Israel Pasca Perang dengan Iran: Keamanan, Komoditas Mewah bagi Kaum Kaya
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i179690-israel_pasca_perang_dengan_iran_keamanan_komoditas_mewah_bagi_kaum_kaya
Perang dengan Iran menciptakan pasar baru di Israel: bunker dan ruang aman kini diperjualbelikan layaknya emas, dan keamanan telah menjadi barang mewah bagi kelas kaya di wilayah pendudukan.
(last modified 2025-11-06T03:32:09+00:00 )
Nov 06, 2025 10:24 Asia/Jakarta
  • Israel Pasca Perang dengan Iran: Keamanan, Komoditas Mewah bagi Kaum Kaya

Perang dengan Iran menciptakan pasar baru di Israel: bunker dan ruang aman kini diperjualbelikan layaknya emas, dan keamanan telah menjadi barang mewah bagi kelas kaya di wilayah pendudukan.

Tehran, Parstoday- Selama perang terakhir antara Iran dan Israel, pemandangan yang belum pernah terjadi sebelumnya tampak di wilayah pendudukan: gedung-gedung hancur, jutaan orang berbondong-bondong menuju tempat perlindungan yang bahkan tidak cukup menampung semua orang.

Menurut laporan media berbahasa Ibrani, banyak bunker tidak dapat digunakan—sebagian karena kelalaian pemerintah, sebagian lain karena diskriminasi etnis. Kini, pemerintahan Benjamin Netanyahu tengah memperluas pembangunan “ruang aman” di setiap apartemen dengan anggaran baru yang besar. Namun pertanyaan mendasar tetap menggantung:

Apakah beton dan baja dapat menciptakan rasa aman di negara yang hidup dalam ketakutan permanen?Ataukah ruang-ruang itu hanya akan menjadi “sangkar emas” yang menaikkan biaya hidup dan memperlebar jurang ketimpangan?

Dari Bunker Publik ke Barang Mewah Pribadi

Konsep “ruang aman” di Israel bermula pada tahun 1969, ketika undang-undang pembangunan mewajibkan penyediaan tempat perlindungan umum di setiap kompleks perumahan. Setelah serangan rudal Irak ke Tel Aviv tahun 1991, aturan baru menetapkan bahwa setiap apartemen wajib memiliki ruang aman pribadi dengan beton setebal 30 sentimeter, pintu antiledakan, dan sistem ventilasi independen.

Sejak saat itu, keamanan berubah menjadi komoditas. Apartemen dengan ruang aman dijual jauh lebih mahal, dan perusahaan properti mulai memasarkan keamanan seperti fasilitas mewah—layaknya lift atau pemandangan laut. Perlindungan publik bergeser menjadi tanggung jawab pribadi dan keluarga.

Namun, hingga akhir 2024, hanya 56% rumah di Israel yang memiliki ruang aman, sebagian besar di daerah Yahudi kaya, sementara kawasan lama dan permukiman Arab tertinggal.

Pasar Properti di Bawah Bayang Rudal

Kini, keberadaan ruang aman menjadi faktor utama harga properti. Rumah dengan ruang tersebut bernilai 20–30% lebih tinggi daripada rumah tanpa perlindungan. Di Yerusalem, misalnya, apartemen dengan ruang aman disewa sekitar 8.000 shekel per bulan, sedangkan tanpa ruang itu hanya 5.000 shekel.

Peningkatan ancaman rudal ke Tel Aviv dan Haifa menggandakan permintaan terhadap hunian tahan serangan, menjadikan industri keamanan domestik sebagai bisnis menggiurkan—“perdagangan ketakutan.”

Ketimpangan dalam Akses terhadap Keamanan

Beberapa bulan sebelum perang, pemerintah Netanyahu memotong subsidi pembangunan ruang aman, yang semakin memperdalam ketimpangan.

