Kaum Pribumi, Masyarakat yang Terpinggirkan
Pada 23 September 1994, PBB menetapkan tanggal 9 Agustus sebagai Hari Pribumi Sedunia dengan maksud untuk melindungi hak-hak lebih dari 370 juta masyarakat pribumi yang tersebar di 90 negara dunia. Sejak saat itu, tanggal 9 Agustus selalu diperingati sebagai hari untuk mengenang ribuan laki-laki dan perempuan pribumi di seluruh penjuru dunia, yang masih memegang erat tradisi dan nilai-nilai luhur nenek moyang mereka.
Tanggal 9 Agustus disahkan sebagai Hari Pribumi Sedunia oleh Majelis Umum PBB pada bulan Desember 1994, bertepatan dengan pertemuan pertama pegawai PBB dengan masyarakat pribumi di Komisi Peningkatan dan Perlindungan HAM, tahun 1982.
Pertama, Hari Pribumi Sedunia diperingati selama satu dekade, yaitu dari tahun 1995 hingga 2004 dan setelah itu, diperpanjang satu dekade lagi, dari tahun 2005 hingga 2015, dengan maksud untuk memberikan dukungan lebih besar kepada masyarakat pribumi di seluruh dunia. Slogan Hari Pribumi Sedunia di dekade kedua adalah "Dekade Aksi Nyata dan Kemuliaan".
Memperingati hari dunia ini, PBB menyelenggarakan kelas-kelas dan kursus pengenalan atas masyarakat pribumi. Seluruh anggota masyarakat dan bangsa diundang ke acara ini untuk mengenal lebih dalam masyarakat pribumi dunia. Di Venezuela, Peru, Bolivia, Ekuador, Paraguay, Meksiko dan negara-negara Amerika Latin serta wilayah Karibia lainnya, Hari Pribumi Sedunia dirayakan dengan berbagai cara yang unik.
Masyarakat pribumi atau masyarakat adat adalah kelompok masyarakat atau suku yang mengaku memiliki ikatan historis dan budaya dengan sekelompok masyarakat asli yang hidup di wilayah tertentu. Istilah pribumi digunakan untuk menyebut penduduk asli setiap negara.
Deklarasi PBB tentang hak-hak masyarakat pribumi yang disahkan pada 13 September 2007 menjelaskan, masyarakat adat atau masyarakat pribumi adalah sebuah masyarakat khusus dengan budaya, tradisi dan adat istiadat unik yang memperkaya dan menambah keragaman budaya serta peradaban dunia. Karena ketergantungannya terhadap tanah dan lingkungan, maka mereka memiliki aturan khusus untuk melindungi dan menjaga alam. Masyarakat pribumi, sebagaimana juga masyarakat dunia lainnya, harus mendapatkan hak-haknya terutama hak ekualitas dan terhindar dari diskriminasi.
Dewasa ini, ditaksir ada sekitar 370 juta masyarakat pribumi yang hidup di 90 negara dunia. Artinya, lima persen penduduk dunia adalah masyarakat pribumi dan disayangkan, mereka termasuk dari 15 persen masyarakat termiskin di dunia. Berdasarkan hasil kajian ilmu linguistik, masyarakat pribumi dunia memiliki sekitar 7000 bahasa dan 5000 ragam adat istiadat berbeda. Masing-masing memiliki budaya khusus dan berkaitan erat dengan lingkungan alam di sekitarnya. Mereka juga punya karakteristik budaya, ekonomi, sosial dan politiknya sendiri.
Masyarakat pribumi berusaha mendapatkan pengenalan dan pengakuan resmi atas identitas dirinya, pola hidup, hak atas tanah adat, sumber alam dan wilayahnya. Selama bertahun-tahun mereka berjuang mendapatkan hak-hak legalnya tersebut, karena sepanjang sejarah, hak-hak kemanusiaan dan asasi mereka selalu dilanggar. Namun, dunia hari ini berhasil menemukan sejumlah cara khusus untuk membela hak-hak masyarakat pribumi, sehingga budaya, adat istiadat dan pola hidup masyarakat pribumi bisa terjaga.
Deklarasi PBB tentang masyarakat pribumi merupakan salah satu dokumen internasional komprehensif yang mengatur hak-hak masyarakat pribumi dan mencakup kesepakatan dunia mengenai hak-hak mereka. Di dalamnya ditetapkan standar-standar minimum untuk menjaga keberlangsungan hidup, kemuliaan dan kesejahteraan masyarakat pribumi. Dari satu sisi Deklarasi PBB menjelaskan standar-standar minimum HAM dan kebebasan mendasar, di sisi lain, dengan memperhatikan kondisi khusus masyarakat pribumi, deklarasi itu juga menjamin hak-hak mereka.
Pada dekade lalu, penerapan deklarasi PBB ini menghasilkan beberapa capaian yang relatif baik di tingkat nasional, regional dan internasional. Namun hingga kini di sejumlah negara, pengenalan dan pengakuan resmi atas masyarakat adat, hak-haknya dan penerapan kebijakan khusus bagi mereka, masih jauh dari standar dunia.
