Feb 24, 2020 10:22 Asia/Jakarta
  • Lintasan Sejarah 24 Februari 2020

Mirza Malkam Khan Terbitkan Koran Qanun

134 tahun yang lalu, tanggal 29 Jumadil Tsani 1307 HQ, Mirza Malkam Khan menerbitkan surat kabar Qanun.

 

Penerbitan koran Qanun oleh Malkam Khan merupakan satu dari langkah politik dan strategi jitu bagi pelaksanaan reformasi di Iran pada waktu itu. Malkam Khan menggunakan koran sebagai reaksi dari pemberhentian dirinya dan kebencian yang semakin kuat terhadapnya. Kemungkinan besar, Malkam Khan mencetak koran Qanun ini dan dibagikan secara gratis bertujuan meraih simpati pembaca dan untuk memperluasnya.

 

Tema-tema yang digarap harian Qanun ini adalah kritik terhadap pemerintahan yang sewenang-wenang, pentingnya memperbaiki para penguasa dan menciptakan keadilan hukum, pelatihan partai dan mengajak rakyat untuk bersatu, taat hukum dan menarik dukungan kalangan rohaniwan untuk menyukseskan tujuan nasional dan memperhatikan hak-hak sosial perempuan. Dengan kata lain, hal-hal yang disebutkan itu dapat disimpulkan; menciptakan persatuan, keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Iran.

 

Mirza Malkam Khan (1833-1908) adalah seorang reformis Iran yang menonjol dan menuntut perubahan Iran menjadi pemerintahan yang modern.

 

DK-PBB Keluarkan Resolusi 582 Soal Perang Iran-Irak

 

34 tahun yang  lalu, tanggal 5 Isfand 1364 HS, Dewan Keamanan PBB Mengeluarkan Resolusi 582 soal perang Iran-Irak.

 

Dua hari pasca dikuasainya kawasan strategis al-Faw, Irak dalam sebuah operasi Val Fajr 8, Irak dan 7 negara anggota Liga Arab meminta Dewan Keamanan PBB mengadakan sidang dan akhirnya pada tanggal 5 Isfand 1364 Hs (24 Februari 1986), DK-PBB meratifikasi resolusi 582.

 

Dalam resolusi ini, PBB menyayangkan perang berkepanjangan dan komitmen anggota PBB untuk menyelesaikan konflik ini secara damai, sekaligus mengingatkan kedua negara untuk tidak menggunakan senjata kimian dalam perang. Begitu juga resolusi ini tidak menerima upaya menguasai sebuah kawasan dengan kekuatan. Karena hal inilah yang menjadi penyebab perang dan berlanjutnya konflik.

 

Resolusi ini juga menyebutkan tentang semakin meluasnya serangan militer ke daerah-daerah yang ditempati penduduk sipil, begitu juga serangan terhadap kapal-kapal yang tidak ikut dalam konflik dan kedua negara diminta untuk melakukan gencatan senjata.

 

Jelas bahwa ratifikasi resolusi 582 hanya akibat dari dikuasainya kawasan al-Faw dan tidak ada pembahasan mengenai sebab perang dan siapa pemicu pertama perang ini.

 

Menyusul diumumkannya resolusi ini, Republik Islam Iran mengumumkan bahwa bagian dari resolusi yang menghentikan perang masih ada kekuarangan dan tidak dapat diterima, apalagi diterapkan. Irak sendiri mengumumkan bahwa bila Iran menerima resolusi ini secara resmi dan tanpa syarat, maka Irak juga akan melaksanakannya. Dengan demikian, resolusi inipun bernasib sama dengan resolusi-resolusi lainnya.

Ilustrasi Perang Pertahanan Suci.

Satelit NASA Gagal Mengorbit

 

11 tahun yang lalu, tanggal 24 Februari 2009, sebuah satelit milik Badan antariksa Amerika Serikat (NASA) jatuh di Lautan Pasifik. Satelit Orbiting Carbon Observatory (OCO) gagal memisahkan diri dari peluncur satelit, dan terjatuh di lautan dekat Benua Antartika.

 

OCO adalah hasil proyek selama sembilan tahun untuk memetakan kadar karbondioksida di atmosfer Bumi.

 

Satelit berbobot 447 kilogram ini terlalu berat untuk mencapai orbit dan meluncur bebas ke Bumi setelah diluncurkan menggunakan Roket Taurus dari Pangkalan Militer Udara Vandenberg di California, Amerika Serikat (AS).

 

Dalam sebuah pernyataan, NASA mengatakan, "Beberapa menit setelah terbang dari roket Taurus, manajer peluncuran menyatakan keadaan darurat setelah satelit gagal memisahkan diri.

 

Misi yang memakan biaya US$ 278 juta tersebut dirancang untuk menempatkan satelit OCO di orbit dengan ketinggian sekitar 650 kilometer dari atas permukaan bumi. OCO bertujuan untuk memecahkan masalah perubahan iklim dengan membantu memperkirakan dari mana asal efek rumah kaca dan seberapa besar efek rumah kaca telah mempengaruhi hutan dan lautan.

 

NASA mengatakan tidak ada ancaman bahaya karena jatuhnya satelit yang memuat bahan bakar hydrazine tersebut.