Okt 09, 2018 13:42 Asia/Jakarta
  • Masjid Kubah Sakhrah di Palestina.
    Masjid Kubah Sakhrah di Palestina.

Seperti yang kami katakan pada sesi sebelumnya, masjid adalah rumah Allah Swt dan Dia akan menjamu setiap tamunya dengan belaian kasih sayang dan rahmat. Kaum Muslim dengan khusyu' bersimpuh di hadapan Allah Swt dan mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada-Nya. Doa tidak lain hanyalah ketertarikan ke arah Sang Pencipta dan ia ibarat seutas tali yang menghubungkan seorang hamba dengan Tuhan.

Rasulullah Saw sendiri selalu memperbanyak doa dan munajat serta mengajak orang lain untuk berdoa dan meminta hajatnya kepada Allah. Dalam doa, seorang Muslim akan menyampaikan hajatnya dan memohon kebutuhannya kepada Allah. Doa seorang hamba tidak terbatas pada kebutuhan materialnya, tapi dia juga memohon kebutuhan spiritualnya kepada Allah, dan derajat tertinggi dari doa adalah memohon rahmat dan ridha Allah.

Manusia yang telah mencapai derajat spiritual yang tinggi dan kedekatan dengan Allah Swt, maka kasih sayang Tuhan telah menyelimuti seluruh wujudnya dan menyingkirkan setiap pemikiran selain berpikir tentang Tuhan, dan tidak mencari apapun kecuali keridhaan-Nya. Rasulullah Saw dalam sebuah doa berseru, "Ya Allah, aku memohon kasih sayang-Mu dan kasih sayang kepada orang-orang yang mencintai-Mu, dan aku meminta kepada-Mu agar aku berada dalam kasih sayang-Mu dalam setiap pekerjaan yang aku lakukan." (Kanzul Ummal)

Masjid adalah tempat terbaik untuk berdoa dan bermunajat kepada Allah. Doa – permohonan dengan khusyu' dan kerendahan hati – adalah media terbaik untuk berkomunikasi dengan pencipta alam semesta. Masjid juga merupakan tempat yang istimewa bagi Allah dan tempat turunnya rahmat. Oleh karena itu, kaum Muslim dalam setiap kesempatan khususnya pada kondisi tertentu, mendatangi masjid dan menyibukkan dirinya dengan doa.

Keyakinan kaum Muslim ini tergambar jelas dalam kisah Abu Lubabah bin Abdul Mundzir, yang mencari tempat perlindungan ke Masjid Nabawi. Abu Lubabah adalah orang yang berbuat kesalahan dalam perang dengan Bani Quraizhah di sekitar Madinah, dan ia dengan ceroboh membocorkan rencana Rasulullah Saw terkait orang-orang Yahudi Bani Quraizhah. Setelah menyadari kesalahannya, ia langsung lari ke masjid dan mengikatkan tubuhnya pada salah satu tiang hingga Allah menerima taubatnya.

Pada permulaan Islam, orang-orang yang melakukan kesalahan dan membutuhkan pengampunan Allah, mereka langsung bersimpuh di masjid. Sebab, masjid adalah tempat turunnya rahmat Allah dan keyakinan seperti ini dibenarkan oleh Rasulullah Saw. Beliau mengabarkan Ummu Salamah bahwa Allah sudah mengampuni Abu Lubabah. Ketika berita ini sampai ke masjid, orang-orang datang untuk membuka ikatan tali di tubuh Abu Lubabah.

Namun, Abu Lubabah menolaknya dan berkata, "Tidak. Aku tidak akan membuka ikatanku sebelum Rasulullah datang membukanya." Tak lama setelah itu, Rasulullah pun datang membukanya.

Pada dasarnya, tidak ada waktu dan tempat khusus untuk berdoa dan bermunajat kepada Allah. Di setiap saat dan di mana saja, kita bisa membangun hubungan dengan Sang Pencipta. Tapi, sebagian waktu dan tempat memiliki keistimewaan dari waktu dan tempat-tempat lain. Pada suatu hari, Rasulullah Saw bertanya kepada Malaikat Jibril, "Tempat manakah yang lebih dicintai di sisi Allah?" Jibril menjawab, "Masjid." Jadi, berdoa di tempat yang dicintai Allah akan memiliki keutamaan yang lebih besar.

Diriwayatkan, pada suatu hari Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as menyaksikan seseorang duduk mengiba di depan pintu rumah orang lain. Imam lalu bertanya kepadanya, "Apa yang membuatmu duduk di pintu rumah orang zalim ini? Ia menjawab, "Aku sedang ada masalah." Imam berkata, "Bangkitlah, sekarang aku akan menunjukkan sebuah pintu yang lebih baik dari pintu rumah ini, dan membimbingmu kepada Allah yang akan bersikap lebih baik kepadamu daripada orang tersebut."

