Suriah, Buruan Koalisi Amerika yang Lepas
https://parstoday.ir/id/radio/west_asia-i46455-suriah_buruan_koalisi_amerika_yang_lepas
Syeikh Hamad bin Jassim Al Thani, mantan perdana menteri dan menteri luar negeri Qatar dalam salah satu pernyataannya mengungkap dukungan militer Qatar atas kelompok pemberontak bersenjata di Suriah atas koordinasi Amerika Serikat melalui Turki, dan semua bantuan itu dibagikan oleh pasukan Amerika, Turki dan Arab Saudi.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Nov 02, 2017 11:45 Asia/Jakarta

Syeikh Hamad bin Jassim Al Thani, mantan perdana menteri dan menteri luar negeri Qatar dalam salah satu pernyataannya mengungkap dukungan militer Qatar atas kelompok pemberontak bersenjata di Suriah atas koordinasi Amerika Serikat melalui Turki, dan semua bantuan itu dibagikan oleh pasukan Amerika, Turki dan Arab Saudi.

Mengingat statemen mantan PM Qatar memberikan dampak strategis pada keempat negara itu dalam meningkatkan eskalasi perang di Suriah, maka pembahasan soal peran Qatar dalam krisis Suriah menjadi penting.

Syeikh Hamad bin Jassim Al Thani memprotes Saudi karena perubahan sikapnya dalam krisis Suriah, dari tadinya mendukung penggulingan Bashar Al Assad menjadi menentang, dan tidak menginformasikannya kepada Qatar. Syeikh Hamad bin Jassim Al Thani mengatakan, anda (Saudi) pernah bersama kami dalam satu kubu dan kita sempat berselisih soal "buruan" dan akhirnya kita kehilangan buruan itu, lalu kita berunding dan bertengkar terkait masalah ini.

Statemen mantan PM Qatar secara tegas menjadi indikasi bahwa Doha dengan intervensinya dalam unjuk rasa warga Suriah dan mengubahnya menjadi perang, berusaha menggulingkan Bashar Al Assad. Pertanyaannya adalah, strategi apa yang sudah digunakan Qatar untuk menggulingkan Assad ?

Unjuk rasa warga Suriah atas pemerintah negara itu dimulai sejak 15 Maret 2011. Colin H. Kahl dan Marc Lynch, dua pakar Timur Tengah, Amerika pada tahun 2013 di surat kabar Washington Post menulis, perbedaan mendasar demonstrasi di Suriah dengan di negara Arab lain ditentukan oleh posisi strategis Suriah dalam menciptakan perimbangan kekuatan di Timur Tengah. Selain itu karena Suriah juga berada dalam barisan poros perlawanan.

Krisis Suriah berubah menjadi perang Atrisi, disebabkan intervensi langsung kekuatan regional dan transregional, dan kelompok-kelompok teroris merupakan salah satu komponen penting perang ini. Dengan memperhatikan situasi ini, Bashar Al Assad, Presiden Suriah menyebut instabilitas di negaranya disebabkan konspirasi asing.

Sebelum tahun 2011, hubungan Suriah dan Qatar bersahabat. Karena perhitungannya yang salah atas transformasi Dunia Arab yang mengira bahwa Timur Tengah di masa depan akan dikuasai Ikhwanul Muslimin dukungan Doha, negara itu berubah menjadi pendukung utama pemberontak asing anti-Assad di Suriah.

Syeikh Hamad bin Jassim Al Thani menuduh pemerintah Suriah melakukan genosida terhadap rakyatnya sendiri dan mengumumkan, apa yang sedang terjadi di Suriah bukanlah perang saudara, tapi genodisa. Statemen terbaru Syeikh Hamad bin Jassim dan pengakuannya soal keterlibatan Qatar, Saudi, Turki dan Amerika dalam krisis Suriah menunjukkan bahwa genosida tersebut tidak dilakukan pemerintah Suriah, tapi oleh keempat negara itu. 

Qatar bertugas mengorganisir upaya-upaya internasional anti-Suriah. Karena itu, Doha dalam krisis Suriah berusaha menyatukan seluruh pemberontak lewat pembentukan Syrian National Council, SNC. Pada saat yang sama, Qatar juga berperan besar dalam penyelenggaraan pertemuan-pertemuan Friends of Syria, dan Doha pernah menjadi salah satu tuan rumah pertemuan kelompok itu.

Lina Khatib, salah satu pakar Timur Tengah pada tahun 2014 mengatakan, Doha menjamu para pemimpin Free Syrian Army, FSA, pasukan yang terdiri dari para tentara dan perwira Suriah yang membelot.

Selain bertugas mengorganisir upaya-upaya internasional anti-Suriah, Qatar juga terlibat di krisis Suriah dalam dua bentuk intervensi, struktural dan personal. Lebih jelasnya diterangkan sebagai berikut,

Metode Intervensi Qatar dalam Krisis Suriah

  1. Intervensi Struktural

Intervensi struktural Qatar di Suriah dilakukan dalam bentuk penggunaan kapasitas PBB dan Dunia Arab. Di PBB, Qatar lebih banyak menggunakan kanal Majelis Umum, negara itu selalu menjadi yang terdepan dalam rilis resolusi-resolusi anti-Suriah oleh Majelis Umum PBB.

