Jalan Menuju Cahaya 1006
Surat As-Saff 1-6
سورة الصف
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (1) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
Telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (61: 1)
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (61: 2)
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (61: 3)
Hari ini kita akan mengkaji bersama tafsir Surat As-Saff. Surat ini juga diturunkan di Madinah dan terdiri dari 14 ayat. Pembahasan utama ayat ini mengenai kesiapan untuk membela agama Tuhan dan berjihad. Jika hal ini dilakukan maka janji Tuhan akan kemenangan Islam atas agama-agama lain pasti akan terealisasi.
Surat ini seperti sejumlah surat lainnya diawali dengan tasbih kepada Tuhan, dan sejatinya menekankan hakikat bahwa seluruh makhluk di alam semesta menjadi saksi atas kesucian Tuhan dari selaga bentuk kekurangan, cacat, kezaliman dan kebodohan, serta mereka meyakini Tuhan tidak membutuhkan apa pun.
Kelanjutan ayat ini menyeru orang mukmin untuk memperhatikan satu prinsip penting ajaran agama, dan mengatakan, klaim tanpa amal tidak memiliki nilai, tapi juga akan menimbulkan kemurkaan Tuhan. Sejumlah dari kalian dalam kondisi normal mengatakan, jika diperlukan, saya siap mengorbankan nyawa dan harta di jalan Tuhan, supaya agama Tuhan tetap terjaga, tapi ketika musuh mulai menyerang serta dibutuhkan untuk membela agama dan berjihad, kalian mundur dan menolak memasuki medan pertempuran.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Dalam budaya al-Quran, keberadaan memiliki semacam kecerdasan dan kesadaran, dan dengan mengagungkan dan mengabdikan Tuhan yang Esa, hal itu membuktikan kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya.
2. Klaim beriman dan beragama saja tidak cukup, tapi diperlukan amal dan tindakan untuk membuktikan klaim tersebut.
3. Mereka yang meneriakkan slogan mendukung agama dengan mulutnya, tapi dalam praktiknya tidak melakukan apa pun, jangan mengira ia telah berhasil menipu Tuhan. Orang seperti ini akan mendapat murka Tuhan baik di dunia maupun di akhirat.
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ (4)
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (61: 4)
Di ayat sebelumnya dibicarakan mengenai orang-orang yang, dengan klaim mereka tanpa tindakan, menjadikan diri mereka penyebab murka dan kemarahan Tuhan. Ayat ini mengatakan: Tetapi orang-orang yang beramal dan membuktikan klaimnya, telah menerima rahmat dan rahmat Allah yang istimewa, sehingga mereka menjadi kekasih Allah.
Di dunia akan senantiasa terjadi perang dan konfrontasi. Pertengkaran ini biasanya untuk meraih kekuasaan dan kekayaan lebih, serta mendominasi negara lain, merebut wilayah mereka dan kekayaannya.
Wajar jika friksi antar umat muslim dan tercerai berainya mereka menjadi peluang bagi musuh dan membuat orang mukmin semakin lemah dalam menghadapi agresi musuh. Oleh karena itu, ayat ini menekankan persatuan orang-orang beriman dan menyebutnya sebagai kunci kemenangan.
Dari satu ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Tidak mungkin meraih keridhaan dan kecintaan Tuhan tanpa jihad dan berusaha di jalan-Nya.
2. Dalam menghadapi musuh dan tiran, semua perbedaan etnis, bahasa dan mazhab harus disingkirkan, dan harus bersatu dalam melawan musuh.
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ لِمَ تُؤْذُونَنِي وَقَدْ تَعْلَمُونَ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (5) وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ (6)
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, mengapa kamu menyakitiku, sedangkan kamu mengetahui bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu?" Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (61: 5)
Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata". (61: 6)
Ayat ini menyebutkan sikap Bani Israel dalam memperlakukan dua utusan Tuhan, Nabi Musa as dan Nabi Isa as, serta menyatakan, sejumlah orang yang beriman kepada Nabi Musa as, menyakiti beliau dengan menghina, menisbatkan hal-hal yang tidak baik serta tidak menaatinya. Orang-orang ini malah menyebabkan perpecahan di antara orang-orang beriman ketimbang bersatu.
Jelas bahwa perilaku zalim terhadap sosok yang mereka yakini sebagai nabi akibatnya adalah mereka semakin jauh dari petunjuk dan hidayat Tuhan, dan akhirnya kelompok ini akan bernasib buruk.
Nabi Isa as juga menganggap dirinya seorang nabi di antara dua nabi ilahi; Beliau membenarkan kitab-kitab dan ajaran Nabi sebelum beliau dan mengumumkan kedatangan Nabi setelah beliau. Namun, mereka menyangkalnya dan menyebut mukjizatnya sebagai sihir.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Mengenal sejarah bangsa-bangsa dan nabi-nabi terdahulu bersifat mendidik dan menjadikan orang yang beriman tahan dan kuat menghadapi rintangan dan kesulitan.
2. Perkataan dan tingkah laku yang menyakiti dan menyiksa para nabi dan wali Allah menyebabkan manusia kehilangan petunjuk Ilahi dan menyebabkan penyimpangannya dari jalan yang benar.
3. Tujuan seluruh nabi adalah satu, oleh karena itu, mereka tidak saling bersaing. Mereka memberi kabar gembira akan kedatangan nabi setelahnya, dan mewasiatkan manusia untuk beriman kepada nabi tersebut.
4. Dalam sistem pendidikan ilahi, ada banyak kelas untuk pertumbuhan dan keunggulan manusia. Setiap kelas merupakan perkenalan dengan kelas berikutnya dan setiap guru mengkonfirmasi guru sebelumnya.