Faktor Penyebab Kerentanan Israel
https://parstoday.ir/id/radio/west_asia-i108002-faktor_penyebab_kerentanan_israel
Rezim Zionis terus mengobarkan api permusuhan terhadap negara lain, bahkan mengaku siap menyerang Republik Islam Iran. Padahal dari dalam sendiri keropos, karena mereka menghadapi berbagai masalah internal yang tidak kecil.
(last modified 2025-11-30T07:49:40+00:00 )
Okt 31, 2021 18:31 Asia/Jakarta
  • Tentara rezim Zionis
    Tentara rezim Zionis

Rezim Zionis terus mengobarkan api permusuhan terhadap negara lain, bahkan mengaku siap menyerang Republik Islam Iran. Padahal dari dalam sendiri keropos, karena mereka menghadapi berbagai masalah internal yang tidak kecil.

 

 

Konflik Sosial

Masalah paling penting bagi rezim Zionis mengenai populasinya sebagai sebuah negara. Pejabat Israel berusaha untuk mendorong orang-orang Yahudi di seluruh dunia untuk bermigrasi ke wilayah pendudukan dengan janji kehidupan yang lebih baik. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, karena masalah keamanan dan ekonomi Israel, fakta yang terjadi bukan kedatangan orang, tapi imigrasi balik orang-orang Yahudi bermigrasi dari wilayah pendudukan ke negara asalnya atau negara lain yang dianggap lebih baik.

Menurut Pusat Statistik rezim Zionis, sejak 2009, tren orang Yahudi yang meninggalkan Israel lebih besar daripada jumlah mereka yang masuk atau keluar dan kembali.  Masalah demografis lain di wilayah pendudukan adalah adanya etnis yang beragam. Lebih dari 100 kelompok etnis di Israel telah bermigrasi dari seluruh dunia. Gesekan dan konflik antaretnis yang memicu masalah sosial di Israel, terutama mengenai perebutan kursi kekuasaan. Suku-suku ini mencoba mengambil keuntungan dari kabinet Israel. Konsesi ini dibuat dengan cara apapun, karena tingginya jumlah etnis, dan ini telah menyebabkan terciptanya arus rahasia dan kerja sama suku-suku ini dengan geng kriminal dan banyak tindakan ilegal lainnya.

Kerusakan sosial besar lainnya yang menimpa rezim Ziionis adalah kekerasan etnis di dalam wilayah pendudukan karena perpecahan sosial. Kekerasan adalah produk dari multi-etnis di wilayah pendudukan dan pandangan diskriminatif dan arogan sebagian kelompok etnis Yahudi atas kelompok etnis lain.

Secara umum, ada tiga jenis pembagian sosial di wilayah pendudukan: perpecahan historis dan etnis antara orang Arab dan Yahudi, perpecahan rasial antara kelompok-kelompok Yahudi, dan perpecahan agama antara orang-orang Yahudi.

Kesenjangan etnis antara Arab dan Yahudi dipicu oleh masalah penguatan identitas etnis. Selain itu, hubungan historis antara kedua kelompok didasarkan pada memori sejarah yang saling bertentangan. Pada saat yang sama, kesenjangan ini disebabkan oleh perilaku diskriminatif rezim Zionis terhadap orang Arab Yahudi.

The Wall Street Journal Mei lalu menyoroti bentrokan antara Yahudi dan Arab di wilayah pendudukan dengan menulis, "Tetangga melawan tetangga, Yahudi dan Arab yang tinggal di Israel telah meningkat menjadi perselisihan dan kekerasan, dan konflik sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam beberapa dekade."

 

 

Kerentanan Pertahanan

Rezim Israel menghadapi berbagai rangkaian masalah yang menunjukkan sistem Iron Dome yang mahal ternyata rentan dan tidak efektif. Ledakan di pabrik petrokimia di Haifa pada Februari 2021, Ledakan di pabrik rudal Israel pada April 2021, serangan  rudal anti-pesawat Suriah di dekat reaktor nuklir Dimona pada Februari 2021, dan serangan roket dan rudal dalam perang 12 hari menja saksi kelemahan sistem pertahana udara Iron Dome yang selama ini digadang-gadang sebagai pelindung keamanan yang efektif bagi Israel.