Imam Sajjad membawa orang miskin itu ke Masjid Nabawi dan berkata, "Menghadaplah ke kiblat dan dirikanlah shalat dua rakaat. Kemudian berdoalah kepada Allah Yang Maha Perkasa, pujilah Dia dan sampaikanlah shawalat kepada utusan-Nya. Berdoalah kepada Allah dengan membaca ayat-ayat terakhir surat al-Hashr, enam ayat permulaan surat al-Hadid, dan dua ayat surat Ali 'Imran, mintalah kepada Allah hajatmu dan Dia akan mengabulkan apa yang kamu minta."

Imam Jakfar Shadiq as juga mengimbau para pengikutnya untuk mendatangi masjid kala menghadapi kesulitan dan kesusahan. Pertama mendirikan shalat dan kemudian berdoa untuk mengatasi kesulitannya. Imam Shadiq berkata, "Ayahku, Imam Muhammad Baqir meminta hajatnya kepada Allah ketika dzuhur. Setiap kali ia punya hajat, pertama-tama ia akan memberi sedekah di jalan Allah dan kemudian bergegas ke masjid dan meminta hajatnya kepada Allah di sana."

Masjid Buratsa Baghdad.

Sejarah Masjid Buratsa di Baghdad

Masjid Buratsa adalah salah satu masjid terpenting di kota Baghdad. Menurut beberapa sumber sejarah, Imam Ali as ketika pulang dari perang melawan Khawarij, berniat singgah sejenak di daerah Buratsa. Di situ, seorang pendeta datang menghampirinya sambil berkata, "Engkau dan pasukanmu tidak boleh singgah di tempat ini." Imam Ali lalu bertanya tentang alasannya.

Pendeta tersebut mengatakan, "Karena tidak ada yang singgah di daerah ini dengan pasukannya, kecuali dia adalah seorang nabi atau seorang pengganti nabi yang berjuang di jalan Allah. Hal ini tertulis dalam kitab kami." Imam Ali lalu menjawab, "Aku adalah pengganti dan khalifah dari pemimpin para nabi." Sang pendeta berkata, 'Aku mendengar sifatmu dalam Injil dan engkau akan turun di kawasan Buratsa, di mana merupakan rumah Sayidah Maryam as dan tempat Isa al-Masih as."

Kemudian Amirul Mukminin turun di kawasan tersebut dan beliau menghentakkan kakinya di atas tanah, kemudian muncullah mata air. Imam berkata ini adalah mata air Maryam yang muncul untuknya. Kemudian beliau melanjutkan, galilah di sini seukuran tujuh lengan. Kemudian para sahabat beliau menggali tempat tersebut dan muncullah batu putih. Imam mengatakan, di atas batu inilah Maryam melahirkan putranya Isa as, dan beliau melaksanakan shalat di tempat ini. Imam Ali lalu berkata, kawasan Buratsa adalah rumah Maryam dan hanya Allah Swt-lah yang mengetahui hakikat sesuatu.

Imam Ali as dan pasukannya menetap di Buratsa selama empat hari. Karena nilai sejarah, para pecinta dan pengikut Imam Ali as membangun sebuah masjid di tempat tersebut dan menganggap tempat itu suci. Selama era kekuasaan Bani Umayyah dan Abbasiyah, Masjid Buratsa menjadi salah satu tempat berkumpul yang paling penting bagi para pecinta Ahlu Bait as.

Selama kekuasaan Al-Muqtadir Billah, khalifah Abbasiyah, keramaian di masjid ini mencapai puncaknya, dan hal ini mengundang kedengkian dan permusuhan dari beberapa orang picik. Mereka kemudian datang menghadap penguasa dan mengatakan bahwa Imam Ali as tidak pernah singgah di tempat tersebut.

Mereka menghasut Al-Muqtadir untuk menghancurkan masjid dan berkata, kaum Rafidhi telah berkumpul di masjid itu dan ingin melakukan pemberontakan terhadap khalifah. Al-Muqtadir kemudian memerintahkan penghancuran Masjid Buratsa. Masjid ini dibangun kembali pada masa kekhalifahan Ar-Razi Billah pada tahun 329 Hijriyah. Masjid Buratsa sudah mengalami renovasi beberapa kali. Pada tahun 2006, masjid ini diserang oleh kelompok teroris yang menggugurkan 69 jemaah shalat dan menciderai 130 lainnya.

Di sepanjang sejarah, Masjid Buratsa selalu menyita perhatian kaum Muslim terutama para pecinta Ahlul Bait, dan banyak ulama lahir di daerah Buratsa atau dikuburkan di sekitar masjid tersebut, sesuai dengan surat wasiat mereka. Para ulama besar seperti Sheikh Mufid senantiasa menjadikan masjid tersebut sebagai tempat ibadah dan kelas mengajar. (RM)