Des 27, 2017 11:25 Asia/Jakarta

Selama beberapa dekade lalu terjadi bencana besar di lingkungan hidup dunia. Dampak dari bencana ini menyedot perhatian masyarakat internasional terkait pentingnya kajian lingkungan hidup. Salah satu bencana terbesar di sejarah adalah Bencana Bhopal (Bhopal Disaster). Bencana Bhopal adalah kecelakaan industri yang terjadi pada tanggal 3 Desember 1984, di Bhopal, India.

Banyak orang menganggap bahwa Bencana Bhopal merupakan kecelakaan industri terburuk dalam sejarah. Klaim ini didukung fakta tingginya angka kematian bersama dengan dampak dahsyat pada lingkungan yang diakibatkannya. Peristiwa di Bhopal juga mendapatkan kritikan internasional mengenai praktik kerja industri di negara-negara berkembang yang berkaitan dengan keamanan, pemeliharaan, dan kesejahteraan pekerja.

Pada larut malam tanggal 3 Desember 1984, para pekerja di pabrik kimia Union Carbide di Bhopal sedang membilas pipa dengan air bersih. Karena suatu sebab, air memasuki tangki yang terisi dengan gas metil isosianat (MIC), suatu gas yang digunakan dalam produksi pestisida. Air memicu reaksi kimia yang menyebabkan peningkatan tekanan di dalam tangki, memaksa pekerja membuka tangki agar tidak meledak. Hanya saja, pembukaan tangki mengakibatkan sejumlah besar gas mematikan terlepas ke Bhopal.

Hampir segera, sirene peringatan berbunyi, tetapi kemudian berhenti, membuat sebagian besar warga Bhopal tidak menyadari adanya bahaya besar yang mengintai. Volume gas yang dilepaskan saat Tragedi Bhopal tidak diketahui pasti, namun diperkiraan antara 20 hingga 40 ton. Selain MIC, sejumlah gas lain juga dilepaskan termasuk fosgen dan hidrogen sianida.

Banyak pekerja di pabrik yang langsung tewas saat gas merembes keluar ke Bhopal. Selain itu, banyak warga yang baru terbangun segera terpapar dan merasa seperti tersedak akibat paparan gas beracun. Ketika mencoba melarikan diri, banyak warga malah bergerak ke arah awan gas, membuat kondisi mereka semakin memburuk, dan banyak orang terinjak-injak akibat kepanikan yang terjadi.

Diperkirakan 2.000-8.000 orang tewas dalam beberapa hari setelah Bencana Bhopal. Sebagian besar dari mereka merasa tercekik karena menghirup gas, mengalami gejala nyeri pernapasan, sakit mata, dan pembengkakan otak sebelum kematiannya. Setelah bencana, sulit untuk melacak berapa banyak orang yang terpengaruh karena banyak mayat segera dikubur sebelum sempat didata.

India

Diperkirakan terdapat tambahan 8.000 orang meninggal karena efek paparan gas berkepanjangan di tahun-tahun setelah Bencana Bhopal, dan hingga 100.000 orang mengalami berbagai gangguan kesehatan seperti masalah pernafasan kronis, cacat lahir, masalah neurologis, penurunan sistem kekebalan tubuh, dan kerusakan jantung.

Pada tahun 1993, Komisi Medis Internasional Bhopal didirikan untuk membantu mengatasi berbagai masalah serta menangani efek pasca bencana yang berkepanjangan. Hasil penyelidikan bencana Bhopal menyatakan bahwa Union Carbide dinilai tidak memiliki langkah-langkah keamanan yang memadai untuk mencegah bencana seperti itu, dan bahwa kondisi peralatan pabrik yang kurang terawat membuat kecelakaan hampir tak terelakkan.

Perusahaan ini dituduh melakukan pemotongan biaya dan kurang memperhatikan keselamatan pekerja dan masyarakat sekitar. Namun pihak perusahaan membantah dan menyatakan bahwa bencana diakibatkan oleh sabotase. Hanya saja, pihak penyelidik membalas bahwa jika sistem keselamatan berjalan baik, efek bencana tidak akan sebesar itu meskipun terjadi sabotase.