Selain menggunakan kapasitas PBB, Qatar juga memanfaatkan kapasitas internal Dunia Arab untuk menekan pemerintah Bashar Al Assad di Suriah. Pada 12 November 2011, keanggotaan Suriah di Liga Arab ditangguhkan atas usulan pemerintah Qatar.

Setelah itu, Dunia Arab memutuskan untuk memberikan hukuman ekonomi terhadap Suriah, dalam hal ini Qatar juga terlibat aktif. Syeikh Hamad bin Khalifa Al Thani, mantan Emir Qatar, pada Januari 2012 secara resmi mendesak pengiriman pasukan Arab ke Suriah.

  1. Intervensi Personal

Pemerintah Qatar bersamaan dengan intervensinya dalam urusan internal Suriah lewat berbagai lembaga internasional dan regional, juga melakukan sejumlah langkah personal melawan Damaskus.

Secara politik, Qatar adalah negara pertama di Teluk Persia yang menutup Kedutaan Besarnya di Damaskus, yaitu pada Juli 2011 dan negara Arab pertama yang menarik dubesnya dari Suriah.

Secara ekonomi, Qatar yang merupakan investor asing terbesar di Suriah sebelum tahun 2011, dan perusahaan-perusahaan Qatar menanamkan investasinya di Suriah senilai lima milyar dolar di tahun 2008, namun selepas tahun 2011 negara itu mengalihkan pasokan dananya untuk melayani para pemberontak bersenjata anti-Damaskus. Sekitar tiga milyar dolar diberikan Qatar kepada kubu pemberontak Suriah hingga tahun 2013.

Qatar menggunakan asetnya untuk memperluas jaringan loyalisnya di antara kelompok pemberontak Suriah. Elizabeth Dickinson, salah satu peneliti di Brooking Institute pada tahun 2014 dalam catatannya di majalah Foreign Policy menulis, strategi ekonomi Qatar di Suriah adalah "sistem lelang", karena Qatar berusaha membentuk sekutu di antara pemberontak anti-Assad.

Dickinson percaya sistem lelang itu akan berujung dengan korupsi, karena para perantara melebih-lebihkan kemampuan mereka dan menerima hadiah sangat besar dari Qatar. Para perantara yang tersebar di berbagai kelompok itu, sebagian besar menyerahkan sampai 3.000 nama orang-orang yang berhak menerima bayaran kepada pemerintah Qatar, akan tetapi pada kenyataannya mereka hanya memiliki 300 hingga 400 anggota.

Secara logistik, Qatar merupakan pemasok utama senjata dan amunisi bagi pemberontak Suriah. Elizabeth Dickinson terkait hal ini menuturkan, antara tahun 2012-2013, Qatar mengirim lebih dari 3.500 ton peralatan militer ke Suriah, dibantu Badan Intelijen Amerika, CIA.

Bantuan media untuk pemberontak Suriah juga merupakan strategi interventif lain Qatar dalam krisis Suriah, dan tugas ini diberikan kepada stasiun televisi Aljazeera. Mark Jurkowitz, Amy Mitchell dan Katerina E. Matsa, pada tahun 2013 dalam artikel berjudul "Bagaimana Aljazeera Mengendalikan Krisis Suriah?" menulis, berita, laporan dan program acara Aljazeera dikemas sedemikian rupa sehingga mendorong perang melawan pemerintah Suriah, dan kebijakan ini kian kuat seiring berlalunya waktu.

Aljazeera Amerika adalah televisi pertama yang mengklaim bahwa pemerintah Suriah pada 20 Agustus 2013 menggunakan senjata kimia untuk menyerang pemberontak. Sebagaimana CNN dan Fox News, Aljazeera adalah televisi yang paling banyak meliput pemberitaan seputar urgensi Amerika untuk menyerang Suriah karena penggunaan senjata kimia di negara itu. Selama lima hari mulai 26 hingga 31 Agustus 2013, Aljazeera total menayangkan 321 laporan dan 26 jam wawancara seputar krisis Suriah.

Upaya Qatar untuk menggulingkan Assad di Suriah hingga kini tak membuahkan hasil, sebaliknya malah berakibat pada mundurnya Syeikh Hamad bin Khalifa Al Thani, mantan Emir Qatar pada tahun 2013, yang salah satu alasannya adalah kegagalan dalam krisis Suriah. Meski setelah Syeikh Tamim naik jadi Emir Qatar dan bantuan Qatar untuk teroris berkurang, namun negara ini tetap menjadi salah satu pendukung terbesar teroris di Suriah.

Akhir tahun 2016, seiring dengan semakin jelasnya kegagalan upaya menggulingkan Assad, Qatar secara bertahap memutus dukungan untuk teroris dan setelah terlibat ketegangan dengan Saudi pada Juni 2017, Doha mengubah strateginya terkait Suriah. TV Aljazeera untuk pertama kalinya pada Agustus 2017 setelah delapan tahun, menayangkan langsung pidato Assad. Hal ini menunjukkan bahwa Qatar secara terang-terangan mendukung bertahannya pemerintahan Assad.