Lintasan Sejarah 28 Februari 2020
Hari ini, Jumat, 28 Februari 2020 bertepatan dengan 4 Rajab 1441 Hijriah atau menurut kalender nasional Iran, hari ini tanggal 9 Isfand 1398 Hijriah Syamsiah. Berikut kami hadirkan beberapa peristiwa bersejarah yang terjadi hari ini.
Syihabuddin Suhrawardi, Syeikh Isyraq Wafat
854 tahun yang lalu, tanggal 4 Rajab 587 HQ, Abul Futuh Yahya bin Habasy Suhrawardi, filsuf muslim meninggal di Irak.
Abul Futuh Yahya bin Habasy Suhrawardi yang dikenal dengan Syihabuddin termasuk tokoh filsuf besar Islam yang juga memiliki kelebihan di ilmu-ilmu Islam seperti fiqih, hadis dan lain-lainnya. Beliau belajar filsafat dan ushul fiqih kepada Mujidduddin Jabali dan sejumlah guru lainnya.
Syeikh Syihabuddin merupakan pesalik Isyraq dan dikenal sebagai tokoh terbesar filsafat Illuminasi, dimana pemikirannya bersandar pada kasyf atau penyingkapan dan pancaran cahaya hati. Beliau menyebarkan pemikirannya ini dan kemudian melakukan sair dan suluk irfani. Dalam metode Isyraq, akal dan argumentasi tidak cukup untuk mengungkap kebenaran, tapi sair dan suluk irfani yang lebih penting untuk mencapai makrifat.
Filsuf Isyraq ini kemudian pergi kota Halab dan di sana terbukti beliau memiliki kemampuan keilmuwan di atas rata-rata. Tapi pandangan filsafat dan irfan Suhrawardi banyak memancing kemarahan para penentang pemikirannya. Setelah berlalu beberapa waktu ulama Halab menggunjing dan menuduh Syeikh Suhrawardi, akhirnya pihak penguasa memutuskan untuk menghukum mati beliau. Suhrawardi akhirnya meninggal dunia di usia 36 atau 40 tahun pada 4 Rajab 587 Hq.
Banyak penukilan terkait bagaimana Syeikh Suhrawardi dihukum mati. Sementara penguasa waktu itu kemudian menyesal setelah kematian Suhrawardi dan berbalik menjatuhkan hukuman berat kepada para penghasut.
Sekalipun beliau meninggal dunia dalam usia muda, tapi Syeikh Suhrawardi meninggalkan banyak karya baik dalam bahasa Arab maupun Persia seperti Hikmah al-Isyraq dan al-Mabda wa al-Ma'ad dalam bahasa Arab serta Avaz Par Jibril (Suara Sayap Jibril) dan Aql Sorkh (Akal Merah) dalam bahasa Persia.
Imam Khomeini ra Perintah Bentuk Lembaga Mustadhafin
41 tahun yang lalu, tanggal 9 Isfand 1357 HS, Imam Khomeini ra perintah dibentuknya lembaga Mustadhafin.
Lembaga Mustadhafin Revolusi Islam (Bonyad Mostazafan Enqelab Eslami) merupakan sebuah lembaga ekonomi, sosial dan budaya yang dibentuk pada tanggal 9 Isfand lewat perintah Imam Khomeini ra kepada Dewan Revolusi Islam Iran.
Imam Khomeini ra dalam perintahnya itu mengatakan, "Dewan Revolusi Islam lewat perintah ini memiliki tugas untuk mendata seluruh harta yang bergerak dan tidak dari silsilah kerajaan Pahlevi hingga mereka yang ada hubungannya dengan silsilah ini yang telah mereka kumpulan selama berkuasa secara ilegal dari Baitul Mal muslimin. Semua harta itu dimanfaatkan untuk kepentingan mustadhafin, buruh dan pegawai miskin. Seluruh harta itu disita dan harta yang ada di pelbagai bank harus dipindahkan atas nama Revolusi dan diserahkan kepada saya. Sementara harta tidak bergerak termasuk kebun dan tanah harus didata dan dipakai demi kepentingan orang-orang miskin."
Menyusul perintah Imam Khomeini ra, dibentuklah lembaga Mustadhafin demi melindungi kekayaan umum yang telah disita oleh Dewan Revolusi.
Anggaran Dasar pertama lembaga ini terdiri dari 25 butir yang disepakati pada tanggal 7 Tir 1358 dan disetujui oleh Dewan Revolusi. Pengawasan serius yang dilakukan atas lembaga ini dan untuk koordinasi yang lebih baik dengan program-program pemerintah membuat Imam Khomeini ra pada 26 Shahrivar 1359 menunjuk Syahid Mohammad Ali Rajai, Perdana Menteri Iran waktu itu untuk mengelola lembaga ini.
Gencatan Senjata Perang Teluk Dimulai
29 tahun yang lalu, tanggal 28 Februari 1991, setelah Perang Teluk berlangsung selama 40 hari, Presiden AS, George Bush, mengumumkan gencatan senjata.
Perang Teluk meletus akibat invasi Irak ke Kuwait tahun 1990. Atas resolusi dari PBB, pasukan multinasional di bawah pimpinan AS menyerang Irak dan meletuslah Perang Teluk.
Setelah dilakukan gencatan senjata, dimulailah perundingan antara negara-negara koalisi dan Irak, yang hasilnya, Irak bersedia menerima resolusi Dewan Keamanan PBB. Setelah itu, PBB juga memberlakukan embargo ekonomi terhadap rezim Saddam, namun yang menjadi korban utama adalah rakyat sipil dan anak-anak Irak yang kekurangan makanan dan obat-obatan akibat embargo tersebut.