Union Carbide akhirnya harus membayar ganti rugi besar kepada warga Bhopal dan pemerintah India juga menuntut CEO perusahaan atas tuduhan pembunuhan, meskipun belum pernah dilakukan persidangan untuk tuduhan itu. Daerah bencana terus terkontaminasi, dengan tanah dan air yang beracun sehingga membahayakan jika dikonsumsi. Dow Chemical, yang mengakuisisi Union Carbide pada tahun 2001, menyatakan tidak bertanggung jawab atas masalah yang telah berlangsung di Bhopal.

Bencana lain yang terjadi di abad 20 dan mengancam keselamatan manusia serta lingkungan hidup adalah bencana Chernobyl. 26 April 1986 sebuah bencana nuklir terbesar di dunia terjadi ketika Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Chernobyl meledak. Meledaknya PLTN yang berada di kota Pripyat, Ukraina, yang saat itu masih menjadi bagian dari Uni Soviet, melepaskan partikel radioaktif dalam jumlah besar ke atmosfer bumi yang kemudian menyebar ke wilayah lain Uni Soviet dan Eropa.

Bencana Chernobyl adalah insiden nuklir terburuk di dunia dalam hal kerugian finansial dan korban jiwa. Bencana ini menewaskan 31 orang dan membutuhkan 500.000 orang pekerja untuk upaya pemulihan. Selain itu, bencana ini mengakibatkan kerugian material sebesar 18 miliar rubel atau setara dengan Rp 3,5 triliun dan efek jangka panjang radiasi terhadap manusia masih terus diselidiki hingga kini.

Bencana ini diawali saat sebuah uji coba sistem dilakukan pada 26 April 1986 di reaktor nomor 4 Chernobyl yang terletak di kota Pripyat, tak jauh dari perbatasan dengan Belarus dan Sungai Dnieper.Tiba-tiba, terjadi lonjakan daya dan saat prosedur darurat untuk mematikan reaktor dilakukan, terjadi gelombang daya yang lebih besar yang memicu pecahnya reaktor dan serangkaian ledakan.

Api yang dihasilkan ledakan reaktor itu mengirim debu radioaktif ke udara dan mengirimnya ke sebagian besar wilayah Uni Soviet dan Eropa. Akibatnya, dari 1986-2000 atau selama 14 tahun, sebanyak 350.400 orang dievakuasi dan dipindahkan dari daerah-daerah yang paling terkontaminasi di Belarus, Rusia, dan Ukraina. Sebanyak 31 orang dinyatakan tewas, di antaranya adalah pegawai PLTN dan para petugas penyelamat. Namun, Komite Sains untuk Efek Radiasi Atom PBB (UNSCEAR) pada 2008 menyebut korban tewas bencana Chernobyl adalah 64 orang.

Sementara itu, Chernobyl Forum memperkirakan, korban tewas akibat radiasi nuklir bisa mencapai 4.000 orang, terutama dari ratusan ribu anggota tim penyelamat serta warga kota-kota yang paling terkontaminasi. Angka ini belum termasuk sekitar 50.000 orang yang tinggal di kawasan yang lebih luas, yang kemudian menderita kanker akibat radiasi. Dari 50.000 penderita kanker itu, separuhnya meninggal dunia.

Chernobyl

Pasca-tragedi Chernobyl, pertanyaan yang muncul kemudian adalah masa depan PLTN tersebut. Semua pembangunan reaktor 5 dan 6 dihentikan tiga tahun setelah bencana terjadi. Namun, masalah Chernobyl tak berhenti setelah meledaknya reaktor nomor 4. Reaktor yang hancur itu "disegel" dengan menggunakan 200 meter kubik beton yang ditempatkan di antara lokasi bencana dan bangunan operasional.

Meski demikian, Pemerintah Ukraina tetap mengoperasikan tiga reaktor tersisa karena terbatasnya sumber listrik di negeri tersebut. Pada 1991, turbin reaktor nomor 2 terbakar dan Pemerintah Ukraina mengumumkan reaktor itu tak bisa diperbaiki lagi dan dimatikan. Reaktor nomor 1 dimatikan pada November 1996 sebagai bagian kesepakatan antara Ukraina dan beberapa organisasi internasional, termasuk IAEA, untuk mengakhiri operasional Chernobyl. Pada 15 Desember 2000, Presiden Ukraina Leonid Kuchma mematikan sendiri reaktor nomor 3 dalam sebuah seremoni yang sekaligus mengakhiri riwayat PLTN Chernobyl.

