Filosofi Hukum dalam Islam (25)
Sebelumnya, kita telah membahas posisi shalat, puasa, haji dan zakat dalam sistem Islam dan filosofinya. Pada kesempatan kali ini, kita akan mengulas filosofi Amar Makruf dan Nahi Mungkar.
Bila artikel berseri ini diumpamakan seperti sebuah bangunan, kebutuhan untuk melindungi dan menguatkan mereka dari hama dan kerusakan dirasakan dalam segala hal. Untuk mencapai tujuan penting dan krusial ini, setiap orang harus merasa bertanggung jawab dan membuat kehadiran yang efektif di semua bidang.
Dalam budaya konstruktif Islam, untuk tujuan ini, telah dibahas dua faktor penting di bawah tema "Amar Makruf", yaitu memerintahkan nilai-nilai dan "Nahi mungkar", yaitu mencegah anti-nilai. Untuk mengetahui lebih banyak tentang posisi kedua kategori ini, kita mulai pembahasan kita dengan firman ilahi. Allah Swt berfirman, "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran: 104)
Poin terpenting dari ayat ini adalah memerintahkan nilai-nilai yang seharusnya termanisfestasi dalam masyarakat Islam dan perjuangan melawan anti-nilai merupakan perintah Allah. Dengan demikian, seperti semua kewajiban Allah yang lain, harus mendapat perhatian dan menghargainya. Allah Swt menilai berkomitmen pada dua kewajiban ini termasuk ciri khas paling menonjol dari sistem Islam dan berfirman, "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali Imran: 110)
Tidak diragukan lagi bahwa selama umat Islam mempertahankan posisi ini, berarti mereka telah mengamalkan risalah besarnya dan melindungi kesucian nilai-nilai serta memerangi anti-nilai dengan keimanan kepada Allah. Sebagaimana al-Quran berbicara tentang pria dan wanita beriman membentuk satu front bersatu dengan ikatan akidah mereka dan berfirman, "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Taubah: 71)
Jelas dari isi dan pesan ayat tersebut bahwa jika orang-orang beriman menyeru masyarakat untuk menjaga nilai-nilai dan mencegah mereka dari melakukan perilaku yang melanggar norma-norma individu dan sosial, maka mereka yang seharusnya berada paling terdepan dan komitmen dengan semua dimensi praktis dan teoritis Islam sejati serta memunculkan semangat ketaatan kepada Allah dan Nabi. Karenanya, dengan ciri khas yang menonjol ini, mereka mendapat rahmat Allah.
Dalam pandangan umum, kami menyimpulkan bahwa Amar Makruf dan Nahi Mungkar memiliki tempat khusus dalam Islam. Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa yang memerintahkan untuk menegakkan nilai-nilai dan mencegah terjadinya perilaku anti-nilai, ia menjadi pengganti allah dan Nabi-Nya di atas bumi." (Mustadrak al-Wasasil, 12/179/13817)
Imam Baqir as berkata, "Amar makruf dan nahi mungkar merupakan jalan dan perilaku para nabi ilahi dan cara dan kebijakan orang yang berbuat baik kedua kewajiban ini memiliki tempat yang agung dan menentukan yang di balik bayang-bayang kewajiban ini, semua kewajiban Allah yang lain dapat dilakukan. Jalan dan jalur lalu-lalang manusia menjadi aman (mencegah makan harta yang haram), pendapatan yang didapat menjadi halal, hak yang diinjak-injak dan harta yang diambil paksa akan dikembalikan kepada pemilik aslinya, tanah yang digunakan dengan paksa akan ditarik dari mereka dan digunakan agar masyarakat sejahtera, kemudian akan ada balas dendam kepada musuh Islam serta mengorganisir seluruh pekerjaan dan urusan masyarakat." (Al-Kafi: 5/56/1)
Dari riwayat ini dengan jelas dapat dipahami posisi amar makruf dan nahi mungkar yang sangat menentukan dan strategi dan mekanisme ini dapat membebaskan dunia Islam dari segala yang keluar dari norma, kelemahan, kemunduran dan kekacauan budaya, politik, ekonomi dan militer, kemudian mengembalikan kejayaan umat Islam yang hilang.
Rasulullah Saw dalam menggambarkan hakikat ini mengatakan, "Umatku selalu dalam kebaikan ketika mereka melakukan kewajiban amar makruf dan nahi mungkar. Mereka bekerja sama satu dengan lainnya dalam perbuatan baik dengan dasar nilai-nilai agama dan manusia. Bila mereka tidak melakukan tanggung jawab besar ini, Allah akan mengangkat berkah-Nya dan perlahan-lahan satu kelompok mulai mendominasi kelompok yang lain. Dalam kondisi yang seperti ini, mereka tidak akan punya teman dan penolong baik di bumi maupun di langit." (Wasail, 11/398/18)
Ali as beriman kepada Muhammad di awal pengutusannya sebagai Nabi dan sepanjang pasang-surut sejarah Islam selalu bersama beliau dan menjelang syahadahnya di bagian dari surat wasiatnya, Imam Ali memperingatkan, "Jangan meninggalkan amar makruf dan nahi mungkar. Bila kalian tidak melaksanakan kedua perintah ini, orang-orang jahat akan menguasai kalian dan ketika kalian akan berdoa kepada Allah, doa kalian tidak akan dikabulkan." (Nahjul Balaghah, Surat 47)