Okt 11, 2017 11:59 Asia/Jakarta
  • Amazon
    Amazon

Hutan termasuk ekosistem penting di dunia. Sekitar sepertiga flora dan fauna darat berada di hutan, mulai pohon dan rumput. Meski hanya menempati enam persen dari seluruh permukaan bumi, hutan menyimpan separuh dari flora dan fauna.

Dengan demikian hutan sangat penting bagi ekosistem dunia. Menurut para pakar, sebuah kawasan dapat disebut hutan jika memiliki luas sekitar tiga ribu meter persegi dan memiliki ragam flora dan fauna. Di berbagai hutan, keberadaan flora dan fauna menciptakan bentuk kehidupan harmonis antara tumbuhan dan hewan.


Di hutan, tumbuhan dan pepohonan adalah produsen, hewan dan mikroba pengurai menjadi konsumen, keduanya memiliki sisi kesamaan timbal balikyang sangat vital dan permanen. Hutan khususnya hutan perawan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan hingga kini banyak darinya yang belum tersingkap. Ilmuwan memprediksikan bahwa Amazon memiliki 40 ribu spesies tanaman, 427 jenis mamalia, 1293 spesies burung, 378 jenis reptil, 427 hewan amfibi dan tiga ribu spesies ikan. Namun sangat disayangkan proses perusakan dan penggundulan hutan selain memiliki dampak buruk yang tak mungkin ditebus bagi air dan udara bumi, kini keragaman hayati dan kehidupan berbagai spesies hewan serta tumbuhan di berbagai hutan juga menghadapi beragam ancaman.


Ilmuwan mengatakan lebih dari separuh spesies tanaman dan pohon di berbagai hutan terancam musnah akibat penebangan untuk meratakan tanah bagi pertanian, peternakan dan aktivitas manusia lainnya. Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) secara transparan menjelaskan ancaman ini terkait hutan-hutan di Amazon dan menyatakan bahwa jika proses ini terus berlanjut, 36-57 spesies tumbuhan Amason terancam musnah. Presiksi ini merupakan hasil riset para ilmuwan ini terhadap hutan di Brazil, Peru, Kolombia, Venezuela, Ekuador, Bolivia dan Suriname.


Riset ini diterapkan terhadap sekitar 1500 sampel hutan, spesies pohon yang diprediksikan musnah di pertengahan abad ini. Nigel Pitman, pakar perlindungan ekosistem di Museum Chicago mengatakan, “Pohon yang terancam kepunahan seperti pohon kenari Brazil dan palem yang menjadi andalan warga Amazon untuk memanfaatkan buah, biji, jerami dan karakteristik obat-obatan pohon tersebut.” Pohon ini juga memainkan peran penting bagi stabilitas tanah dan keseimbangan air serta udara. Riset sebelumnya menunjukkan area hutan Amazon menurut 12 persen dan hingga 2050, sebanyak 28 persen lainnya akan berkurang.


Penelitian ilmuwan Imperial College London selain membenarkan hal ini, juga menunjukkan bahwa deforestasi hutan di Brazil memiliki dampak negatif bagi hutan-hutan di Amazon. Setelah memaparkan pola statistik jumlah spesies yang terancam kepunahan, ilmuwan ini mencapai kesimpulan bahwa terbuka peluang kemusnahan 38 spesies hewan di bagian timur dan selatan Amazon yang terancam deforestasi hutan selama 30 tahun terakhir sehingga hewan-hewan ini mengalami kekurangan lahan kehidupan.


38 spesies ini meliputi 10 spesies mamalia, 20 jenis burung dan delapan jenis hewan amfibi. Di saat sejumlah spesies terancam punah akibat dampak langsung dari deforistasi hutan, mayoritas dari mereka juga dibayangi kematian gradual akibat penurunan reproduksi dan persaingan memperebutkan makanan. Menurut para ilmuwan wilayah timur dan selatan akibat proses jangka panjang deforestasi hutan lebih rentan ketimbang dengan wilayah lain di hutan Amazon.


Selain itu, pembangunan jalan di jantung Amazon dapat mempercepat kepunahan berbagai spesies. Hasil dari penelitian ilmuwan Imperial College London juga mengindikasikan bahwa untuk menyelamatkan berbagai spesies di Amazon dari kepunahan harus diupayakan penurunan deforestasi hutan hingga tahun 2020 sebesar 80 persen.


Di antara Juni 2000 dan Juni 2008, lebih dari 150.000 km persegi hutan hujan ditebangi di Amazon Brazil. Meski tingkat penggundulan hutan telah melambat sejak 2004, hilangnya hutan diperkirakan akan berlanjut di masa depan. Berikut adalah tentang penggerak penggundulan hutan di masa lalu, sekarang, dan kemungkinan di masa depan di Amazon Brazil.


Penggerak penggundulan hutan Amazon di masa lalu. Kebanyakan penggundulan hutan di Amazon Brazil telah muncul sejak akhir 1960an saat pemerintahan militer Brazil mulai mensponsori program pembangunan skala besar untuk mendukung kolonisasi di wilayahnya. Rencananya, yang dicanangkan untuk menyediakan kesempatan ekonomi untuk para penduduk miskin tanpa tanah dari daerah-daerah padat di negara dan membangun keberadaan nasional di daerah pedalaman yang luas dan berpenduduk jarang, menawarkan pinjaman bersubsidi kepada mereka yang menetap dan peternak, serta membiayai proyek ambisius jalan tol seperti jalan tol Trans-Amazonian.