Bencana lain yang mengancam lingkungan hidup adalah tumpahnya minyak ke laut dan samudra. Setiap tahun dicatat 14000 kasus tumpahan minyak di laut dan samudra. Rata-rata kasus tersebut berskala kecil dan tumpahan minyaknya dapat diatasi. Namun sebagiannya adalah bencana besar dan memiliki dampak menakutkan. Salah satunya adalah bencana di daerah perairan Prince William, Bligh Reef, Alaska.

24 Maret 1989, Sebuah kapal tangker milik ExxonMobil menumpahkan minyak mentah sebesar 11 juta US gallon di daerah perairan Prince William, Bligh Reef, Alaska. Tragedi tumpahan jutaan galon minyak mentah pada kawasan pantai sepanjang 1.300 mil oleh tanker atau kapal Exxon Valdez pada 24 Maret 1989 di Teluk Prince William, Alaska dan mengakibatkan kerugian dua milyar dollar untuk biaya pembersihan dan kerusakan lingkungan yang disebabkannya.

Exxon Valdez adalah sebuah kapal tanker milik ExxonMobil yang terkenal setelah kandas, menumpahkan minyak mentah sebesar 40.900 - 120,000 m3 (10.800.000 - 32,000,000US gallon), atau 257.000 - 750.000 barrel di daerah perairan Prince William, Bligh Reef, Alaska pada 24 Maret 1989. Kecelakaan ini adalah kecelakaan yang tergolong human eror, di karenakan kapten yang mengemudikan kapal dalam keadaan mabuk. Hal ini merupakaan sebagai salah satu bencana lingkungan paling dahsyat yang disebabkan oleh manusia, bahkan yang membuat kejadian ini menjadi sulit untuk ditangani adalah lokasi dari Prince William Sound tersebut yang menjadi lokasi tumpanya minyak.

Exxon Mobil

Tempat tersebut hanya dapat diakses dengan helikopter, pesawat, atau perahu, maka dari itu upaya respon dari pemerintah dan industri sulit dan berat untuk dilakukan karena pajak rencana yang ada untuk respon cukup tinggi. Daerah tersebut juga merupakan merupakan habitat salmon, berang-berang laut, anjing laut dan burung laut, dimana habitat tersebut jelas akan menjadi korban dari tumpahnya minyak ini. Diperkirakan 1 juta unggas bermigrasi dan sepertiga dari berang-berang laut dengan populasi sekitar 2.500 meninggal termasuk anjing laut dan singa laut menjadi korban.

Minyak yang awalnya diekstraksi di ladang minyak Teluk Prudhoe, pada akhirnya menutupi 1.300 mil (2.100 km) dari garis pantai, dan 11.000 mil persegi (28.000 km2) dari laut perairan Prince William, Bligh Reef,Alaska. Kasus Exxon Valdes mewakili salah satu insiden kehumasan paling buruk dalam sejarah korporasi, bukan hanya karena peristiwa itu mendatangkan efek negatif bagi kehidupan ekosistem laut dan lingkungan hidup serta kesehatan financial dan fisik dari berbagai komunitas sekitar, tetapi penanganan krisis komunikasi yang buruk di tubuh perusahaan Exxon Valdes itu sendiri.

CEO Exxon, Lawrence Rawl, membentuk tim respon perusahaan. CEO Lawrence Rawl, baru mengeluarkan pernyataan publik setelah enam hari berlalu setelah kejadian berikut (Arena,2007:112). Kemudian, Ia baru mengunjungi tempat kecelakaan setelah dua minggu kemudian. Menurut James E. Lukaswezski anggotan PRSA “Exxon Valdes menjadi sinonim bagi penanganan keliru dalam respon bencana lingkungan hidup dan komunikasi perusahaan seputar peristiwa itu”. Penanganan krisis yang tidak maksimal sangat mempengaruhi citra dan reputasi Perusahaan.

Exon Valdes saat melakukan penumpahan minyak menewaskan ribuan burung dan berang-berang, ratusan anjing laut dan elang dan merusak mata pencaharian banyak nelayan. Meskipun demikian, penanganan yang dilakukan sangat lamban sehingga mendatangkan kekecewaan masyarakat. Disisi lain perusahaan terkesan menghindari tanggung jawab yang semestinya disampaikan oleh Perusahaan kepada stakeholders atau publik, mereka cendrung tidak transparan untuk mengakui dan meralat kesalahan yang telah menyebabkan kerugian besar ini. Sekalipun mereka menegaskan bahwa mereka akan bertanggung jawab.

Tags