Jun 03, 2019 16:45 Asia/Jakarta
  • Imam Khomeini ra.
    Imam Khomeini ra.

Hari terakhir bulan Ramadhan tahun ini bertepatan dengan hari wafatnya Imam Khomeini ra, Bapak Pendiri Republik Islam Iran. Kesempatan ini kita gunakan untuk melihat kembali pandangan beliau tentang bulan Ramadhan.

Dengan berpedoman pada ayat-ayat al-Quran dan riwayat, Imam Khomeini menganggap Ramadhan sebagai bulan perjamuan Tuhan dan syarat menghadiri perjamuan ini adalah meninggalkan hawa nafsu. Perjamuan Tuhan di alam materi berarti kita menahan diri dari seluruh syahwat duniawi. Orang-orang yang diundang ke perjamuan ini perlu mengetahui bahwa perjamuan Tuhan berarti menutup mata dari syahwat dan meninggalkan godaan-godaan hawa nafsu.

Menurut Imam, jika hawa nafsu masih mengekang manusia, berarti ia belum memasuki perjamuan Tuhan dan jika pun telah masuk, ia tidak memperoleh manfaat yang semestinya.

Dalam hal ini, Imam Khomeini menerangkan, "Semua telah diundang ke perjamuan Ilahi, semua menjadi tamu Allah Swt. Jika manusia masih mengikuti hawa nafsunya, berarti dia belum sampai ke perjamuan ini dan jika pun sudah sampai, ia tidak mencicipinya. Semua kegaduhan yang kalian saksikan di dunia karena mereka tidak memanfaatkan perjamuan ini dan menolak menjadi tamu Allah. Jadi berusahalah untuk menyambut undangan ini." (Shahifah Nur, jilid 21, hal 45)

Menurut tokoh revolusioner ini, membaca al-Quran dan doa-doa bulan Sya'ban dan Ramadhan adalah cara yang tepat untuk meraih keutamaan dan berkah Ramadhan secara optimal. Doa-doa bulan Sya'ban dan Ramadhan adalah penuntun jalan kita ke tempat tujuan.

Dalam perspektif Imam Khomeini, hari raya Idul Fitri akan menjadi milik orang-orang yang berhasil memperbaiki dirinya di bulan Ramadhan. Orang yang sukses memperbaiki dirinya memandang peristiwa di dunia ini sebagai hal yang cepat berlalu baik itu kemenangan atau kekalahan maupun kesenangan atau kesusahan.

"Perlu dicatat bahwa hari raya akan menjadi milik kalian jika kalian berpisah dengan perjamuan ini dengan benar. Hari raya adalah milik orang yang telah memperoleh manfaat dari perjamuan ini. Sebagaimana kita harus meninggalkan syahwat lahiriyah, maka syahwat batin yang menjadi penghalang utama jalan manusia juga harus dicegah," jelas Imam Khomeini.

Imam Khomeini ra.

Bulan Ramadhan memberi manusia kesempatan untuk memperbaiki dan mensucikan dirinya. Imam berkata, "Di bulan Ramadhan, kita butuh memperbaiki diri, butuh untuk mensucikan diri. Para nabi juga membutuhkan ini, tetapi mereka memahami kebutuhannya dan memenuhi kebutuhan itu. Namun, kita terhalang hijab dan tidak mampu memahaminya dan kita tidak menunaikan kewajiban kita. Berkah Ramadhan tercapai ketika kita menunaikan kewajiban-kewajiban kita." (Shahifah Nur, jilid 18, hal 480)

Imam Khomeini meyakini makna dari puasa hakiki adalah tidak melakukan penindasan dan juga tidak menerima penindasan. Beliau berkata, "Jika di bulan Ramadhan ini, kaum Muslim secara berjamaah telah memasuki perjamuan Tuhan dan membersihkan dirinya, maka mustahil bagi mereka akan menerima penindasan. Tunduk pada kezaliman sama seperti membiarkan orang zalim melakukan penindasan; semua ini bersumber dari tidak adanya tazkiyatun nafs. Jika kita sudah mencapai tazkiyatun nafs, kita tidak akan menerima kezaliman dan orang zalim. Ini semua karena kita belum bersih." (Shahifah Nur, jilid 18, hal 499)

Bapak Pencetus Revolusi Islam ini menaruh perhatian khusus pada bulan Ramadhan dan mempersiapkan diri sebelum memasuki bulan ini yaitu; memperbaiki diri, mengendalikan hawa nafsu, menyucikan jiwa, mengubah kondisi lahir dan batin dari sebelumnya, bertaubat, dan menyiapkan diri untuk bermunajat kepada Allah.

