Perang Pertahaan Suci, Awal Kemandirian Iran di Sektor Pertahanan
Republik Islam Iran telah menjadi tuan rumah serangkaian acara untuk menghormati para veteran perang dan memberi penghormatan kepada para korban perang yang dipaksakan oleh rezim Baath Irak terhadap Iran selama delapan tahun (1980-1988).
Acara penghormatan kepada satu juta veteran Perang Pertahanan Suci diselenggarakan di berbagai tempat, termasuk di Aula Khalej-e Fars, Holy Defense Museum, Tehran, ibu kota Republik Islam Iran, Senin, 21 September 2020.
Salah satu acara penting dalam event yang dihadiri oleh para komandan senior Angkatan bersenjata Iran dan akan berlangsung hingga sepekan itu adalah pidato Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menandai Pekan Pertahanan Suci ke-40 melalui konferensi video.
Tanggal 31 Shahrivar 1359 Hs, yang bertepatan dengan 22 September 1980 merupakan momentum penting dalam sejarah Iran. Pasalnya, tanggal tersebut merupakan awal dimulainya Perang Pertahanan Suci (perang yang dipaksakan rezim Baath Irak terhadap Iran selama delapan tahun).
Perang ini merupakan yang terpanjang dalam sejarah perang klasik di abad ke-20, dan perang terlama setelah perang Vietnam. Setelah delapan tahun berlalu, perang yang menelan korban jiwa dan kerugian material yang besar ini, berakhir pada bulan Mordad 1367 Hs, yang bertepatan dengan Agustus 1988.
Komandan Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) Brigadir Jenderal Hossein Salami dalam pidatonya pada upacara tersebut mengatakan bahwa perang yang dipaksakan oleh Irak sebenarnya adalah perang antara Iran dan Barat.
Perang yang dipaksakan rezim Saddam Irak terhadap Iran dimulai kurang dari setahun setelah kemenangan Revolusi Islam 1979, yang menggulingkan rezim Pahlavi, rezim yang didukung penuh oleh Amerika Serikat.
Selama agresi militer ke Iran, Irak didukung penuh, baik secara militer maupun psikologis, oleh AS dan sekutunya. Para pendukung Saddam juga mencegah akses Iran ke peralatan pertahanan dari luar negeri.
Menurut Komandan IRGC, perang Amerika terhadap Iran masih jauh dari selesai, sebab Washington terus melancarkannya untuk menargetkan berbagai wilayah Republik Islam.
Bahkan, lanjut Salami, tindakan itu terjadi pada hari terakhir Pekan Pertahanan Suci Nasional, yang menandai dimulainya perang Irak dan Iran.
"Iran is Stronger" menjadi moto acara selama sepekan itu. Hal ini mengacu pada kemajuan yang telah dibuat Iran di sektor pertahanan meskipun ada sanksi ketat AS.
Menurut pejabat militer Iran, sekarang Republik Islam memproduksi lebih dari 80 persen senjata untuk mempertahankan keamanan dan integritas negara.
Perang Irak-Iran adalah perang terpanjang pada abad ke-20, namun pejabat senior militer Iran mengatakan bahwa peristiwa itu menandai awal kemandirian negara mereka di sektor pertahanan.
Perang panjang yang dipaksakan oleh rezim Baath Irak telah mengajarkan kepada bangsa Iran bahwa mereka tidak dapat mencapai keamanan selama mereka tetap bergantung pada senjata asing.
Komandan IRGC pada Senin (28/9/2020) mengatakan, ancaman musuh dalam bentuk yang lebih berbahaya, dan semakin rumit terus berlanjut, namun kebijakan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, telah memupus harapan musuh.
"Dalam perang, pemenang adalah yang terkuat, namun yang mengejutkan, di perang Pertahanan Suci, sebuah bangsa yang tidak siap, berhasil memenangkan peperangan luas," ujarnya
Salami menuturkan, Imam Khomeini ra mengetahui dan menyaksikan akhir perang ini, dan memahami apa yang dipikirkan musuh, beliau tahu apa yang akan terjadi dengan perang, dan wilayah geografisnya.
"Rahbar (Ayatullah Khamenei) telah menggagalkan rencana musuh untuk memanfaatkan fitnah ekonomi, dan sekarang negara-negara dunia mengenal Pemimpin Iran sebagai orang yang independen, berani, dan mulia, dan mereka tahu bangsa Iran menginginkan perdamaian yang bermartabat," pungkasnya. (RA)