Amerika, Imperial Rasis (4)
Sebelumnya kita membahas mengenai contoh kekerasan polisi Amerika Serikat terhadap warga kulit hitam. Pada kesempatan kali ini, kami akan memaparkan sejumlah tindakan kekerasan dan rasis polisi Amerika terhadap warga kulit merah (Indian) dan warga keturunan Amerika Latin.
Perilaku kekerasan warga AS kulit putih dan militernya yang merupakan imigran Inggris serta Eropa terhadap etnis kulit merah yang merupakan penduduk pribumi Amerika memiliki sejarah panjang dan kembali sejak era pembentukan Amerika Serikat. Mengingat sejarah ini, maka polisi Amerika sejak pembentukannya memiliki pendekatan rasis dan keras terhadap warga kulit merah negara ini. Pendekatan seperti ini masih terus berlanjut sampai saat ini.
Saat ini, etnis kulit merah bukan saja menjadi korban diskriminasi dan kekerasan polisi Amerika, tapi mereka juga dijadikan kelinci percobaan di laboratorium rahasia militer Amerika. Seperti dilaporkan laman CNN tahun 2004, pemerintah Amerika melakukan uji coba berbahaya radioaktif terhadap sekelompok warga kulit merah. Mereka tak ubahnya sebuah kelinci percobaan.
Buku Wajah Telanjang AS karya Roger Cans mengisyaratkan pendekatan zalim dan pelanggaran janji pemerintah Amerika terhadap kontrak yang mereka tandatangani dengan etnis kulit merah. Buku ini menyebutkan, "Sejak Amerika Serikat terbentuk sampai saat ini, lebih dari 400 ribu perjanjian ditandatangani dengan etnis kulit merah dan pemerintah Amerika tidak satu pun menjalankan perjanjian tersebut."
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, warga kulit merah adalah penduduk asli benua Amerika yang kemudian tanah air mereka diserang oleh orang kulit putih Eropa, terutama Inggris dan akhirnya menguasai tempat hidup dan tanah air mereka. Karena itu, orang-orang Indian terpaksa pindah dari bagian timur laut Amerika Serikat, yang sebelumnya adalah tempat mereka tinggal, ke tempat tinggal di selatan dan barat daya negara itu.
Akibat pengusiran paksa ini, dan kebijakan yang dipaksakan oleh pemerintah AS, orang-orang Indian kehilangan kehidupan adat dan kesukuan mereka, dan karena mereka tidak pernah sepenuhnya menyesuaikan diri dengan budaya dan modernitas kulit putih, mereka menjadi frustrasi secara umum.
Saat ini, banyak orang Indian Amerika tidak mampu dan menderita masalah seperti tunawisma dan kecanduan. Dalam keadaan ini, bentrokan polisi AS dengan orang-orang Indian tetap sama dengan minoritas lain, bersifat rasis dan kekerasan, sampai pada titik di mana polisi bahkan membunuh orang-orang Indian. Di antara para korban dari pendekatan ini adalah Kelly Thomas, warga Indian yang tidak memiliki rumah dan menderita penyakit skizofrenia serta tinggal di jalanan Fullerton, California. Pada 5 Juli 2011, ia ditembak dengan sengatan listrik oleh enam petugas kepolisian dengan dalih menentang penangkapan dan dipukuli secara brutal dengan tongkat.
Dalam sebuah video yang dirilis dari adegan enam polisi Fullerton yang menyerang Thomas, sementara polisi membantingnya ke lantai, polisi menyetrum listrik setidaknya lima kali dan memukulnya dengan tongkat ke kepala dan wajahnya berkali-kali. Akibat pemukulan dan penyiksaan polisi ini, Thomas mengalami koma dan sejak itu ia tidak lagi bisa sadar.
Contoh lain dari kekerasan polisi Amerika terhadap orang-orang Indian adalah penembakan Ian Birk, polisi kulit putih terhadap John Williams, kulit merah yang juga seorang seniman tuna rungu di jalan di kota Seattle pada 30 Agustus 2010. John Williams menghidupi dirinya dengan menjual lukisan tradisional dan kerajinan tangan di jalan Seattle.
Sesuai dengan undang-undang AS, polisi berhak untuk memberikan peringatan tiga kali kepada orang yang membawa senjata di jalan dan mengancam warga yang lain agar ia meletakkan senjatanya. Bila ia tidak melakukannya, polisi berhak menembaknya. Tapi Ian Birk, polisi Seattle langsung menembak John Williams, seniman kulit merah hanya dikarenakan memegang pisau untuk menajamkan pena kayunya, sebelum juga sempat menjelaskan dengan isyarat bahwa pekerjaan yang dilakukannya tidak mengancam orang lain. Polisi mengklaim bahwa John Williams telah mendapat peringatan tiga kali dan dengan itu mereka membenarkan kematiannya di tangan polisi.
