Piala Dunia Qatar, Kekalahan Islamofobia dan Normalisasi Hubungan dengan Zionis
Salah satu peristiwa penting tahun 2022 adalah penyelenggaraan Piala Dunia 2022 di Qatar. Terlepas dari kesuksesan Qatar menggelar Piala Dunia, serta masalah seputar perhelatan akbar ini, khususnya timnas Argentina memenangi kejuaraan ini bersama Lionel Messi, Piala Dunia 2022 di Qatar lebih penting dari dua dimensi.
Dimensi pertama adalah bahwa Qatar berusaha menunjukkan citra Islam yang sebenarnya dan menantang kebijakan Islamofobia Barat. Piala Dunia Qatar 2022 dimulai dengan pembacaan ayat-ayat Al-Quran. Dengan aksi tersebut, Qatar berusaha menampilkan diri sebagai negara Islam. Selama Piala Dunia, banyak upaya dilakukan untuk menghormati nilai-nilai Islam.
Penggemar sepak bola di Piala Dunia Qatar mendengar adzan dalam shalat lima waktu dengan musik dan suara yang indah. Pada saat salat, semua musik yang berhubungan dengan kompetisi Piala Dunia di ruang publik kota dihentikan agar jamaah bisa menyelesaikan salat. Qatar juga mengumumkan larangan penggunaan dan penjualan minuman beralkohol di stadion Piala Dunia dan di sekitar stadion.
Pusat Kebudayaan Islam Abdullah Bin Zaid Al Mahmoud yang berafiliasi dengan Kementerian Awqaf dan Urusan Islam Qatar meluncurkan buklet agama dalam enam bahasa utama: Inggris, Prancis, Spanyol, Jerman, Rusia, dan Portugal. Pusat ini menerbitkan tautan di situs Kementerian Awqaf Qatar yang berisi buklet agama dalam enam bahasa dunia termasuk Inggris, Prancis, Spanyol, Jerman, Rusia, dan Portugal.
Setiap tautan berisi bahasa tertentu yang diperkenalkan oleh buklet berjudul "Memahami Islam" ini tentang agama Islam. Mural berisi hadis Nabi Muhammad Saw tentang akhlak dan amal serta keharusan beramal dalam kehidupan duniawi menghiasi berbagai jalan di Qatar. Periode Piala Dunia ini telah berubah menjadi pameran kebesaran Islam.
Piala Dunia Qatar menunjukkan bahwa, bertentangan dengan klaim mereka, media dunia tidak dapat menghormati prinsip kebebasan informasi dan memiliki pendekatan selektif. Kebebasan informasi menjadi bermakna sampai sejalan dengan kebijakan dan kepentingan kekuatan barat.
Surat kabar San Francisco Chronicle menerbitkan sebuah artikel oleh Dr. Khaled Baizoun, seorang profesor hukum Amerika, mengacu pada perilaku selektif media Barat dalam liputan berita Piala Dunia 2022 di Qatar dan menulis, Piala Dunia 2022 di Qatar dimulai pada 20 November, sementara ini adalah pertama kalinya negara Arab-Islam menjadi tuan rumah acara olahraga terbesar di dunia. Momen bersejarah ini dibuka dengan upacara pembukaan budaya Arab dan kata-kata Al-Quran yang indah, yang berfokus pada dua identitas otentik.
Profesor Amerika ini menulis dalam artikelnya, Bias Barat sangat jelas pada hari pembukaan Piala Dunia di Qatar karena jaringan televisi Inggris BBC menolak untuk menyiarkan upacara pembukaan dan malah menyiarkan pertandingan sepak bola wanita Inggris dan kemudian menyiapkan laporan tentang sejarah hak asasi manusia di Qatar dan kontroversi seputar Piala Dunia. Selain itu, media penting Inggris, termasuk ITV, juga memutuskan untuk tidak menyiarkan upacara pembukaan tersebut. Liputan negatif selama Piala Dunia menunjukkan kemunafikan media Barat.
Terlepas dari pendekatan selektif dan munafik ini, analis olahraga mengatakan bahwa Piala Dunia Qatar adalah Piala Dunia terbaik yang pernah diadakan. Nyatanya, Islamofobia berhasil dikalahkan dan Qatar berhasil menunjukkan citra negara Islam yang nyata dan benar. Emir Qatar, Tamim bin Hamad Al Thani, menulis dalam sebuah pesan setelah turnamen, "Piala Dunia diadakan dengan cara terbaik untuk memperkenalkan budaya Qatar dan dunia Arab kepada dunia saat ini."
Aspek penting lain dari Piala Dunia Qatar adalah menunjukkan kegagalan kebijakan normalisasi beberapa negara Arab dengan rezim Zionis, serta kebencian masyarakat di dunia Arab dan dunia Islam terhadap rezim pendudukan ini. Masalah ini bahkan diliput oleh media Zionis. Reporter surat kabar Haaretz Uzi Dan, yang melakukan perjalanan ke Qatar untuk Piala Dunia 2022, menerbitkan laporan berjudul "Terlepas dari pemenang pertandingan final, Palestina menang di Qatar" dan membahas masalah Palestina di Piala Dunia 2022 di Qatar.
Dia menyatakan dalam laporan ini, Kemenangan besar di Piala Dunia 2022 adalah solidaritas orang Arab dengan Palestina, dan bendera Palestina adalah yang paling populer di Piala Dunia ini, dan Palestina dirasakan penting bagi 33 negara peserta di Piala Dunia, bahkan dengan melewati pertandingan semi final dan mencapai pertandingan final, tidak ada yang berubah, di dalam dan di luar stadion, di kereta bawah tanah dan di jalanan, dan bahkan setelah kekalahan tim Arab, dukungan untuk Palestina masih bisa dilihat.
Reporter Hebrew Channel 12 juga men-tweet, "Saya selalu berpikir bahwa masalahnya ada pada pemerintah, tetapi di Qatar saya menyadari betapa orang-orang membenci kami!"
Dalam hal ini, surat kabar berbahasa Ibrani Yediot Aharono" juga menunjukkan kebencian terhadap orang Israel di jalan-jalan Doha di sela-sela Piala Dunia dan menulis, "Terlepas dari normalisasi hubungan beberapa pemerintah Arab, orang-orang di negara-negara ini dalam keadaan apa pun bukan hanya mereka tidak mau berteman dengan orang Israel, tetapi jalan-jalan di Doha berbahaya bagi warga Israel!"
Dengan berakhirnya piala ini, Menara Al-Jaber di kota Lusail, Qatar dihiasi dengan bendera Palestina.(sl)