Meski Trans-Amazonian gagal memenuhi target-target ekonomi dan sosialnya, ia berhasil membuka bidang-bidang tanah hutan hujan yang sebelumnya susah diakses untuk pembangunan. Perluasan lahan dilakukan untuk ladang rumput hewan ternak intensitas rendah dan agrikultur dasar jangka pendek. Walau hukum melarang pembukaan hutan hingga 50 persen dari kepemilikan penetap, penggundulan hutan menanjak dari tak berarti hingga lebih dari 20.000 km persegi per tahun di tahun 1980an. Proyek infrastruktur raksasa – khususnya bendungan – sebagian ditanggung oleh bank pembangunan multilateral juga telah berkontribusi pada hilangnya hutan skala besar, sementara penebangan hutan memacu ekspansi dari hubungan jalanan tidak resmi dan ekspansi agrikultur bersubsidi.


Saat skema kolonisasi menyusut dan ekonomi melemah di awal 1990an, tingkat penggundulan hutan melambat. Hingga akhir dari dekade, pembukaan hutan menjadi semakin terindustrialisasi, secara besar beralih dengan ekonomi sebagai penggerak penggundulan hutan. Walau pembukaan hutan untuk ladang rumput hewan ternak berlanjut menjadi penyebab terbesar pengubahan hutan, munculnya agrikultur kedelai dengan mekanisasi di wilayah Pará dan Mato Grosso memberikan petunjuk seperti apa dekade selanjutnya dalam hutan hujan terbesar dunia.


Penggerak penggundulan hutan Amazon di masa kini. Antara tahun 200-2005, perkebunan kacang kedelai menyebabkan persentase yang kecil dari keseluruhan penggundulan hutan langsung. Walau begitu, peran dari kedelai cukup signifikan di Amazon, menggantikan pemilik lahan kecil yang kemudian membuka wilayah hutan yang masih perawan dan menyediakan “pendorong kunci ekonomi dan politis untuk proyek jalan tol dan infrastruktur baru, yang mempercepat penggundulan hutan oleh aktor lain,” menurut Philip Fearnside. Juga penting untuk menyadari bahwa penggundulan hutan ini bukanlah degradasi. Penebangan mempengaruhi wilayah yang sama luas, namun tidak secara langsung menyebabkan penggundulan hutan.


Penggundulan hutan berlanjut digerakkan oleh faktor yang sama dengan tahun 1990an, walau sejak 2000, pembukaan hutan tahunan telah menunjukkan peningkatan ketatnya korelasi dengan harga komoditas, terutama kedelai dan daging sapi, yang telah diuntungkan dari adanya nyaris pemusnahan hewan ternak akibat penyakit kaki dan mulut, serta inovasi agrikultur yang telah mengubah tanah tandus keasaman di wilayah tersebut menjadi lahan yang cocok untuk pertanian kedelai besar.


Semakin banyak lahan Amazon yang dijadikan sebagai lahan pertanian, naiknya harga untuk komoditi pun menjadi pendorong terjadinya pembukaan hutan. Ekspansi di daerah ini didukung oleh insentif finansial – termasuk pinjaman bersubsidi – dan “Program Akselerasi Pertumbuhan” (Program for the Acceleration of Growth - PAC) Brazil senilai 43 milyar dollar, sebuah inisiatif yang membiayai kontruksi jalan, pelabuhan, pipa-pipa, bendungan hidroelektrik, dan berbagai peningkatan infrastruktur lain. Di bawah PAC, banyak wilayah Amazon akan dibuka untuk pembangunan, meningkatkan kelangsungan kedelai, kelapa sawit, penebangan, dan produksi daging sapi di daerah yang sebelumnya terpencil.


Pembukaan hutan untuk ladang rumput bagi hewan ternak adalah penggerak terbesar dari penggundulan hutan di Amazon, terhitung lebih dari dua pertiga dari pembukaan hutan tahunan dalam beberapa tahun. Secara tradisional, lahan tersebut telah digunakan untuk penggembalaan dengan intensitas rendah, terutama sebagai kendaraan untuk berspekulasi pada harga tanah, namun ini sedang berubah.


Pemasukan modal akhir-akhir ini, dikombinasikan dengan pemusnahan penyakit kaki-dan-mulut serta meningkatnya infrastruktur, telah menuju pada munculnya operasi intensif hingga enam sampai delapan kali jumlah ternak per hektar. Tren ini telah memacu kebangkitan Brazil menjadi eksportir terbesar daging sapi di dunia. Kini, negara ini memiliki lebih dari 200 juta ekor ternak dan rumah-rumah penjagalan di Amazon, dengan produksi lebih dari 40 persen, menurut penelitian tahun 2008 oleh Amigos da Terra Amazônia Brasileira. Sebesar 96 persen pertumbuhan ukuran kawanan ternak negara sejak akhir tahun 2003 telah terjadi di Amazon.


Proses ini juga berlaku di sejumlah hutan di berbagai belahan dunia. Riset terbaru Prof. William Laurance, dosen Universitas James Cook Australia terkait wilayah tropis dunia mulai dari Amazon hingga Afrika serta hutan tropis di Australia menunjukkan bahwa semakin panas bumi, angka kerusakan berbagai spesies hutan juga meningkat.


Meningkatkan gelombang panas memicu merebaknya penyakit dan wabah di antara makhluk hidup dan mendorong sejumlah spesies tanaman layu dan kering serta pada akhirnya berujung pada kebakaran hutan dan musnahnya jutaan pohon. Kebakaran ini menghasilkan miliaran ton karbon dioksida yang dilepas ke udara. Menurut ilmuwan ini, berkurangnya hutan bukan saja mengakibatakan kepunahan beragam spesies tanaman, namun juga memicu kepunahan jumlah spesies hewan dan populasinya akan berkurang sekitar 30 persen. Dengan demikian ancaman kepunahan flora dan fauna di mana mendatang semakin besar.