Jul 25, 2019 17:14 Asia/Jakarta
  • Presiden al-Sisi (kiri), Raja Salman (tengah) dan Presiden Trump meresmikan pusat anti-terorisme baru di Riyadh pada Mei 2017.
    Presiden al-Sisi (kiri), Raja Salman (tengah) dan Presiden Trump meresmikan pusat anti-terorisme baru di Riyadh pada Mei 2017.

Masalah Palestina dan kejahatan rezim Zionis Israel memasuki fase baru setelah Donald Trump berkuasa di AS pada 2016. Pemerintah AS mulai mengubah kebijakannya terkait Palestina dan meningkatkan dukungan kepada Israel.

Pendekatan baru ini menolak solusi dua negara Obama untuk mengakhiri konflik, dan menekankan pembentukan pemerintahan Zionis dengan ibukota Quds. Perubahan sikap Gedung Putih soal Palestina bisa dibaca dari kunjungan Trump ke Tembok Ratapan dan pemindahan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Quds.

Poros perlawanan menguat setelah pecahnya kebangkitan Arab pada 2011 dan jatuhnya para diktator yang merupakan sekutu rezim Zionis, bersama dengan kekalahan Front Barat-Zionis-Saudi di Suriah dan Irak. Perkembangan regional ini memicu kekhawatiran serius Tel Aviv. Salah satu alasan AS meningkatkan dukungannya kepada Israel adalah untuk memperkuat mental para pemimpin Zionis, yang menganggap transformasi regional tidak menguntungkan mereka.

Setelah Trump berkuasa, kebijakan resmi AS soal pengakuan Quds sebagai ibukota rezim Israel resmi diumumkan. Para pemimpin AS dan Zionis mengklaim mereka memiliki prakarsa baru untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Prakarsa itu disebut “Kesepakatan Abad” untuk mengakhiri perseteruan Palestina-Zionis.

Kesepakatan Abad yang diperkenalkan Trump pada 2017 ini, mengabaikan hak jutaan pengungsi Palestina. Ia kemudian menekan Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA) untuk membiayai prakarsa tersebut. Pemerintah AS menggelar sebuah konferensi ekonomi di Bahrain pada 25-26 Juni 2019 untuk menggalang dana bagi pelaksanaan tahap pertama prakarsa jahat ini.

Mengenai Kesepakatan Abad gagasan Trump ini, seorang pengamat Palestina, Salman Razavi mengatakan, “Negara-negara Arab akan menyumbangkan kontribusi terbesar untuk implementasi prakarsa ini. Arab akan menjamin dana 70%, Amerika 20%, dan Eropa 10%.”

Studi historis atas tindakan Washington dan Zionis di Asia Barat menunjukkan bahwa kesepakatan jahat ini yang dimulai dengan pemindahan kedutaan AS ke Quds, bukan untuk menciptakan perdamaian, tetapi untuk menata Asia Barat secara terpadu dan melemahkan poros perlawanan serta membentuk zona aman untuk rezim Zionis.

Jared Kushner berbicara di konferensi ekonomi Manama.

Tujuan dari kesepakatan ini adalah untuk menata Asia Barat dengan cara yang memungkinkan AS mencapai kepentingan maksimalnya tanpa hambatan apapun dan Zionis juga tidak khawatir lagi tentang eksistensinya di kawasan ini. Tujuan ini ingin diraih dengan merangkul beberapa negara Arab reaksioner seperti Saudi, dan memaksa rakyat Palestina untuk melupakan cita-citanya.

Keterlibatan aktor regional dan internasional dalam Kesepakatan Abad dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok. Mereka termasuk pemain utama dalam isu Palestina-Israel, aktor internasional seperti Amerika, dan aktor regional seperti Arab Saudi, Mesir, Bahrain, Yordania, dan UEA.

Untuk memuluskan implementasi Kesepakatan Abad, pemerintah AS mendorong normalisasi hubungan antara rezim Zionis dan negara-negara Arab di Teluk Persia. Gedung Putih juga menawarkan insentif ekonomi agar negara-negara Arab di kawasan mendukung rencana itu. Sejalan dengan ini, proses normalisasi hubungan antara Arab Saudi, Bahrain, dan UEA dengan Israel berjalan lebih cepat khususnya sejak 2017.

Mesir dan Yordania menandatangani kesepakatan kompromi dengan rezim Zionis sejak beberapa dekade lalu. Protes 2018 di Yordania – yang kemudian diredam dengan bantuan ekonomi dari Riyadh dan Abu Dhabi – menunjukkan bahwa AS dan sekutu Arab-nya mengucurkan insentif ekonomi untuk menggiring negara-negara lain ke dalam jebakan Kesepakatan Abad.

Proses implementasi Kesepakatan Abad juga menawarkan program-program seperti rekonstruksi Jalur Gaza dan perbaikan kondisi ekonomi di Tepi Barat, serta insentif ekonomi untuk Mesir.

