Des 13, 2017 11:57 Asia/Jakarta

Salah satu isu biogensesis di bumi dan upaya beragam satwa memenuhi kebutuhannya adalah produksi sampah. Pada awalnya sampah merupakan bagian dari mata rantai makanan dan mata rantai ini dapat dicerna oleh alam hingga manusia menemukan beragam teknologi termasuk industri pengolahan. Dengan memanfaatkan sumber alam sebagai bahan baku, manusia telah mempersempit ruang bagi makhluk lainnya.

Menurut pakar, pergerakan manusia ke arah industrialisasi, laju penduduk, peningkatan kebutuhan dan rotasi arti kekuasaan ke arah produksi oleh negara-negara industri mendorong pemanfaatan sumber alam secara membabi buta tanpa memperhatikan dampaknya. Persaingan di produksi dan memunculkan daya pilih serta pada akhirnya penjualan besar-besaran telah menciptakan kendala baru yang salah satunya adalah maraknya konsumsi dan yang lain menumpuknya sampah akibat produksi teknologi manusia.

Kecenderungan lebih besar manusia untuk memproduksi dan konsumsi mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup seluruh makhluk hidup serta menciptakan gangguan di siklus lingkungan hidup. Selain itu, polusi lingkungan hidup semakin tebal. Mengingat komposisi sampah sangat beragam, bahaya yang muncul dari bahan dan zat sampah juga beragam. Sampah sejatinya telah menimbulkan kerugian besar dengan mencemari tanah, air dan udara. Sampah yang terdiri dari kotoran manusia, hewan dan zat-zat industri serta pertanian akan berpindah ke tanah dan air di proses pembuangan.

Saat ini laut dan samudra menjadi tempat pembuangan sampah manusia dan industri. Bahaya yang ditimbulkan dari polusi air adalah perpindahan air dan polusi serta penyakit yang dibawah oleh arus air ke seluruh dunia. Proses ini terjadi sangat cepat melalui gelombang dan ombak laut. Selama beberapa dekade lalu di Amerika timur sudah menjadi kebiasaan warga membuang sampah di Samudra Atlantik. Sampah tersebut mereka angkut dengan kapal terbuka dan dibuang ke laut.

Kemudian terjadi peristiwa yang tidak disangka-sangka, pada musim panas tahun 1988 limbah rumah sakit, kotoran dan sampah tiba-tiba memenuhi pantai Massachusetts hingga New Jersey. Peristiwa ini direaksi keras oleh warga dan protes luas terjadi di mana-mana. Kongres Amerika yang mendapat tekanan opini publik meratifikasi pelarangan pembuangan sampah ke laut. Undang-undang ini melarang pembuangan segala bentuk bahan pencemar ke laut. Namun demikian sampai kini sekitar 10-20 persen limbah masih dibuang manusia ke laut. Thor Heyerdahl, petualang legendaris asal Norwegia bersama krunya menyaksikan zat hitam pekat di pasir di pusat Samudra Atlantik. Polusi sangat parah sehingga ia menyebut lokasi tersebut sebagai lubang limbah kota.

Sampah

Banyak contoh dari isu lingkungan hidup, namun hal-hal yang menjadi perhatian serius pakar lingkungan hidup di tahun-tahun terakhir adalah polusi plastik. Plastik merupakan barang paling banyak digunakan oleh manusia dan mudah ditemukan di seluruh dunia. Barang yang terbuat dari plastik dan setelah dikonsumsi kemudian menjadi bagian dari sampah tanpa didaur ulang. Sampah plastik tersebut kemudian terpendam di dalam tanah dan membutuhkan waktu sangat panjang untuk terurai.

Secara tidak sadar, manusia memang telah tergantung pada penggunaan plastik. Penggunaan plastik yang cenderung meningkat dan dapat dikatakan berlebihan ini pada akhirnya dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Diperkirakan ada 500 juta hingga 1 miliar kantong plastik yang digunakan penduduk dunia dalam kurun waktu 1 tahun. Ini berarti ada sekitar 1juta kantong plastik per menit. Sedangkan untuk membuatnya diperlukan ± 12 juta barel minyak per tahun dan 14 juta pohon yang ditebang.

Konsumsi berlebihan terhadap plastik pun mengakibatkan jumlah sampah plastik yang besar karena bukan berasal dari senyawa biologis. Plastik memiliki sifat sulit terdegradasi (non-biodegradable). Plastik diperkirakan membutuhkan waktu 100 – 500 tahun hingga dapat terurai dengan sempurna. Sampah kantong plastik dapat mencemari tanah, air, laut, bahkan udara.

Untuk menanggulangi sampah plastik, beberapa pihak mencoba untuk membakarnya. Tetapi proses pembakaran yang kurang sempurna tidak mengurai partikel-partikel plastik dengan sempurna sehingga akan menjadi dioksin di udara. Itu sebabnya manusia akan rentan terhadap berbagai penyakit di antaranya kanker, gangguan sistem syaraf, hepatitis, pembengkakan hati, dan gejala depresi. Selain itu, plastik yang dibakar tidak benar-benar hilang melainkan meleleh dan berubah bentuk. Plastik yang berubah bentuk tersebut tetap ada dan mengendap di dalam tanah. Pada akhirnya plastik tersebut akan mengurangi kualitas tanah yang telah dicemarinya.

