Okt 18, 2020 16:05 Asia/Jakarta

Kasus pembunuhan di Chicago meningkat, terutama setelah kematian George Floyd, yang memicu memicu gelombang protes massal Black Lives Matter (BLM).

Berdasarkan laporan pada akhir Mei lalu saja, Chicago mencatatkan rekor dengan kasus pembunuhan mencapai hingga 18 orang dalam kurun waktu sehari saja. Ini merupakan hari paling mematikan di Chicago selama 30 tahun terakhir.

Selama tiga hari masa liburan pada pekan akhir Mei 2020, 85 orang dilaporkan ditembak. Berdasarkan laporan University of Chicago Crime Lab, di antara kasus penembakan tersebut, 24 di antaranya tewas. Sebagian besar korban disebutkan merupakan warga kulit hitam.

Sementara korban, baik yang tewas atau terluka, dijelaskan berasal dari kalangan siswa, orang tua, hingga pekerja paruh baya. Menurut Direktur Penelitian Senior Max Kapustin, data ini mengingatkan warga tentang krisis tahun 1961.

Max mengatakan, sejak Floyd meninggal pada 25 Mei 2020, protes mungkin telah mengalihkan sumber daya Departemen Kepolisian Chicago (CPD) dari tugas patroli normal. Oleh karena itu, kasus pembunuhan hingga kekerasan pun secara tidak langsung juga meningkat di masyarakat.

Di sisi lain, Wali Kota Chicago Lori Lightfoot mengatakan, pada 31 Mei 2020, pusat panggilan darurat kota menerima setidaknya 65 ribu panggilan. Jumlah ini disebut membengkak 50 ribu lebih banyak dari panggilan hari biasa.

Hari paling mematikan kedua dalam sejarah kota Chicago terjadi pada 4 Agustus 1991, di mana 13 orang terbunuh dalam satu hari saja.

Meski masih berada di daftar kota dengan kasus tertinggi, tingkat pembunuhan di Chicago sebenarnya tengah menurun. Pada tahun 2018 lalu misalnya, Chicago mencatat 561 pembunuhan; angka ini dikatakan lebih besar dari kasus gabungan dari dua kota terbesar Amerika Serikat, New York dan Los Angeles. Sementara, pada 2019 lalu, kasus sudah menurun dan angka pembunuhan berada di angka 492. (RA)

Tags