Nabi Muhammad Saw dalam Pandangan Orientalis (19)
Dalam perjalanan waktu, studi orientalisme seperti banyak fenomena ilmiah dan budaya lainnya, telah mengalami perubahan dalam metodologi, tujuan, dan motif.
Jika kita fokus pada teori yang mengatakan sejarah orientalisme dimulai pada abad ke-8 atau ke-10 Masehi, dapat disimpulkan bahwa studi tentang Islam sepanjang periode ini dan beberapa abad setelahnya, sebagian besar bias dan terpengaruh oleh fanatisme agama yang kuat. Karena, kebanyakan orientalis adalah pendeta, skolastik, dan teolog Kristen. Sebagian dari mereka sangat ekstrem sehingga setelah mempelajari dan meneliti manuskrip, mereka akan membakarnya.
Sedangkan pada fase kedua sejarah orientalisme – dari abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-20 – studi tentang warisan budaya Timur dilakukan dengan motif dan tujuan lain. Dapat dikatakan bahwa selama periode ini motivasi politik dan imperialisme menjadi alasan utama untuk mengeksplorasi dunia Timur, sementara motivasi agama, ilmiah, atau budaya kurang berperan di dalamnya.
Pada fase ketiga perkembangan studi oriental, yang dimulai pada pertengahan abad ke-20, ditemukan lebih banyak tanda-tanda perubahan dalam metode dan bahkan motivasi dan tujuan, di mana dapat disebut sebagai periode baru sejarah orientalisme.
Karen Armstrong dari Inggris adalah salah satu orientalis abad ke-20. Dia memasuki biara pada usia 17 tahun, tetapi melepaskan kehidupan biara tujuh tahun kemudian karena dia merasa itu adalah penderitaan mental dan fisik yang dipaksakan. Armstrong kemudian belajar sastra di Universitas Oxford.
Di samping universitas, studi agama juga menarik minatnya dan dia menulis beberapa buku tentang agama dan studi komparatif agama. Dia adalah penulis buku terkenal, A Story of God yang telah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa. Nyonya Armstrong menuangkan perjalanan spiritual hidupnya dalam autobiografi berjudul, Through the Narrow Gate.
Pada 1991, dia menulis biografi kehidupan Nabi Muhammad Saw dalam bahasa Jerman dengan judul, Muhammad: Religionsstifter und Staatsmann. Pada 2006, ia kembali mengangkat topik ini dan menulis buku, Muhammad: A Prophet for Our Time.
Sebagian orang ingin mengetahui motif di balik penulisan buku, Biografi Muhammad yang diterbitkan satu bulan setelah peristiwa 11 September dan menjadi buku terlaris di AS. Karen Armstrong sendiri memberikan jawabannya di bagian pendahuluan buku ini.
Dalam mukaddimahnya, dia menyesali bahwa satu-satunya gambaran yang dimiliki oleh orang-orang di Barat tentang Nabi Muhammad Saw berasal dari kitab Salman Rushdie atau merupakan gambaran yang sudah ada sejak masa Perang Salib. Armstrong percaya bahwa setelah ledakan menara kembar World Trade Center di New York, dunia sekali lagi menjadi sadar akan Islam dan Muslim.
Dalam pandangan Barat, peristiwa 11 September menjadi bukti atas fanatisme Islam dan sinyal bahwa Islam adalah agama teror, dan pembunuhan, dan kekerasan. Tapi menurut Armstrong, kenyataannya berbeda. Dia berpikir bahwa ada yang diabaikan oleh kebanyakan orang di Barat bahwa ada kalimat-kalimat dalam Alkitab yang berhubungan dengan penggunaan kekerasan.
Di kitab Taurat, Bani Israel dianjurkan untuk menghancurkan rumah ibadah orang lain, mengusir mereka dari Tanah Suci, dan tidak membuat perjanjian apapun dengan mereka. Secara khusus, Yahudi ekstrem menggunakan ayat-ayat dalam Taurat untuk membenarkan pengusiran orang-orang Palestina dari tanahnya.
Armstrong juga membuat penilaian serupa tentang agama Kristen. Dia mengatakan hampir semua orang tahu bahwa penggunaan ayat-ayat seperti itu dan penafsiran yang dipaksakan merupakan sebuah pekerjaan yang tidak berprinsip. Padahal, Yesus hampir selalu ditampilkan sebagai pembawa perdamaian.
Ada ayat-ayat dalam kitab Injil yang mendorong serangan dan pertempuran, tetapi tidak ada yang mengutip ayat-ayat ini dalam pembantaian 8.000 Muslim di Bosnia oleh orang-orang Kristen Serbia. Karen Armstrong menegaskan bahwa tidaklah adil untuk mengaitkan tindakan segelintir Muslim ekstrem dengan ajaran Nabi Muhammad dan menyebut agamanya sebagai agama teror, pembunuhan, dan penyebaran horor.
Dia mengungkapkan penyesalan yang mendalam atas klaim yang dibuat oleh para pelaku tragedi 11 September, dan menurutnya, mengaitkan Islam atas insiden ini sebagai kebodohan dan jahiliyah. Dari perspektif peneliti Inggris ini, agama-agama besar monoteistik dan para nabi serta orang bijak, memiliki pandangan yang sangat dekat tentang Tuhan dan menyebutnya sebagai Wujud Tertinggi dan Kebenaran Mutlak. Nabi Muhammad Saw juga memberikan kontribusi yang besar dan berharga bagi pengalaman spiritual umat manusia.