Penelitian independen menunjukkan bahwa data statistik aktual pembunuhan akibat kebrutalan polisi di tengah masyarakat Amerika jauh lebih tinggi daripada yang diberikan oleh otoritas resmi, dimana saham para korban kulit hitam, Latin dan Indian jauh lebih tinggi daripada populasi mereka bila dibandingkan dengan warga kulit putih.
Berdasarkan hasil studi bersama para tim peneliti dan psikolog Universitas Cornel dan Washington pada bulan Agustus 2018 yang dipublikasikan oleh majalah American Journal of Public Health, rata-rata polisi Amerika setiap harinya membunuh 3 orang dan setiap tahunnya lebih dari 1.000 orang. Studi ini menunjukkan risiko aktual kematian akibat penembakan polisi Amerika dua kali lipat dari data statistik resmi kementerian kehakikan negara ini.
Salah satu alasan dari perbedaan signifikan ini adalah polisi tidak wajib memberikan informasi terkait kematian yang ada hubungannya dengan polisi pemerintah federal. Selain itu, kantor-kantor polisi terkadang memanipulasi informasi yang ada.
Berdasarkan studi bersama tim peneliti dan psikolog Universitas Cornel dan Washington jumlah sebenarnya kematian akibat kekerasan polisi Amerika Serikat dari tahun 2012-2018 mencapai 9795 orang, dimana 88 persen dari jumlah tersebut adalah para korban. Studi ini juga menunjukkan bahwa laki-laki kulit hitam dan keturunan Latin lebih banyak berada dalam bahaya ini, sehingga bahaya kematian pria kulit hitam akibat kekerasan polisi mencapai 1,9 hingga 2,4 sementara pria keturunan Latin dari 0,8 hingga 1,2 padahal pria kulit putih hanya 0,6 hingga 0,7 dari setiap 100 ribu orang.
Dengan penjelasan yang lebih mudah, pria kulit hitam di Amerika Serikat lebih dari tiga kali lipat dari laki-laki kulit putih berada dalam bahaya dibunuh polisi. Sementara itu, pria keturunan Latin juga lebih dua kali lipat ketimbang pria kulit putih berada dalam bahaya kekerawsan polisik Amerika Serikat. Sturi tersebut juga menunjukkan bahwa angka kematian warga minoritas oleh polisi di pelbagai negara bagian berbeda-beda.
Sebagai contoh, risiko kematian warga kulit hitam oleh polisi paling besar terjadi di negara bagian Oklahoma, sementara di New Mexico, warga keturunan Latin yang lebih banyak menjadi korban kekerasan polisi. Selain itu, wanita kulit hitam, keturunan Latin dan Alaska lebih rawan menderita aksi kekerasan bila dibandingkan wanita kulit putih.
Berdasarkan laporan pusat Mapping Police Violence, 13 persen korban kekerasan polisi Amerika Serikat pada tahun 2017 berasal dari warga keturunan Latin. Angka ini menunjukkan kekerasan polisi yang semakin meningkat terhadap kelompok minoritas. Sesuai dengan prediksi populasi, warga keturunan Latin sampai saat ini telah melewati populasi kulit hitam dan menjadi minoritas terbesar di Amerika Serikat dan hingga tahun 2050, warga keturunan Latin akan menjadi mayoritas populasi negara ini.
Sementara bila sesuai dengan proses ini, semestinya warga keturunan Latin setiap harinya memainkan peran lebih baik di arena politik dan ekonomi Amerika, tapi ternyata dalam kenyataannya tidak demikian. Keturunan Latin di Amerika sama seperti nenek moyangnya di dekade-dekade lalu berimigrasi dari Amerika Latin ke Amerika Serikat dengan harapan dapat meraih kehidupan yang lebih baik. Mereka adalah warga pekerja keras, tapi di saat yang sama tetap miskin. Kebanyakan dari mereka tetap berada di profesi rendahan dan penuh risiko dengan bekerja kepada para kulit putih AS.
Warga keturunan Latin Amerika biasanya berprofesi seperti buruh bangunan, buruh musiman di perkebunan dan memetik buah, kebersihan, buruh restoran, pembersih kaca di gedung pencakar langit dan lain-lain, dan mereka tinggal di kawasan miskin yang tidak mempunyai kondisi kesehatan yang baik. Selain itu, sebagian dari warga keturunan Latin yang berimigrasi ke Amerika Serikat adalah ilegal, mereka tinggal di daerah yang prosentasi kejahatannya tinggi.
Menurut polisi, mereka selalu dipandang sebagai kriminal. Sementara kebanyakan dari mereka adalah pekerja efektif dan murah, namun karena dibutuhkan oleh para pemodal dan pemilik perusahaan besar dan kecil di Amerika, mereka akhirnya diberi hak tinggal dan bekerja di AS dan setelah mendapat kewarganegaraan AS, perlahan-lahan mereka menjadi minoritas terbanyak yang ada di negara ini.