Mampukah Trump Meraih Konsesi dari Venezuela tanpa Membayar Harga Langsung?
https://parstoday.ir/id/news/world-i181576-mampukah_trump_meraih_konsesi_dari_venezuela_tanpa_membayar_harga_langsung
Pars Today – Presiden Amerika Serikat telah merancang sebuah model yang disebut “ancaman maksimum dengan ambiguitas maksimum” terhadap Venezuela, yang bagi Trump menciptakan kekuatan penangkal tanpa harus menanggung biaya politik, militer, atau internasional secara langsung.
(last modified 2025-12-05T09:44:12+00:00 )
Des 05, 2025 16:20 Asia/Jakarta
  • Donald Trump
    Donald Trump

Pars Today – Presiden Amerika Serikat telah merancang sebuah model yang disebut “ancaman maksimum dengan ambiguitas maksimum” terhadap Venezuela, yang bagi Trump menciptakan kekuatan penangkal tanpa harus menanggung biaya politik, militer, atau internasional secara langsung.

Dalam beberapa bulan terakhir, perilaku Presiden Amerika Serikat terhadap Venezuela lebih tampak sebagai rekayasa ketidakpastian yang terukur daripada sebuah kebijakan yang jelas. Dalam model ini, Trump tidak hanya menggunakan instrumen kekuatan keras, tetapi juga menyusun narasi, menebar ambiguitas, mengirim sinyal ganda, serta melontarkan ancaman sesekali. Semua itu dilakukan untuk membuat arena permainan bagi seluruh aktor—mulai dari Caracas hingga ibu kota-ibu kota regional dan bahkan lembaga keamanan Amerika—tetap suram, licin, dan sulit diprediksi.

 

Menurut laporan IRNA, dasar praktis dari perilaku ini adalah tindakan-tindakan yang secara terbuka ia umumkan: mulai dari “penutupan simbolis wilayah udara Venezuela” hingga “konfirmasi operasi rahasia di Caracas.” Namun nilai nyata dari langkah-langkah tersebut tidak terletak pada hubungan langsungnya dengan realitas, melainkan pada produksi ambiguitas di sekitarnya. Strategi ambiguitas operasional ini merupakan kartu andalan Trump, yang sangat gemar tampil tidak terduga sekaligus memiliki kemampuan untuk meninjau ulang setiap kebijakan kapan saja.

 

Dari ancaman terbuka hingga ambiguitas operasional

 

Dalam kerangka ini, pola perilaku Trump terhadap Venezuela membentuk kombinasi yang jarang terjadi antara ancaman terbuka dan ambiguitas operasional; sebuah pendekatan yang berulang kali muncul dalam ucapannya dan kini menjadi dasar strategi Trump dalam kasus Venezuela.

 

Politikus Partai Republik ini dengan retorika agresif menyatakan bahwa “wilayah udara Venezuela dan sekitarnya sepenuhnya ditutup” serta meminta maskapai dan pilot untuk menganggap kawasan tersebut sebagai “tertutup.”

 

Di samping pertunjukan kekuatan ini, Trump juga mengonfirmasi bahwa dirinya secara pribadi telah memberikan izin kepada CIA untuk melakukan operasi rahasia di dalam Venezuela. Ia mengatakan bahwa alasan utama tindakan tersebut adalah “mengosongkan penjara-penjara Venezuela dan mengirim orang-orang ke Amerika Serikat” serta “masuknya narkoba secara besar-besaran.”

 

Presiden Amerika Serikat, dalam penjelasannya mengenai operasi tersebut, tidak berbicara tentang cakupannya, tidak menyebutkan tujuan taktis maupun strategisnya, dan juga tidak menjelaskan sejauh mana operasi itu akan berlangsung. Pola penyampaian informasi yang terkontrol ini—di mana keberadaan operasi dikonfirmasi tetapi sifatnya tetap disembunyikan—merupakan bagian dari strategi tekanan psikologis. Strategi ini dirancang agar pemerintahan Nicolás Maduro dan rakyat Venezuela senantiasa berada dalam kondisi menunggu, merasa tidak aman, dan hidup dalam ketidakpastian.

 

Trump, sambil menegaskan bahwa “tidak ada opsi yang dikesampingkan” dan bahwa “situasi Venezuela harus diperhatikan,” berulang kali mengatakan kepada para jurnalis agar “tidak terlalu menafsirkan” langkah-langkah terbarunya. Di satu sisi, ia membuka kemungkinan operasi darat dengan mengatakan “kami juga sedang melihat ke daratan,” namun di sisi lain menekankan bahwa “saya tidak bisa mengatakan apa keputusan itu” dan hanya menambahkan bahwa “saya sudah mengambil keputusan sampai batas tertentu.”

 

Dualisme yang diperhitungkan ini—membuka kemungkinan tindakan militer sekaligus menyembunyikan kesimpulan akhir—merupakan bagian dari pola perilaku yang juga terlihat dalam kebijakan luar negerinya terhadap negara-negara rival: menciptakan ancaman besar tanpa mengungkapkan kapan, bagaimana, dan bahkan apakah ancaman itu benar-benar akan dilaksanakan atau tidak.

 

Membunuh dengan rasa takut akan kematian; sebuah skenario jangka panjang

 

Kini sudah jelas bahwa Trump dalam masa jabatan keduanya sebagai presiden bermaksud menyelesaikan persoalan Venezuela sekali untuk selamanya. Secara lahiriah ia tidak mengumumkan jalur yang pasti, namun rangkaian ancaman, penciptaan ambiguitas, penyebutan operasi rahasia, penutupan wilayah udara, bahkan perluasan ancaman ke negara-negara lain di kawasan—termasuk peringatan terbarunya mengenai kemungkinan tindakan terhadap Kolombia—semuanya menunjukkan bahwa baginya “hasil akhir” lebih penting daripada alat untuk mencapainya.

 

Dalam kerangka ini, hasil yang diinginkan Trump dapat berbentuk dua kemungkinan: pertama, perubahan perilaku struktural pemerintahan Maduro agar sesuai dengan orbit yang diinginkan Washington; atau dalam skenario yang lebih ekstrem, penggulingan penuh Maduro dan penataan ulang kekuasaan di Caracas.

 

Perbedaan pendekatan Trump dengan presiden-presiden Amerika sebelumnya terletak pada titik ini: ia ingin dengan menempatkan semua opsi di atas meja, memberikan tekanan maksimum, namun dalam praktiknya membayar biaya langsung seminimal mungkin.

 

Naik-turunnya tingkat ancaman secara terus-menerus—dari “segala sesuatu mungkin terjadi” hingga “untuk saat ini jangan ditafsirkan”—memberinya kesempatan untuk menjaga pihak lawan dalam kondisi melelahkan tanpa harus segera masuk ke dalam konflik yang mahal.

 

Tujuan akhirnya adalah meraih keuntungan geopolitik sebesar-besarnya di Venezuela dan, dalam skala yang lebih luas, di seluruh Amerika Latin, dengan biaya ekonomi, manusia, dan politik yang sekecil mungkin. (MF)