Di antara kegiatan khusus Imam Khomeini ra selama Ramadhan adalah fokus pada ibadah dan shalat tahajud. Beliau memandang ibadah sebagai sarana untuk meraih cinta Ilahi dan dalam konteks ini, ibadah tidak boleh dilihat sebagai sarana untuk meraih surga.

Salah satu ibadah khusus di bulan Ramadhan adalah membaca al-Quran yang dibarengi dengan tadabbur dan memperhatikan makna dan tafsirnya. Di setiap waktu walaupun singkat, beliau selalu menggunakannya untuk membaca kitab suci ini, dan kegiatan ini bahkan dilakukan beberapa menit sebelum waktu berbuka tiba. Ulama besar ini juga membaca al-Quran selepas shalat malam sampai waktu subuh.

Salah seorang sahabatnya di kota Najaf, Irak mengisahkan bahwa di bulan Ramadhan, Imam Khomeini setiap harinya membaca 10 juz al-Quran, artinya setiap 3 hari beliau mengkhatamkan bacaan al-Quran.

Doktor Fathimah Thabathabai, menantu Imam Khomeini menuturkan, "Saat kami bersama Imam di Najaf, mata beliau sakit. Setelah dokter memeriksanya, ia berkata kepadanya, 'Anda jangan membaca al-Quran dalam waktu beberapa hari dan istirahatkan mata Anda.' Mendengar itu, Imam tersenyum dan berkata, "Dokter! Aku menginginkan mataku untuk membaca al-Quran. Apa gunanya aku punya mata tapi tidak membaca al-Quran? Lakukan-lah sesuatu sehingga aku bisa membaca al-Quran.”

Tadarus di Masjid Imam Shafi'i di Iran.

Di salah satu nasihatnya, Imam berkata, "Wahai anakku! Kenalilah al-Quran, kitab besar makrifat ini, bukalah jalan ke arah Sang Kekasih dengan membacanya dan jangan mengira bahwa membaca tanpa makrifat, tidak memiliki pengaruh apapun, ini adalah godaan syaitan. Kitab ini datang dari Sang Kekasih untuk kalian dan untuk semua. Meskipun kalian tidak mengerti maknanya, namun kasih sayang Tuhan akan datang menyapa dan mungkin merangkul tangan kalian."

Shalat tahajud dan menghidupkan malam merupakan salah satu rutinitas Imam Khomeini di sepanjang hidupnya, terlebih di bulan Ramadhan. Salah seorang sahabatnya berkata, "Ketika aku memasuki kamar Imam di tengah malam, aku melihat beliau sedang khusyu' dalam ibadah dan shalat, aku berpikir sungguh malam ini Lailatul Qadar. Kegiatan seperti ini tidak hanya dilakukan pada satu malam atau dua malam saja, tetapi di sepanjang usianya. Imam tidak pernah meninggalkan shalat malam selama 50 tahun dan bahkan salah seorang pegawai kantornya berkata, 'Imam mendirikan shalat malam dalam kondisi sehat, sakit, dalam penjara, dalam pengasingan dan bahkan di atas ranjang rumah sakit.'"

Imam Khomeini memiliki program khusus untuk beribadah dan menghidupkan malam-malam di bulan Ramadhan. Berikut kami nukilkan kesaksian salah seorang pengawalnya, "Di suatu malam bulan Ramadhan, tanpa sengaja aku melintas di depan kamar Imam untuk sebuah pekerjaan, di sana aku mendengar suara tangisan beliau yang larut dalam munajat dan aku terbawa suasana itu, bagaimana Imam bisa bermunajat di tengah malam seperti ini dengan Tuhannya."

Imam Khomeini memandang malam Lailatul Qadar sebagai malam turunnya al-Quran dan mengajak semua orang untuk menghidupkan malam-malam itu. Beliau berkata, "Di bulan ini kita harus berbeda dengan bulan-bulan lain dan Insya Allah kita mendapatkan Lailatul Qadar, seluruh kebahagiaan dunia ada di malam ini dan oleh sebab itu, ia lebih mulia dari seluruh malam di dunia."

Imam juga sangat konsisten melakukan shalat-shalat sunnah di bulan Ramadhan dan mengingatkan orang-orang untuk melakukannya. Dikisahkan bahwa Imam tetap berpuasa di tengah suhu panas kota Najaf, meskipun sudah tua dan lemah, beliau tidak akan berbuka puasa sebelum menunaikan shalat magrib dan shalat sunnah. Beliau juga menghidupkan malam sampai subuh dengan shalat dan munajat. (RM)

Tags