Karen Armstrong menuturkan, “Saya menganggap ini sebagai tugas saya di hadapan para pembaca Barat di mana mereka terus-menerus menyembunyikan kebenaran dan hanya memberikan sedikit pencerahan yang bercampur dengan teka-teki dan pendekatan awam, untuk memberikan gambaran yang jelas tentang seorang pria yang menjadi nabi; seseorang yang mengubah jalannya sejarah manusia dan telah menginspirasi sebagian besar umat manusia hingga hari ini.”
Armstrong berkata, “Muhammad sebagai seorang panutan yang hebat, membawa ajaran penting tidak hanya untuk Muslim, tetapi juga untuk orang-orang di Barat ... Dia adalah angin sepoi damai yang menenangkan Jazirah Arab yang sudah lelah oleh perang dan konflik, dan hari ini kita membutuhkan orang-orang yang siap mengambil peran seperti itu.”
“Hidupnya adalah perjuangan tak kenal lelah melawan ketamakan, ketidakadilan, dan arogansi. Dia memahami bahwa Jazirah Arab berada pada titik balik dan cara berpikir tradisional tidak dapat lagi memberikan jawaban... Muhammad tidak sedang memaksakan agamanya pada masyarakat, melainkan ia ingin mengubah hati dan pikiran mereka,” tambahnya.
Armstrong menjelaskan, “Kehidupan Nabi Islam berdasarkan pada prinsip-prinsip wahyu dan melaksanakan perintah hakiki Tuhan demi membangun masyarakat manusia. Muhammad tidak mengacu pada periode sejarah tertentu ketika ia menggunakan istilah jahiliyah, tetapi merujuk pada mentalitas yang mendorong munculnya kekerasan dan ketakutan di Jazirah Arab.”
“Saya percaya bahwa jahiliyah di Barat saat ini mirip dengan kebodohan pada masa itu,” ungkapnya.
Pada bab pertama bukunya dengan sub judul, “Muhammad Sang Musuh”, Karen Armstrong berusaha menelaah secara kritis potret-potret yang disuguhkan kepada orang-orang Eropa khususnya masyarakat Kristen, tentang Nabi Muhammad dari awal hingga saat ini dalam berbagai periode. Salah satunya adalah Nabi Muhammad dituduh kecanduan perang. Mengenai perang di masa Nabi, Armstrong berpendapat bahwa meski Muhammad Saw adalah seorang pejuang yang memimpin jihad, tetapi ia juga seorang pembawa kedamaian sejati. Penulis Inggris ini mengutip beberapa contoh sejarah sebagai bukti.
Di salah satu bab bukunya, Armstrong mengenang kembali penaklukan Mekkah, yang benar-benar damai dan menyebutkan bahwa mencari perdamaian adalah salah satu karakteristik utama Islam. Dia menulis, “Muhammad mempertaruhkan nyawa, keyakinan, dan kesetiaan dari para sahabatnya yang paling setia dalam bahaya selama proses perdamaian di Mekkah sehingga perdamaian ini bisa tercipta tanpa pertumpahan darah. Ini terlihat jelas dalam surat al-Fath.”
Penulis Inggris ini menggarisbawahi bahwa karena prinsip-prinsip Islam, Muhammad Saw terus memikirkan negosiasi dan perdamaian, karena kata “Islam” berarti tunduk di hadapan Tuhan, berasal dari kata “Salam” yang berarti damai.
Seperti para peneliti lain yang membahas secara adil kehidupan dan kepribadian Nabi Muhammad Saw, Karen Armstrong mengatakan dunia saat ini lebih dari sebelumnya membutuhkan sosok seperti Nabi Islam. Nasihat Nabi bagi umat manusia saat ini adalah kesadaran dan kewaspadaan, pencarian keadilan, moralitas, kemurahan hati, belas kasihan dan cinta, kedamaian, dan persaudaraan. Nabi adalah poros cinta bagi umat manusia.
Dalam pandangan Armstrong, bagian dari masalah Barat dapat ditelusuri kembali ke fakta bahwa selama beberapa abad, mereka menampilkan Muhammad Saw sebagai musuh peradaban, sementara kita memandangnya sebagai seseorang dengan jiwa yang sangat tinggi, orang besar yang berusaha keras untuk membangun perdamaian dan keadilan bagi masyarakatnya.
“Jika kita melihat Muhammad Saw dari sudut yang sama seperti yang kita lakukan dengan para tokoh terkenal sejarah, kita dengan mudah memahami bahwa ia adalah tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia dan kita wajib mengenalnya. Orang-orang fanatik dan dangkal tidak boleh dibiarkan untuk mengambil keuntungan dengan mendistorsi sejarah kehidupan Nabi… Di dunia yang terus berubah ini, orang-orang Barat harus mempelajari lebih banyak hal penting dari kehidupan Nabi untuk penunjuk arahnya sendiri,” jelasnya.
Menurut nyonya Armstrong, “Cara terbaik untuk melakukan ini adalah melihat kepribadian Muhammad. Dia adalah sosok yang serba bisa yang dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok ideologis terbaik dan berada pada tingkat tertinggi dan kadang-kadang melakukan hal-hal yang tidak dapat kita pahami atau sulit untuk menerimanya. Dia memiliki kecerdasan tingkat tinggi dan bakat cerdik, dia menegakkan agama dan tradisi budaya yang tidak didasarkan pada pedang, tetapi – sebagaimana nama Islam – didasarkan pada perdamaian dan rekonsiliasi.” (RM)