkarannya. Oleh karena itu, sikapnya tidak konsisten dan ucapannya kontradiksi. Sebaliknya, jalan kebenaran adalah satu dan memiliki logika yang jelas dan standar yang stabil.

Wajar jika siapa saja yang mengetahui kebenaran dan menginjak-injaknya akan tersesat dan ia akan semakin tersesat serta menyimpang.

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin penting yang dapat dipetik:

1. Ucapan pengingar ma'ad tidak didasari argumentasi dan logika, oleh karena itu ucapan mereka tercerai-berai dan terkadang kontradiksi.

2. Jalan lurus satu, tapi kesesatan dan jalan menyimpang sangat banyak.

3. Setiap penyimpangan, kesalahan dan dosa adalah penyebab kesesatan, dosa lain serta mempersulit jalan untuk kembali kepada kebenaran.

قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ (10) الَّذِينَ هُمْ فِي غَمْرَةٍ سَاهُونَ (11) يَسْأَلُونَ أَيَّانَ يَوْمُ الدِّينِ (12) يَوْمَ هُمْ عَلَى النَّارِ يُفْتَنُونَ (13) ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ (14)

Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, (51: 10)

(yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan yang lalai, (51: 11)

mereka bertanya: "Bilakah hari pembalasan itu?" (51: 12)

(Hari pembalasan itu) ialah pada hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (51: 13)

(Dikatakan kepada mereka): "Rasakanlah azabmu itu. Inilah azab yang dulu kamu minta untuk disegerakan". (51: 14)

Melanjutkan ayat sebelumnya, ayat-ayat ini membahas perkataan orang-orang yang mengingkari Hari Kebangkitan berdasarkan spekulasi dan kebohongan yang tidak berdasar yang pemiliknya tenggelam dalam kebodohan dan kelalaian dan mengira bahwa mereka adalah orang-orang yang berakal.

Salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan orang yang mengingkari ma'ad kepada para nabi dan orang beriman adalah kapan Hari Kiamat akan terjadi ? Mereka mengira karena orang beriman tidak mengetahui kapan terjadinya Hari Kiamat, maka Kiamat pasti tidak akan terjadi. Padahal ketidaktahuan akan kapan terjadinya gempa bumi, bukan alasan bahwa gempa bumi tidak terjadi.

Mereka selama tidak merasakan api neraka dengan badannya, maka mereka tidak akan mempercayainya, dan tidak mengakhiri pelecehan terhadap orang mukmin dengan pertanyaan yang tak pada tempatnya ini.

Dari lima ayat tadi terdapat dua poin penting yang dapat dipetik:

1. Perkataan yang tidak tepat dan jauh dari logika serta berdasarkan persangkaan membuat manusia jauh dari rahmat Tuhan.

2. Jika kita tidak mengetahui beberapa peristiwa Hari Kiamat, kita tidak dapat menggunakannya sebagai alasan untuk meragukan prinsip Hari Kiamat (kebangkitan). Sama seperti sebagian kelompok dengan alasan ini mengingkari prinsip ma'ad.