Inggris Akui Terlibat Pelatihan SARS
Pemerintah Inggris sebelumnya membantah memiliki hubungan dengan kekuatan terkenal yang mampu memicu aksi protes luas. Namun Perdana Menteri Boris Johnson mengkonfirmasi kebenaran pemerintah Inggris yang melatih dan memberi peralatan pada unit polisi terkenal di Nigeria. Unit polisi tersebut sebelumnya dituduh melakukan penyiksaan dan pembunuhan di luar hukum.
James Duddridge, seorang pejabat Afrika mengakui bahwa pejabat Inggris sudah melatih para petugas yang tergabung dalam Special Anti-Robbery Squad (SARS) atau Pasukan Anti-Perampokan Khusus. Pasukan tersebut dibubarkan antara tahun 2016- 2020. Sebelumnya, pihak Inggris membantah mengenai hubungan tersebut.
Menurut The Independent, pada hari Kamis (29/10/2020), Kate Osamor, anggota Parlemen Partai Buruh, menerima sebuah surat yang menjelaskan pernyataan James Duddridge bahwa petugas SARS telah berpartisipasi dalam pelatihan yang dirancang untuk meningkatkan hak asasi manusia, pelatihan tentang keuangan publik, serta lokakarya perpolisian masyarakat.
"Sangat mengejutkan bahwa di tengah protes global untuk mengakhiri SARS, pemerintah kami tampaknya tidak tahu apakah itu mendanai unit-unit itu atau tidak," kata Osamor kepada The Independent.
Osamor pernah menuntut pemerintah Inggris untuk mengungkapkan hubungan antara SARS dengan Nigeria. Ia mengaku telah diberitahu bahwa tidak ada dana yang pernah sampai ke unit SARS.
Pemerintah dipaksa untuk mengakui bahwa mereka tidak hanya menghabiskan jutaan dana untuk pelatihan SARS saja, namun juga memasok peralatan secara langsung kepada mereka.
"Pemerintah sekarang perlu menjelaskan bagaimana dan mengapa merasa pantas untuk melatih dan melengkapi pasukan keamanan yang diketahui telah mengambil bagian dalam penyiksaan dan pembunuhan di luar hukum," pungkasnya.
Pada awal Oktober, gerakan End SARS muncul di Nigeria. Gerakan tersebut dalam rangka pemberontakan melawan tindakan polisi yang brutal.
Para aktivis menuntut pembubaran SARS setelah beredar rekaman yang menunjukkan seorang pria saat sedang dipukuli oleh seorang petugas. Tidak hanya dari kalangan aktivis saja. Pihak Amnesty Internasional juga menuduh bahwa SARS telah melakukan penyiksaan dan eksekusi ektra yudisial.
11 Oktober 2020, Unit SARS pun berhasil dibubarkan. Namun, aksi protes masih terus berlanjut karena warga Nigeria menuntut reformasi penegakan hukum lebih luas. Hal tersebut membuat Nigeria harus menerima kecaman global setelah pasukan keamanannya menembak ratusan demonstran damai di Lagos. Menurut Amnesty, sedikitnya ada 12 orang tewas dalam penembakan tersebut. (RA)