Sekjen Hizbullah Lebanon, Sayid Hasan Nasrallah dalam sebuah pidato untuk memperingati Perang 33 Hari mengatakan, “Dengan berkuasanya Trump di AS dan Mohammed bin Salman di Saudi, musuh-musuh menyusun prakarsa Kesepakatan Abad dengan asumsi kawasan ini sedang menuju ke arah kehancuran dan (kekuatan) poros perlawanan sedang meredup. Saat ini impian terbesar rezim Zionis adalah terlaksananya Kesepakatan Abad, karena prakarsa ini menyerahkan Quds kepada Israel secara penuh, dan tidak ada lagi diskusi tentang Quds Timur dan Barat.

Program pemulangan pengungsi Palestina sepenuhnya dihapus dan rakyat Palestina akan memiliki sebuah negara dengan perbatasan yang terbatas yang tidak bisa disebut negara. Selama dua tahun terakhir, beberapa pihak berusaha menyampaikan kepada bangsa-bangsa dan pemerintah di kawasan bahwa Kesepakatan Abad adalah sebuah takdir yang tidak bisa ditolak dan kalian tidak punya pilihan selain menerimanya.

Ini adalah cara yang selalu dipakai oleh musuh, dan ketika mereka ingin memaksakan sebuah kesepakatan dan menyusun rancangan resolusi untuk memecahkan krisis, mereka berkata kepada bangsa-bangsa dan pemerintah di kawasan serta pasukan perlawanan bahwa ini adalah sebuah takdir dan ketetapan yang tidak bisa ditolak dan kalian harus menerimanya.”

Trump melalui prakarsa Kesepakatan Abad, memimpikan sebuah tatanan baru di wilayah Asia Barat. Tatanan ini fokus pada upaya meningkatkan kekuatan rezim Israel dan mengakhiri isu Palestina.

Protes menolak konferensi Manama di Lebanon.

Sebenarnya, tahap pertama kesepakatan ini mencakup perubahan komposisi geografis, politik, ekonomi, dan demografi Palestina, dan pada fase-fase berikutnya akan diimplementasikan di seluruh kawasan. Fokus utama prakarsa Trump adalah kompromi negara-negara Arab dengan rezim Zionis, dan kemudian menyerahkan Quds kepada Israel secara penuh.

Pemerintah Otorita Ramallah Palestina bahkan bergabung dengan faksi-faksi perlawanan untuk menentang Kesepakatan Abad. Mahmoud Abbas dalam sebuah statemen terkait konferensi Bahrain, mengatakan Otoritas Palestina tidak mengakui konferensi ini. Kesepakatan Abad Trump dan pertemuan ekonomi Bahrain sama-sama akan pergi ke neraka.

“Siapa pun yang ingin mengusulkan solusi untuk masalah Palestina, mereka harus mulai dengan solusi diplomatik," tegasnya.

Menurut Sekjen Gerakan Jihad Islam Palestina, Ziyad al-Nakhalah, Kesepakatan Abad adalah langkah awal untuk menguasai semua negara Muslim. “Dalam kondisi seperti ini seluruh Muslim dunia wajib melakukan perlawanan,” tegasnya.

Anggota senior Hamas, Sami Abu Zuhri ketika mengomentari pertemuan Bahrain, mengatakan langkah Bahrain mengadakan konferensi ekonomi di Manama meskipun ditentang oleh Palestina, merupakan pelanggaran terhadap keputusan dan deklarasi Tunisia.

Menurutnya, pemerintah Bahrain dengan menjadi tuan rumah pertemuan ekonomi, telah memaksakan pandangan AS pada rakyat Palestina dan memainkan peran dalam melaksanakan prakarsa Amerika, Kesepakatan Abad.

Akhirnya seperti yang sudah diprediksi, konferensi Manama yang berniat melaksanakan tahap pertama Kesepakatan Abad telah gagal. Menantu Trump keturunan Yahudi dan pelaksana prakarsa ini, Jared Kushner mengakui kegagalan pertemuan Bahrain karena penentangan dari semua faksi Palestina.

Ulama Bahrain, Sheikh Isa Qassim sudah memperkirakan bahwa Kesepakatan Abad akan gagal secara memalukan. “Kesepakatan Abad tidak memiliki prestasi selain kegagalan, dan tidak akan menghasilkan apa-apa selain rasa malu bagi siapa pun yang mengejarnya.”

Sebelum ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei menekankan Kesepakatan Abad tidak akan pernah membuahkan hasil.

“Pengkhianatan beberapa negara Muslim seperti Bahrain dan Arab Saudi, telah membuka ruang bagi lahirnya skenario kotor seperti ini,” ungkap Ayatullah Khamenei dalam pidato shalat Idul Fitri, 5 Juni 2019 di Tehran. (RM)

Tags