Kita memang tidak mungkin menghapus penggunaan kantong plastik 100%, tetapi yang paling memungkinkan adalah memakai ulang plastik (reuse), mengurangi pemakaian plastik (reduce), dan mendaur ulang sampah plastik (recycle). Terakhir, mungkin diperlukan regulasi dari kalangan yang berwenang (pemerintahan) untuk meredam laju penggunaan plastik.

Sampah

Sampah plastik yang terpedam di dalam tanah juga menjadi sebab rusaknya proses pertukaran air dan udara serta berbagai reaksi fisika dan kimia lainnya. Misalnya akar tumbuhan yang berdekatan dengan sampah plastika atau terlilit oleh sampah ini akan mengalami kesulitan dalam meresap air dan makanan. Seiring berlalunya waktu proses perkembangan tumbuhan akan melambat karena terjadi ketidakseimbangan zat-zat kimia, suhu panas dan kelembaban di akar.

Kantong plastik sebagai sampah yang dibuang, mengingat daya tahannya hingga 500 tahun di lingkungan sebelum terurai, akan menciptakan polusi lingkungan hidup. Kantong plastik ini dengan mudah diterbangkan angin dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain atau jatuh di danau dan saluran air. Keberadaan kantong plastik ini selain menyumbat saluran air dan membuat polusi air lebih besar, juga kebanyakan memasuki perairan laut dan berpengaruh pada mata rantai makanan hewan-hewan laut.

Setiap tahun ribuan spesies hewan air seperti paus, lumba-lumba, kura-kura serta burung laut mati karena makan kantong plastik atau karena tercekik. David Lewis , pakar lingkungan hidup di laporannya membenarkan hal ini dan menulis, plastik seperti tumpahan minyak, logam berat dan seluruh racun yang memusnahkan kehidupuan air. Misalnya ubur-ubur merupakan bagian dari makanan penyu dan burung laut, penyu dan burung laut dengan mudah salah ketika mencari makanan dan memakan partikel kecil dari plastik. Meski ada undang-undang internasional, diprediksikan setiap hari lebih dari 500 ribu potongan dan kantong plastik dibuang ke laut oleh kapal.

Sangat disayangkan karakteristik plastik bahkan ketika dipendam di tanah masih tetap membahayakan makhluk hidup terutama manusia. Hal ini karena, proses penguraian sampah plastik berjalan sangat lambat dan karakteristiknya yang mengandung minyak akan memproduksi getah yang kemudian bercampur dengan sumber air bawah tanah. Ketika air tersebut dikonsumsi oleh manusia maka akan menimbulkan dampak berbahaya.

Salah satu cara mudah yang kerap dilakukan masyarakat untuk melenyapkan sampah adalah dengan membakarnya. Sayangnya, hal ini bukanlah menjadi solusi yang baik. Niat untuk menghilangkan sampah malah akan membuat masalah baru yaitu sampah udara alias polusi udara. Belum lagi jika sampah yang dibakar merupakan sampah yang terbuat dari plastik.

Sampah

Meski terkesan sepele, ternyata membakar sampah plastik dapat membahayakan kesehatan. Selain bau dan menyesakkan pernafasan, ternyata polusi udara dari pembakaran sampah dapat melepaskan zat berbahaya di udara seperti karbon monoksida, dioksin dan furan, volatil maupun partikel berbahaya lainnya. Parahnya lagi, masing-masing senyawa tersebut berefek buruk bagi kesehatan.

Karbon monoksida (CO) misalnya. gas CO ini merupakan jenis gas tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengiritasi namun bersifat mudah terbakar dan sangat beracun. Karena bersifat mematikan, gas CO dijuluki sebagai silent killer. Sesuai dengan julukannya, jika terhirup dalam jumlah yang banyak, gas ini bersifat mematikan. Selain itu gas ini juga dapat menimbulkan gangguan penglihatan dan juga penurunan kesadaran.

Berbeda lagi dengan zat dioksin dan furan. Kedua zat ini ternyata terbukti dapat memicu kanker. Parahnya lagi jika terhirup ibu yang sedang hamil, zat ini dapat menyebabkan kecacatan janin. Tidak berhenti sampai di sini, zat dioksin dan furan juga dapat mempengaruhi sistem reproduksi dan hormon tubuh seperti meningkatkan resiko kanker pada kali-laki dan mempercepat pubertas pada anak perempuan.

Selain itu pembakaran sampah plastik juga melepaskan volatil yang dapat menyebabkan beragam masalah seperti kanker, masalah sistem syaraf hingga gangguan pernafasan seperti asma, saluran nafas dan penyakit paru-paru kronis. Karena itulah ada baiknya kita mulai mengurangi konsumsi plastik.

Tags