Tingginya kerentanan militer Israel terungkap dalam perang 12 hari. Perang yang terjadi pada bulan Mei antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina di Jalur Gaza ini berhasil memaksa rezim Zionis menerima gencatan senjata yang ditawarkan oleh para mediator.

Analis Foreign Policy, Seth J Frantzman menjelaskan perbedaan antara perang 12 hari dengan perang sebelumnya mengenai kemampuan kubu Palestina melancarkan serangan rudal dan roket yang belum pernah terjadi sebelumnya. ia mengatakan, "Hamas dan para pendukungnya percaya bahwa perang ini adalah kemenangan bagi Hamas. Hamas mampu menggunakan peluncur roket untuk menargetkan infrastruktur strategis. Hamas rupanya bermaksud untuk menguji sistem Iron Dome. Pada beberapa kesempatan, lebih dari 140 roket ditembakkan dalam hitungan menit yang menutupi langit Tel Aviv, Ashdod, dan Ashkelon."

 

 

Michael Armstrong, profesor Universitas Brock yang pernah bekerja pada sistem pertahanan Israel heran dengan perkembangan kemajuan Hamas dalam sistem rudal dan roketnya, sehingga dia mengira konflik Palestina saat ini mirip dengan apa yang terjadi pada tahun 2014. Ia mengungkapkan, "Situasi ini mengingatkan pada tahun 2008 ketika Israel menjadi lebih rentan terhadap roket dan meluncurkan operasi militer tiga minggu terhadap Gaza. Tapi perubahan paling mencolok tahun ini adalah penembakan lebih banyak roket dan rudal. Kelompok-kelompok yang berbasis di Gaza menembakkan 470 roket dalam 24 jam pertama setelah bentrokan dimulai, dan mereka mampu menembakkan rata-rata 408 roket sehari. Angka-angka ini memecahkan rekor penembakan harian 316 roket pada 2012 dan 192 roket pada 2014. Penembakan roket-roket ini juga menjadi lebih terkoordinasi."

Secara keseluruhan, perang 12 hari membuktikan bahwa sistem Iron Dome memiliki beberapa kelemahan, sebagaimana diakui para komandan tinggi Israel sendiri. Gilad Biran, komandan pertahanan udara Israel mengatakan, “Sistem rudal Israel saat ini memiliki kelemahan dan tidak dapat menangkal semua ancaman dan mencakup wilayah yang berbeda,” Padahal, pihak yang dihadapi oleh rezim Zionis dalam perang 12 hari adalah kelompok perlawanan palestina, bukan Hizbullah Lebanon, atau Republik Islam Iran, yang memiliki kekuatan lebih besar lagi.

Rezim Zionis juga menghadapi peningkatan kerusakan psikologis di kalangan tentaranya. Laporan media terbaru menunjukkan peningkatan jumlah tentara yang menjalani perawatan psikiatri. Bahkan tidak sedikit yang melarikan diri dari dinas militer Israel.

 

Penjara rezim Zionis

 

Surat kabar berbahasa Ibrani Maariv melaporkan pada tahun 2020 bahwa jumlah tentara Israel yang telah pensiun dari dinas tentara karena masalah kesehatan mental telah meningkat 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya,

Salah satu alasan utama meningkatnya kerusakan mental di kalangan militer Israel adalah seringnya rezim Zionis berperang dengan kelompok perlawanan Palestina yang mengalami peningkatan kemampuannya.

Rezim Zionis juga menghadapi ancaman intelijen, yang semakin nyata dalam beberapa bulan terakhir. Kebakaran di dekat Bandara Internasional Ben-Gurion Juli lalu, serta pelarian enam tahanan Palestina dari penjara Israel September lalu, mengungkapkan kelemahan intelijen mereka. Meskipun tentara rezim Zionis berhasil menangkap kembali enam tahanan Palestina, tapi opini publik Israel sendiri dan kawasan meyakini militernya lemah.

Pelarian tahanan Palestina dari penjara Al-Jablou tidak terjadi dalam jangka pendek, tetapi merupakan rencana berbulan-bulan yang menunjukkan kelemahan keamanan dan intelijen Israel. Penangkapan para tahanan itu untuk menutupi citranya yang tercoreng, bukan untuk memulihkan keamanan dan intelijen Israel, terutama di hadapan para pemukim Zionis.(PH)