Islamophobia di Barat (30)
Masjid adalah rumah ibadah dan tempat suci bagi kaum muslim. Di setiap kota dan daerah yang mereka tinggali, kaum muslim biasanya mendirikan masjid sebagai rumah ibadah dan madrasah pendidikan agama.
Jika tidak mungkin mendirikan masjid, mereka akan membangun mushalla untuk keperluan ibadah dan berkumpul. Ibadah khususnya shalat memiliki tempat khusus dalam Islam. Shalat adalah salah satu dari rukun Islam dan kaum muslim menunaikan kewajiban ini pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Mereka biasanya akan mendirikan shalat secara berjamaah di masjid atau mushalla.
Salah satu sasaran serangan kubu anti-Islam di Barat adalah masjid dan pusat kegiatan masyarakat muslim. Serangan terhadap masjid terjadi hampir setiap pekan di negara-negara Barat. Serangan ini bersifat terencana dan bertujuan untuk memadamkan syiar-syiar Islam, mengucilkan komunitas muslim, dan pada akhirnya mengusir mereka dari Barat.
Organisasi Komunitas Muslim Jerman (IGMG) menyatakan bahwa angka serangan anti-muslim meningkat di negara itu dan ini menjadi sinyal alarm bagi para pemimpin Jerman. Sekretaris Jenderal IGMG, Bekir Altas dalam sebuah pernyataan mengatakan, Islamophobia harus diperangi dengan tegas.
Altas menuturkan jumlah sebenarnya kejahatan anti-muslim cenderung jauh lebih besar, karena ada banyak kasus yang tidak dilaporkan. Menurutnya, orang-orang muslim merasa bahwa polisi Jerman tidak serius menanggapi kekhawatiran mereka.
Dia mengkritik serangan terhadap masjid dan pusat-pusat Islam yang terus meningkat di Eropa. "Serangan terhadap masjid dalam beberapa pekan terakhir meningkat secara dramatis. Warga Muslim khawatir dan salah satu alasan kekhawatiran ini adalah sikap diam komunitas internasional dalam menyikapi peristiwa ini," ungkap Atlas.
"Sebuah masjid baru-baru ini diserang di kota Aachen dan Fiersen. Insiden seperti ini juga terjadi di bagian lain Eropa seperti Prancis. Misalnya, para penyerbu menyerang sebuah masjid di Bordeaux, Prancis, dan menulis kalimat-kalimat bernada ancaman di dinding masjid," jelasnya.
Atlas menekankan bahwa serangan terhadap masjid harus dilawan, dan menurutnya, insiden ini terjadi karena dinas-dinas keamanan dan pemerintah Eropa tidak menindak tegas pelaku kejahatan ini. Oleh karena itu, serangan ini terus terulang dan menyebar ke kota-kota lain.
Jerman menjadi salah satu negara yang banyak menerima pencari suaka dalam beberapa tahun terakhir. Pada saat bersamaan, partai-partai ekstrem kanan dan anti-Islam seperti PEGIDA dan Partai Alternatif untuk Jerman (AfD) menikmati popularitas di masyarakat.
Jerman masuk dalam daftar negara-negara Eropa yang paling anti-Islam, padahal jumlah Muslim hanya 5,5 persen dari total populasi Jerman yang mencapai 82 juta jiwa.
Konstitusi Jerman menjamin kebebasan beragama dan pembangunan lembaga keagamaan dan sekolah agama. Saat ini ada 18 masjid resmi di Jerman yang sejak awal dibangun sebagai masjid. Pusat-pusat keagamaan muslim diperkirakan berkisar antara 1.000 hingga 1.200 unit. Sebagian besar lembaga ini bersifat sementara dan sebagian besar berlokasi di gedung sewaan, pabrik atau gudang.
Masjid-masjid penting di Jerman bisa ditemui di kota Mannheim, Hamburg, Berlin, Marl, Dortmund, Cologne, Welsling, Bonn, Frankfurt, Zingen, dan Pforzheim. Tentu saja, masjid-masjid di kota Aachen dan Munich juga dianggap sebagai masjid penting di Jerman.