Meski sudah banyak dikeluarkan deklarasi, resolusi, konvensi dan berbagai dokumen internasional lainnya untuk mendukung masyarakat pribumi, akan tetapi pelanggaran atas hak-hak mereka terutama di negara-negara Amerika Utara dan Australia masih terus berlangsung. Masyarakat pribumi di Kanada, khususnya perempuan, terus menjadi objek pelanggaran HAM sistematis. Masalah ini dalam beberapa tahun terakhir, memicu protes Human Right Watch, HRW dan Komisi HAM PBB.
Suku Indian di Amerika adalah salah satu suku yang mengalami pelanggaran HAM dan penderitaan paling besar di dunia ini. Penduduk asli Australia juga terbelenggu kebijakan-kebijakan diskriminatif dan melanggar HAM yang diterapkan pemerintah negara itu kepada mereka. Dari generasi ke generasi, suku Aborigin terus menjadi sasaran pelanggaran HAM.
Masyarakat pribumi harus menderita karena penerapan kebijakan diskriminasi ras terhadap mereka. Menurut laporan terbaru Amnesti Internasional, penyerangan, ancaman, pemerkosaan dan diskriminasi ras adalah sebagian tindak kekerasan yang kerap dilakukan terhadap masyarakat pribumi di seluruh dunia. Masyarakat pribumi Kanada, tahun ini, pada peringatan 100 tahun kemerdekaan Kanada, di saat kebanyakan warga merayakan hari jadi negaranya di jalan-jalan, menggelar demonstrasi untuk memprotes 150 tahun penindasan dan genosida terhadap penduduk asli Kanada oleh pemerintah negara itu.
Di Kanada, dalam lima tahun terakhir, jumlah warga pribumi yang mendekam di penjara-penjara federal untuk menjalani hukuman seumur hidup atau dalam jangka waktu lama, jumlahnya bertambah banyak. Warga pribumi Kanada yang berada di penjara jumlahnya meningkat 43 persen, atau 23 persen dari total warga Kanada yang dipenjara di seluruh negeri. Padahal populasi penduduk pribumi Kanada, hanya empat persen dari seluruh warga negara itu.
Pada dekade sebelumnya, perempuan pribumi Kanada yang dijebloskan ke penjara jumlahnya naik 80 persen dan mereka biasanya mendapatkan perlakuan buruk. Dari lima tahanan pribumi, satu di antaranya berusia di atas 50 tahun dan rata-rata berpendidikan SMP, 80 persen tahanan adalah pecandu narkotika, 80 persen perempuan korban pemerkosaan, 31 persen perempuan menderita Hepatitis C atau mengidap penyakit Aids dan lebih dari setengah tahanan membutuhkan penanganan medis penyakit jiwa.
Sungguh disayangkan, di Kanada jumlah tahanan perempuan yang berasal dari kelompok minoritas, di dekade lalu bertambah 75 persen, sedangkan tahanan perempuan pribumi bertambah 80 persen. Howard Sapers, salah satu inspektur penjara Kanada terkait peningkatan di luar batas jumlah tahanan pribumi mengatakan, fenomena ini dapat memberikan dampak buruk, di antaranya praktik-praktik diskriminasi di antara tahanan. Diskriminasi di antara tahanan lebih menjadi alat untuk mengelola penjara daripada alat untuk mengelola bahaya.
Data terbaru dari lembaga permasyarakatan Kanada menunjukkan, jumlah tahanan yang berada di sel-sel isolasi bertambah dibanding dekade sebelumnya. Berdasarkan data tersebut, 7.137 tahanan antara tahun 2003-2004 dijebloskan ke sel-sel isolasi. Angka tersebut bertambah menjadi 8.221 orang antara tahun 2012-2013.
Jumlah terbesar tahanan yang berada di sel-sel isolasi tercatat di Negara Bagian Ontario, Quebec dan Prairies. Awal tahun ini, Howard Sapers mendesak pemerintah Kanada untuk menangani masalah warga pribumi di penjara. Dua pertiga tahanan Kanada adalah warga pribumi yang ingin bebas, karena sebagian besar dari mereka bukan ancaman bagi masyarakat Kanada yang lain.
Penduduk pribumi Kanada terdiri dari 25 persen laki-laki dan 41 persen perempuan. Mereka, setelah keluar dari penjara bergabung dengan kelompok-kelompok minoritas yang sama-sama pernah dipenjara dan terkucil serta berada di bawah pengawasan keamanan ketat.
Hari Pribumi Sedunia diperingati oleh masyarakat internasional untuk mengingat ribuan laki-laki dan perempuan yang teguh memegang tradisi dan adatnya. Hari ini adalah momen untuk meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat pribumi dunia. Juga kesempatan yang tepat untuk mengenang kerja keras dan upaya masyarakat adat dalam menjaga dunia agar lebih baik, seperti melindungi kelestarian alam.