Lintasan Sejarah 6 April 2017
Hari ini, Kamis tanggal 6 April 2017 yang bertepatan dengan penanggalan Islam 8 Rajab 1438 Hijriah Qamariah. Sementara menurut kalender nasional Iran, hari ini tanggal 17 Farvardin 1396 Hijriah Syamsiah. Berikut ini peristiwa bersejarah yang terjadi di hari ini di tahun-tahun yang lampau.
Abu Hatim Sahl Bin Muhammad Sajestani Wafat
1190 tahun yang lalu, tanggal 8 Rajab 248 HQ, Abu Hatim Sahl Bin Muhammad Sajestani, meninggal dunia.
Abu Hatim terkenal karena kemampuannya yang tinggi di bidang ilmu Quran, hadis, sastra, dan syair. Di samping tekun beribadah dan menimba ilmu, beliau juga aktif dalam urusan kemasyarakatan.
Abu Hatim meninggalkan banyak karya penulisan, di antaranya berjudul "I'rabul Quran" dan "Akhlaqul Insan".
Syaikh Hur Al-Amily Lahir
405 tahun yang lalu, tanggal 8 Rajab 1033 HQ, Syaikh Abu Ja'far Muhammad bin Hasan, yang terkenal dengan nama Syaikh Hur Amily, seorang ahli fiqih dan ahli hadis terkenal di dunia Islam, terlahir ke dunia.
Setelah belajar kepada ulama-ulama besar di masa itu dan melakukan penelitian selama bertahun-tahun, beliau menulis berbagai buku. Di antaranya, berjudul "Wasailus-Syiah" yang berisi masalah fiqih dan hadis dan "Hidayatul Ummah".
Syaikh Abu Ja'far Muhammad bin Hasan meninggal dunia pada tahun 1114 HQ.
Dimulainya Kebangkitan Syahid Mohammad Khiyabani di Tabriz
97 tahun yang lalu, tanggal 17 Farvardin 1299 HS, dimulainya kebangkitan Syahid Mohammad Khiyabani di Tabriz
Sheikh Mohammad Khiyabani sejak mudanya telah menyukai ilmu-ilmu agama dan dengan cepat beliau meraih derajat keilmuan yang tinggi. Pasca kebangkitan Revolusi Konstitusi, kehidupan Sheikh Mohammad Khiyabani memasuki babak baru. Beliau membentuk Komunitas Pejuang untuk menyukseskan Revolusi Konstitusi dan mengambil langkah-langkah penting di Tabriz. Dalam perjuangannya beliau mempublikasikan surat kabar Tajaddud (Pembaruan) yang isinya kebanyakan menuntut diterapkannya undang-undang hasil Revolusi Konstitusi.
Setelah Sheikh Mohammad Khiyabani dan lima orang sahabatnya terpilih menjadi anggota Parlemen Iran, Vusuq ad-Dowleh, Perdana Menteri Dinasti Qajar memutuskan untuk melenyapkan Sheikh Khiyabani. Untuk itu ia mengirimkan pasukan ke Tabriz.
Keputusan dan pengiriman pasukan itu memaksa Sheikh Mohammad Khiyabani bangkit melawan Vusuq ad-Dowleh dan pada 17 Farvardin 1299 HS dalam waktu singkat beliau dan pasukannya berhasil menguasai seluruh kantor pemerintah Tabriz. Kemenangan yang disebut Kebangkitan Khiyabani ini berlanjut hingga lebih dari 5 bulan.
Sheikh Mohammad Khiyabani dalam perjuangannya senantiasa berusaha menuntun opini masyarakat dan meningkatkan kesadaran dan informasi mereka demi meraih tujuan yang dicanangkan. Oleh karenanya, Sheikh Khiyabani tidak pernah berusaha memperkuat dan memperbaharui kekuatan bersenjatanya untuk membela perjuangannya. Dalam perjuangannya, Sheikh pernah menghadapi tekanan pasukan Rusia di masa Perang Dunia I dan berhasil mencegah masuknya pengaruh komunis di Iran.
Ketika Mokhber al-Saltanah menjadi Gubernur Tabriz yang baru dan berhasil mengalahkan pertahanan perjuangan Sheikh Khiyabani pada 21 Shahrivar 1299 HS, mereka menahannya dan akhirnya menggugursyahidkan Sheikh.
Bentrokan Berdarah di Rwanda
23 tahun yang lalu, tanggal 6 April 1994, bentrokan berdarah antara dua suku besar di Rwanda, yaitu Suku Tutsi dan Hutu, dimulai.
Dalam waktu tiga bulan, kelompok ekstrimis Hutu membunuh secara massal sekitar 800 ribu orang Tutsi dan orang-orang moderat dari sukunya sendiri. Akibat perang besar ini, dua juta warga Rwanda terpaksa mengungsi ke tempat lain yang lebih aman.
Bentrokan antara dua suku besar di Rwanda ini memang memiliki akar sejarah sejak puluhan tahun lalu. Pada tahun 1994, sebenarnya sudah terjadi rekonsiliasi antara para pemuka suku. Disepakati bahwa mereka akan membentuk pemerintahan koalisi lewat pemilihan umum yang demokratis. Akan tetapi, pada bulan April tahun itu, terjadi insiden misterius berupa jatuhnya pesawat yang mengangkut Presiden Rwanda yang berasal dari Suku Hutu. Kelompok ekstrim Hutu menuduh Suku Tutsi berada di balik insiden tersebut dan langsung mengobarkan perang antar suku.
Suku Hutu yang merupakan kelompok mayoritas di Rwanda dikenal dekat dengan Perancis. Sedangkan Tutsi secara terang-terangan mendapatkan dukungan dari AS. Akhirnya, berkat dukungan AS, kelompok minoritas Tutsi berhasil meraih kemenangan dan hingga kini menjadi rezim yang berkuasa di Rwanda.