Mengapa Borrell Mengritik Rezim Zionis Karena Mengabaikan Hukum Internasional?
Josep Borrell, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa menyebut sikap Israel mengabaikan keputusan Mahkamah Internasional membahayakan kredibilitas lembaga ini. Pada hari Minggu (26/5), Borrell mengatakan, "Menolak atau membuat pengecualian berdasarkan pendekatan ilegal terhadap tatanan berbasis hukum merusak nilai-nilai kami dan posisi internasional kami serta melemahkan sikap kami dalam isu-isu lain, termasuk Ukraina."
Borrell menambahkan, Jika salah satu pihak tidak puas dengan putusan pengadilan, ia dapat meminta penafsiran lain dengan mengajukan permintaan, tapi ia tidak boleh mengabaikannya.
Pada saat yang sama, Borrell menyatakan, Sudah waktunya bagi Uni Eropa untuk menerima tanggung jawabnya atas situasi bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya ini. Kita harus bertindak. Kredibilitas politik dan perselisihan kita dipertaruhkan.
Kritik kepala Kebijakan luar negeri Uni Eropa terhadap pengabaian rezim Zionis akan hukum internasional, termasuk keputusan Mahkamah Internasional baru-baru ini dalam rangka menghentikan serangan terhadap Rafah, menunjukkan sifat tidak manusiawi dari rezim kriminal ini, yang selama delapan bulan di Gaza melanggar semua standar, hukum dan perjanjian internasional terkait konflik bersenjata yang telah melanggar Konvensi Jenewa Larangan Genosida tahun 1948.
Pengabaian terang-terangan Tel Aviv terhadap putusan Pengadilan Den Haag terjadi di bawah bayang-bayang dukungan penuh Amerika Serikat atas sikap rezim Israel dan berlanjutnya pengiriman senjata ke Wilayah Pendudukan Palestina untuk membunuh warga Palestina.
Meskipun negara-negara dan organisasi-organisasi internasional menyambut baik keputusan Mahkamah Internasional, Amerika telah menolak yurisdiksi Mahkamah Internasional atas permintaan tersebut.
Lindsey Graham, senator Amerika yang suka perang, mengacu pada hukum ini, menulis di jejaring sosial X, Mahkamah Internasional harus pergi ke neraka! Sudah lama kita harus menanggung beban lembaga peradilan internasional yang terkait dengan PBB.
Berdasarkan posisi Uni Eropa, sudah terlihat jelas adanya perbedaan pendapat antara Brussels dan Washington mengenai putusan Pengadilan Den Haag terkait Rafah.
Komisaris Manajemen Krisis Eropa Janez Lenarcic menekankan implementasi keputusan Mahkamah Internasional untuk menghentikan operasi militer di Rafah dan menyatakan bahwa keputusan Mahkamah Internasional bersifat mengikat dan para pihak harus mematuhinya.
Menurutnya, Saya berharap keputusan pengadilan akan segera dilaksanakan.
Josep Borrell, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, juga merujuk pada keputusan ini dan mengatakan, Uni Eropa harus memilih antara mendukung lembaga internasional atau mendukung Israel.
Meskipun negara-negara Eropa telah mencoba untuk secara bertahap memisahkan diri dari Washington dalam bidang dukungan tanpa syarat kepada Israel dengan berlanjutnya perang Gaza, dan dalam konteks ini, mereka telah mengkritik kejahatan rezim Zionis dan ingin menghentikan serangan-serangan rezim ini di Jalur Gaza, terutama Rafah di selatan kawasan ini, tapi masih ada beberapa negara Eropa, terutama Jerman dan Inggris, yang menjadi kaki tangan kejahatannya dengan terus mengirimkan senjata ke Israel.
Mahkamah Internasional memutuskan pada hari Jumat, 24 Mei, bahwa Israel harus "segera" menghentikan serangan militernya di Rafah, selatan Jalur Gaza.
Dengan 13 suara mendukung dan 2 suara menentang, pengadilan ini memerintahkan penghentian segera operasi militer rezim Zionis di Rafah dan menuntut pembukaan kembali penyeberangan Rafah agar bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Jalur Gaza.
Akibat berlanjutnya kejahatan rezim Zionis terhadap masyarakat tertindas di Gaza, Afrika Selatan pada pekan lalu meminta Mahkamah Internasional untuk memerintahkan Israel menghentikan serangan terhadap Rafah sebagai tindakan darurat dan menekankan bahwa tindakan Israel di selatan Gaza adalah sebuah tindakan “genosida” dan mengancam kelangsungan hidup rakyat Palestina.
Afrika Selatan sebelumnya menuduh Israel melanggar konvensi “genosida” PBB. Mahkamah Internasional berpendapat bahwa keputusan pengadilan tersebut sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup rakyat Palestina.
Meskipun ada keputusan Pengadilan Den Haag, rezim Zionis secara terbuka menentang keputusan tersebut dan pada saat yang sama meningkatkan serangannya terhadap Rafah.
Itamar Ben-Gvir, Menteri Keamanan Dalam Negeri Rezim Zionis menolak keputusan Pengadilan Den Haag dan menggambarkannya sebagai "anti-Semit" dan menulis di jejaring sosial X, Putusan Pengadilan anti-Semit ini hanya memiliki satu jawavan saja dan itu adalah pendudukan kota Rafah serta peningkatan tekanan militer terhadap Hamas dan kekalahan totalnya hingga terwujudnya “kemenangan penuh” dalam perang.
Dalam kejahatan terbarunya, tentara Zionis menargetkan tenda-tenda dan pusat pemukiman pengungsi di barat laut Rafah, selatan Jalur Gaza, Minggu (26/5) malam.
Ismail Al-Thwabateh, Direktur Kantor Informasi di Jalur Gaza mengatakan pada hari Senin (27/5), Tentara pendudukan Zionis membom lebih dari 10 pusat pemukiman pengungsi Palestina di Rafah siang dan malam hari kemarin, yang menyebabkan lebih dari 190 warga Palestina gugur syahid martir atau terluka.
Organisasi Darurat Rafah juga mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa pembantaian baru yang dilakukan oleh Zionis membatalkan semua klaim mereka tentang keberadaan wilayah aman di Rafah dan pembantaian warga sipil yang terlantar menunjukkan desakan rezim Zionis untuk melanjutkan operasi pembunuhan dan penghancuran di Rafah.
Pernyataan organisasi ini menyebutkan bahwa musuh Zionis melanggar seluruh resolusi internasional mengenai perlunya menghentikan operasi militer di Rafah dan tidak menyerang warga sipil.
Mengabaikan implementasi keputusan Mahkamah Internasional dijadikan lampu hijau bagi rezim pendudukan untuk membunuh dan menghancurkan lebih banyak lagi di Rafah.(sl)