Lintasan Sejarah 30 Juni 2017
Hari ini, Jumat tanggal 30 Juni 2017 yang bertepatan dengan penanggalan Islam 5 Syawal 1438 Hijriah Qamariah. Sementara menurut kalender nasional Iran, hari ini tanggal 9 Tir 1396 Hijriah Syamsiah. Berikut ini peristiwa bersejarah yang terjadi di hari ini di tahun-tahun yang lampau.
Muslim bin Aqil Memasuki Kota Kufah
1378 tahun yang lalu, tanggal 5 Syawal 60 HQ, Muslim bin Aqil, sepupu Imam Husein, masuk ke kota Kufah dengan tujuan untuk menerima baiat atau janji setia dari rakyat kota itu kepada Imam Husein as, cucu Rasulullah Saw.
Sebelumnya, rakyat Kufah mengirimkan ribuan surat kepada Imam Husain di Madinah untuk meminta agar beliau datang ke Kufah dan memimpin revolusi menentang pemerintahan Bani Umayah yang despotik.
Pada awal kedatangan Muslim bin Aqil, 18 ribu penduduk kota itu menyampaikan janji setia mereka kepada Imam Husein dan Muslim pun mengirimkan kabar kepada Imem Husain bawah rakyat Kufah telah siap mendukung beliau. Namun, tak lama kemudian, atas represi kejam dari pemerintahan Bani Umayah, rakyat Kufah mundur dan berbalik menentang Imam Husein, bahkan bergabung dengan pasukan Ibnu Ziyad yang membantai Imam Husain as di Padang Karbala.
Revolusi Irak Melawan Inggris Dimulai
97 tahun yang lalu, tanggal 30 Juni 1920, rakyat Irak memulai perjuangan mereka melawan penjajahan Inggris di bawah pimpinan Ayatullah Mirza Muhammad Taqi Shirazi.
Setelah Perang Dunia Pertama, berdasarkan kesepakatan pasukan Sekutu dalam masalah pembagian wilayah Ottoman, kekuasaan atas Irak, Palestina, dan Yordania diserahkan kepada Inggris.
Menanggapi kesepakatan imperialis itu, Ayatullah Mirza Muhammad Taqi Shirazi mengeluarkan fatwa jihad dan dimulailah revolusi rakyat Irak untuk mengusir penjajah dari tanah air mereka. Namun, perlawanan itu tidak berhasil mencapai tujuannya karena kuatnya tentara Inggris yang didukung oleh negara-negara Barat.
Sayid Ahmad Pishavari Wafat
87 tahun yang lalu, tanggal 9 Tir 1309 HS, Sayid Ahmad Pishavari meninggal dunia di usia 86 tahun di Tehran dan dimakamkan di komplek makam Imam Zadeh Abdollah di Tehran.
Sayid Ahmad Adib Pishavari lahir di kota Ojaq, Pakistan pada 1223 Hs. Beliau termasuk keturunan sayid yang terkenal di Ojaq, dimana nasab mereka dalam sair dan suluk sampai kepada Sohravardiah. Adib selama beberapa waktu tinggal di Afghanistan dan Khorasan untuk menuntut ilmu-ilmu aqli dan naqli. Adib juga pernah tinggal selama 2 tahun di kota Sabzavar dan belajar kepada filsuf Mulla Hadi Sabzavar.
Beliau belajar juga kepada Akhond Mulla Mohammad, anak Mulla Sabzavari dan Akhond Mulla Ismail. Adib kemudian tinggal di Mashad dan di sana beliau terkenal dengan sebutan Adib Pishavar atau Adib Hindi. Selain menguasai sastra, bahasa Arab, filsafat dan matematika, Adib Pishavar juga memiliki bakat kaligrafi yang hebat.
Pada usia 40 tahun, beliau pindah ke Tehran dan melalui sisa umurnya di sana. Dalam menyampaikan pidato, Adib Pishavar mengikuti metode guru-guru klasik. Sesuai dengan keluasan informasi dan pengetahuannya tentang budaya Islam dan pelbagai ilmu keislaman serta penguasaannya yang mendalam akan bahasa dan sastra Persia membuat syair-syairnya memiliki kandungan yang luas. Hal ini yang membuat syair-syairnya tidak terlalu memanfaatkan emosi yang mendalam.
Adib Pishavar menghabiskan usianya dalam menuntut ilmu dan menyucikan diri. Hal itu membuatnya bebas dan kecenderungan duniawi. Itulah mengapa ia tidak memiliki apa-apa, kecuali beberapa jilid buku. Sayid Ahmad Pishavar selama bertahun-tahun mengajar dan berhasil mendidik banyak murid yang dikemudian hari mencapai derajat ketinggian ilmu dan sastra.
Sayid Ahmad Pishavar meninggal sejumlah karya ilmiah seperti kumpulan syair, Tashif Diwan Naser Khosrou dan komentar atas buku sejarah Baihaqi.
Kudeta Jenderal Omar Hassan Ahmad Al-Bashir
28 tahun yang lalu, tanggal 30 Juni 1989, Jenderal Omar Hassan Ahmad al-Bashir melakukan kudeta tanpa pertumpahan darah untuk menggulingkan pemerintahan Sadiq al-Mahdi.
Sadiq al-Mahdi sendiri meraih kekuasaan melalui kudeta terhadap Presiden Jaafar al-Numeiry.
Sudan merdeka dari penjahahan bersama Inggris dan Mesir pada tahun 1956 dan pemerintahan di negara itu silih berganti digulingkan oleh kudeta. Tahun 1969, Kolonel Numeiry melakukan kudeta dan memimpin Sudan selama 16 tahun kemudian. Presiden Numeiry pada tahun 1983 memproklamasikan Sudan sebagai Republik Islam. Namun, berbagai krisis dan demonstrasi terus mengguncang pemerintahannya.
Akhirnya, tahun 1985, Numeiry dikudeta oleh Jenderal al-Dahab yang kemudian menyerahkan kekuasaan kepada Sadiq Al-Mahdi. Tahun 1989, Sadiq Al-Mahdi pun dikudeta oleh Jenderal Omar Hassan Ahmad al-Bashir.