Jan 03, 2021 15:57 Asia/Jakarta

Amerika Serikat menerbangkan dua pesawat pembom B-52 berkemampuan nuklir di atas Teluk Persia dan dinilai sebagi ancaman bagi Republik Islam Iran.

Pentagon telah mengerahkan sepasang pembom B-52 ke Teluk Persia dalam langkah provokatif  terhadap Iran, beberapa minggu sebelum berakhirnya pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Menurut Associated Press, pembom berkemampuan nuklir itu terbang tanpa henti dari Pangkalan Angkatan Udara Minot di North Dakota dan kembali setelah unjuk kekuatan di sisi barat Teluk Persia pada hari Rabu (30/12/2020).

Kepala Komando Pusat AS mengatakan pada hari Rabu bahwa penerbangan pesawat itu untuk menunjukkan bahwa "kami siap dan dapat menanggapi setiap agresi yang ditujukan pada Amerika atau kepentingan kami."

"Kami tidak mencari konflik, tetapi tidak ada yang boleh meremehkan kemampuan kami untuk mempertahankan pasukan kami atau bertindak tegas dalam menanggapi serangan apa pun," kata Jenderal Frank McKenzie, tanpa menyebut nama Iran.

Ini adalah ketiga kalinya dalam enam minggu pembom AS melakukan penerbangan jarak jauh di lepas pantai Iran.

Sebelumnya pada bulan Desember, dua pembom B-52 terbang nonstop dari Pangkalan Angkatan Udara Barksdale di Louisiana, melintasi Eropa dan kemudian Teluk Persia dalam misi pemberitahuan singkat.

Angkatan Laut AS juga mengumumkan kedatangan kapal selam bertenaga nuklir di Teluk Persia minggu lalu. USS Georgia melewati Selat Hormuz ditemani oleh dua kapal perang Amerika, menjadikannya kapal selam bermuatan rudal pertama dari jenisnya yang memasuki Teluk Persia dalam delapan tahun terakhir.

Pergerakan provokatif pasukan AS di kawasan terjadi ketika Iran dan Irak bersiap untuk menandai haul pertama kesyahidan Letnan Jenderal Qassem Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis, yang gugur dalam serangan udara AS di Bandara Baghdad.

Drone pembom pasukan AS melancarkan serangan udara ke arah rombongan Komandan Pasukan al-Qods IRGC Letjen Soleimani, dan Wakil Ketua Hashd Al Shaabi Irak Abu Mahdi al-Muhandis, bersama delapan pengawal mereka ketika tiba di bandara udara Baghdad, ibu kota Irak pada Jumat dini hari, 3 Januari 2020.

Letjen Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis beserta pengawal mereka gugur syahid dalam serangan yang diperintahkan langsung Presiden AS Donald Trump itu. Letjen Soleimani berkunjung ke Irak atas undangan resmi dari pemerintah Baghdad.

Letjen Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis sangat populer karena peran kunci mereka dalam menumpas kelompok teroris takfiri Daesh (ISIS) yang disponsori AS di Irak dan Suriah.  

Pembunuhan terhadap Letjen Soleimani, yang diperintahkan langsung oleh Trump, memicu reaksi anti-Amerika yang kuat di seluruh kawasan, yang menyebabkan meningkatnya seruan bagi militer AS untuk mengakhiri kehadirannya di Asia Barat (Timur Tengah).

Pihak berwenang Iran menilai peningkatan aktivitas militer AS di kawasan tersebut selama beberapa minggu terakhir sebagai pertunjukan defensif, yang berasal dari ketakutan Washington atas kesalahan masa lalunya.

Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Mohammad Javad Zarif dalam kontak telepon dengan mitranya dari Qatar pada Jumat (1/1/2021), menyinggung gerakan mencurigakan dan petualangan AS di kawasan. Dia menegaskan konsekuensi dari petualangan yang mungkin terjadi akan menjadi tanggung jawab Washington.

Selain mengirimkan senjata canggih ke Teluk Persia dan Laut Oman pekan lalu, AS juga melakukan sejumlah aksi militer yang provokatif.

Misi Tetap Iran untuk PBB dalam surat yang dikirim kepada Sekjen PBB dan Presiden Dewan Keamanan pada hari Kamis (31/12/2020), menegaskan bahwa Tehran tidak mencari perang, tetapi memiliki kemampuan dan tekad untuk melindungi rakyatnya, mempertahankan keamanan, kedaulatan, integritas teritorial, dan kepentingan vitalnya, serta untuk merespon secara tegas setiap ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap Iran, ini tidak boleh diremehkan. (RA)

Tags