Di wilayah seperti Negev, tempat tinggal warga Arab dan Badui, hampir tidak ada bunker publik. Di utara pun banyak kota yang tetap rentan terhadap serangan. Meski sejak 1992 ruang aman diwajibkan di bangunan baru, 28% warga Israel masih tidak memiliki akses ke tempat perlindungan.

Artinya, bahkan di negeri yang mengklaim memiliki “tentara terkuat di dunia,” keamanan kini telah menjadi hak istimewa kelas atas.

Biaya Baru, Ketakutan Lama

Pasca perang dengan Iran, parlemen Israel mengesahkan aturan baru agar ruang aman lebih besar dan dilengkapi fasilitas dasar seperti toilet serta pintu baja yang lebih tebal. Namun setiap penambahan spesifikasi berarti kenaikan biaya yang membuat masyarakat menengah dan miskin semakin sulit menjangkaunya.

Meski demikian, laporan media Ibrani menunjukkan bahwa serangan Iran pada musim panas lalu membuktikan keterbatasan sistem ini. Sebanyak 24 warga Israel tewas, sebagian bahkan ketika sedang berlindung di ruang aman. Baja dan beton, ternyata, tidak menjamin keselamatan absolut.

Masyarakat dalam Keadaan Siaga Abadi

Sosiolog Israel menyebut fenomena ini sebagai “mentalitas darurat permanen.” Menurut Daniel Bar-Tal, profesor psikologi politik, masyarakat Israel telah hidup dalam rasa takut kronis sejak negara itu berdiri.

“Ketika ketakutan menjadi kepercayaan kolektif, ia menjelma menjadi bagian dari budaya dan alat kontrol politik,” jelasnya.

Para pemimpin Israel, katanya, memperbesar ancaman eksternal untuk mempertahankan persatuan dan kepatuhan rakyat.

Selain itu, ingatan kolektif tentang Holocaust juga menanamkan rasa trauma mendalam yang membuat setiap ancaman baru terasa lebih menakutkan dari kenyataannya.

Kehidupan dalam “Sangkar Emas”

Studi sosial terbaru menunjukkan lonjakan tajam gangguan mental di Israel setelah perang Gaza dan konflik dengan Iran. Tingkat depresi dan kecemasan meningkat dua kali lipat; 30% warga mengalami trauma pascaperang, dan lebih dari 40% menunjukkan gejala depresi berat.

Bagi sebagian warga lanjut usia, hidup di ruang aman tak ubahnya mengulang masa perang dunia dan trauma kamp konsentrasi. Apa yang oleh pemerintah disebut simbol kekuatan, bagi rakyat adalah pengingat akan kerapuhan dan ketakutan.

 

Sangkar Emas atau Rumah Sungguhan?

Para pemukim Zionis lanjut usia di Israel berkata, hidup di dalam bunker tanpa harapan tidak memiliki makna. Bagi mereka, “ruang aman” bukanlah simbol perlindungan, melainkan pengingat akan gua-gua masa perang dunia dan kenangan pahit kamp konsentrasi. Apa yang oleh pemerintah dianggap lambang  ketahanan, bagi banyak warga justru menjadi cermin rapuhnya kehidupan di bawah ketakutan.

Pada akhirnya, siapa pun yang pernah merasakan hidup di bawah serangan bom tahu bahwa “keamanan” bukan berarti ventilasi terpisah atau dinding beton tebal.

Keamanan adalah nama lain dari keadilan.Namun rakyat Palestina—pemilik sah tanah itu—lebih memahami kenyataan ini:jawaban atas ketakutan dan ketidakamanan bukanlah membangun lebih banyak bunker, tetapi mengakhiri blokade dan pendudukan.

Hari ketika tangan penjajahan terangkat dari bumi Palestina dan tanah itu kembali kepada pemiliknya, tak seorang pun lagi akan membutuhkan pintu baja atau bunker beton.Karena ketenangan sejati tidak bisa dibeli dengan uang, dan tidak bisa dibangun dengan baja atau semen. Ketenangan sejati adalah buah dari kebebasan.(PH)