Menelisik Keputusan Kontroversial Pemerintah India Membatalkan Otonomi Kashmir
Keputusan pemerintah India untuk menghapuskan otonomi khusus Kashmir yang membatasi para penduduk daerah ini telah menghadapi penentangan luas di dalam dan luar negeri.
Dengan mengajukan RUU kepada parlemen untuk mencabut Pasal 370 Undang Undang Dasar yang kemudian berhasil disahkan, pemerintah India berupaya mengubah komposisi populasi mayoritas Muslim dengan menahan gerakan kemerdekaan di Kashmir.
Dengan pencabutan Pasal 370 UUD India oleh parlemen yang dikendalikan oleh Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa, jalan untuk mewujudkan rencananya di Kashmir akan terbuka.
Pasal 370 UUD India telah memberikan Kashmir otonomi khusus, sehingga negara bagian ini dengan pengecualian urusan luar negeri, pertahanan dan komunikasi dan telekomunikasi yang dikendalikan oleh pemerintah pusat India, memiliki konstitusi independen dan benderanya sendiri serta bebas untuk memberlakukan undang-undang.
Akibatnya, di bawah ketentuan Pasal 370 UUD India ini, pemerintah lokal Jammu dan Kashmir dapat menentukan undang-undang tentang tempat tinggal permanen, properti, dan hak-hak dasar warga negara, yang mencegah kepemilikan umat Hindu di daerah ini dan melakukan jual beli tanah.
Tentu saja, penolakan pemerintah India terhadap Pasal 370 UUD yang memberikan otonomi khusus untuk Kashmir tidak terbatas pada periode partai yang berkuasa sejak 2014 hingga kini.
Partai BJP telah lama menentang prinsip penentuan nasib sendiri untuk Kashmir dan penghapusan Pasal 370 UUD adalah salah satu janjinya dalam pemilihan umum 2019.
Partai BJP yang berkuasa, yang memiliki kecenderungan ekstremis, tidak menganjurkan hidup berdampingan secara damai dengan minoritas agama lain, terutama Muslim.
Ketika Narendra Modi menjadi Menteri Utama Gujarat di barat India, ratusan orang kehilangan nyawa pada tahun 2002 setelah pemberontakan orang Hindu terhadap umat Islam.
Karena alasan ini, Modi menghadapi berbagai kritik dalam dan luar negeri karena mengabaikan kekerasan umat Hindu dan pembunuhan umat Islam.
Meskipun Modi menyangkal keterlibatannya dalam mempromosikan pembunuhan Muslim dan belum dituntut sejauh ini, ajudannya dijatuhi hukuman 28 tahun penjara oleh pengadilan.
Dalam beberapa tahun terakhir, partai BJP telah bekerja keras sejak 2014 untuk menyelesaikan masalah Kashmir dengan menggunakan cara kekerasan dan baru-baru ini dengan merampas hak-hak dasar mereka serta memaksakan pembatasan, namun sejauh ini, usaha mereka menemui kegagalan.
Ada pandangan di kalangan kalangan politik dan media bahwa langkah kontroversial pemerintah India untuk menghapuskan Pasal 370 UUD dan otonomi khusus Kashmir akan meningkatkan tantangan partai yang berkuasa di kawasan itu dan dalam hubungan luar negeri.
AJ Noorani, pakar hukum konstitusi India mengatakam, "Langkah pemerintah India untuk membatalkan otonomi khusus Kashmir adalah keputusan yang melanggar hukum dan penipuan dan tentu saja akan ditantang di Mahkamah Agung."
Pemerintah Modi dalam menjustifikasi langkahnya mengaku bahwa keputusan untuk membatalkan otonomi khusus Kashmir merupakan langkah yang membuat kawasan ini memiliki kondisi setara dengan negara bagian lain di India.
Tentu saja, ada pandangan bahwa tindakan terburu-buru partai penguasa BJP hanya bisa menjadi skenario yang akan mengalihkan opini publik dari resesi dan masalah ekonomi setelah hanya tiga bulan kembali memenangkan pemilu legislatif India, untuk memenuhi janjinya kepada para pendukungnya.
Dengan mencermati pendekatan anti-Muslim partai penguasa BJP, yang juga terlihat dalam catatan pemerintah di beberapa negara, termasuk Gujarat, perubahan komposisi penduduk di Kashmir dapat dilihat sebagai tujuan paling penting dari keputusan pemerintah India untuk menghapuskan otonomi khusus di Kashmir. Menurut skenario ini, dengan kemungkinan umat Hindu diizinkan untuk tinggal dan membeli tanah di daerah itu, umat Islam secara bertahap akan kehilangan sebagai mayoritas penduduk, sehingga memberikan alasan untuk tidak lagi mengejar penyebab besar kemerdekaan Kashmir dan bahkan peran yang menentukan untuk melakukan referendum demi menentukan nasib penduduknya.
Karena jika umat Islam menjadi populasi minoritas setelah migrasi Hindu ke daerah tersebut, hasil referendum yang mungkin untuk menentukan nasib penduduknya adalah tetap berada di negara bagian India dan merespons secara negatif pemisahan dan kemerdekaan.
Atas dasar inilah pemerintah India, di bawah tekanan internasional dari resolusi PBB yang menyerukan referendum bebas di Kashmir untuk menentukan nasibnya, sedang mencari skenario berbahaya dalam jangka menengah dengan menyediakan perumahan luas bagi umat Hindu di Kashmir, lewat pembolehan mereka untuk melakukan jual beli tanah di Kashmir dengan merealisasikan tujuan akhir mengubah komposisi populasi di daerah ini.
Dimensi yang tidak manusiawi dan berbahaya serta konsekuensi dari penghapusan otonomi khusus di Kashmir oleh pemerintah India sedemikian rupa sehingga keputusan semacam itu mendapat penentangan serius di kalangan politik dan media negara itu, terutama Partai Kongres India.
Terutama setelah perubahan dalam UUD India ini, pemerintah negara ini menempatkan puluhan ribu tentara di Kashmir lalu memutus internet dan saluran telepon serta menangkap para pemimpin dan kelompok-kelompok Kashmir.
Munculnya kondisi ini telah menyebabkan saingan utama BJP, yaitu Partai Kongres untuk menggambarkannya sebagai bencana dan berbahaya serta memperingatkan akan konsekuensinya.
Protes dan keberatan terhadap penghapusan otonomi khusus Kashmir tidak terbatas pada India saja, dan pemerintah dan rakyat Pakistan serta Organisasi Kerjasama Islam (OKI) juga mengutuk langkah tersebut.
Menanggapi tindakan anti-Kashmir India, pemerintah Pakistan telah mengusir Ajay Bisaria, Duta besar India di Islamabad dan menangguhkan hubungan dagannya dengan negara tersebut.
Warga di berbagai kota Pakistan, termasuk ibu kota, Islamabad, serta Karachi dan Lahore, meneriakkan slogan-slogan sebagai protes terhadap pemerintah India dan menekankan hak Kashmir yang berada di bawah kontrol India.
Keputusan untuk menghapuskan otonomu khusus Kashmir tampaknya bertentangan dengan harapan Modi, meningkatkan tantangan bagi partai yang berkuasa di daerah ini dan dalam hubungan luar negeri India.
Terutama setelah pengusiran duta besar India untuk Islamabad dan penangguhan hubungan perdagangan negara ini oleh Pakistan, membuat otoritas New Delhi menanggapi dengan cepat dan meminta peninjauannya.