Sebagian besar masjid ini tidak terawat dengan baik, jauh dari pusat kota, dan umumnya berada di wilayah industri. Dengan semua pembatasan, masyarakat muslim berusaha menahan diri terhadap kelompok anti-Islam dan tidak bertindak dengan cara yang melanggar hukum Jerman. Dengan semangat persahabatan dan damai ini, mereka mampu menarik simpati banyak warga Jerman untuk melawan kelompok anti-Islam dan anti-imigran di negara itu.
Pada 3 Februari 2018, demonstran pro dan anti-imigran berunjuk rasa di kota Cottbus, Jerman. Sekitar 600 demonstran menyerukan penerimaan imigran dan keterbukaan, sementara kerumunan yang lebih besar menentang kehadiran imigran dan meneriakkan slogan-slogan anti-Islam.
Para demonstran anti-imigran juga terlihat memegang spanduk bertuliskan, "Merkel harus pergi" mengacu pada keputusan Kanselir Angela Merkel yang mengizinkan hampir satu juta pengungsi untuk menetap di Jerman selama krisis pengungsi 2015.
Di sisi lain, demonstran pro-imigran menyerukan hidup damai dan tanpa kebencian. Mereka menyuarakan slogan "Live Without Hate" dan menentang sikap anti-imigran sambil mengangkat balon dan bunga.
Kota Cottbus telah menjadi berita utama sejak pergantian tahun 2018 setelah serangkaian serangan kekerasan antara sebagian penduduk setempat dan pengungsi. Pada malam tahun baru, sekelompok penduduk setempat menyerang kamp penampungan imigran di kota tersebut.
Gelombang kekerasan ini mendorong Menteri Dalam Negeri Brandenburg, Karl-Heinz Schroter untuk menunda masuknya pengungsi ke Cottbus sampai pemberitahuan lebih lanjut. Dia mengatakan langkah ini diperlukan untuk meredakan ketegangan di kota tersebut. "Kalau tidak, iklim ini hanya akan bertambah buruk," ujarnya.
Juru bicara pemerintah kota Cottbus, Jens Glossmann mengatakan, "Anda bisa mengatakan ada terlalu banyak perubahan, terlalu cepat."
Dalam dua tahun terakhir, jumlah pengungsi di kota berpenduduk 100.000 jiwa ini hampir dua kali lipat, dari 4,5 menjadi 8,5 persen. "Saya akui, lebih banyak yang bisa dilakukan untuk memberi informasi yang lebih baik kepada penduduk setempat," ujar Glossmann.
Menurutnya, penduduk Cottbus kurang berpengalaman dalam menghadapi imigran dibandingkan dengan kota-kota besar di barat Jerman, dan hal ini mengundang sambutan dingin dari mereka. Kebanyakan warga setempat memandang imigran sebagai "orang asing."
Banyak warga Jerman sayangnya tidak mengenal Islam dengan benar. Pemerintah dan media-media Jerman juga memberikan gambaran keliru tentang muslim dan mengesankan Islam sebagai agama yang kasar dan ekstrem.
Rasulullah Saw adalah penyeru rahmat dan kasih sayang. Ia dikenal sebagai rahmatan lil 'alamiin atau Rasul pembawa rahmat bagi seluruh alam. Allah Swt berfirman, "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (Surat al-Anbiya, ayat 107)
Umat manusia – baik muslim maupun kafir – semua berhutang budi pada Rasulullah Saw sebagai pembawa rahmat, karena ia menyebarkan sebuah ajaran yang akan menyelamatkan mereka. Rahmat ini bersifat umum dan untuk semua orang meskipun ada golongan yang menerimanya dan juga ada golongan yang menolak seruannya.
Kalimat Lil 'Alamiin memiliki pemahaman yang sangat luas yang meliputi seluruh umat manusia di sepanjang masa. Ayat tersebut juga merupakan sebuah isyarat bahwa Rasulullah Saw adalah nabi terakhir dan penutup para nabi (Khatam al-Anbiya').
Keberadaan Nabi Muhammad Saw adalah rahmat bagi seluruh umat manusia sampai hari kiamat. Lalu, apakah agama yang memiliki sosok mulia seperti ini, dapat menjadi penyebar kekerasan dan ekstremisme? (RM)