Krisis Politik akibat Perselisihan antara Militer dan Kabinet Rezim Zionis
(last modified Thu, 18 Jul 2024 03:55:45 GMT )
Jul 18, 2024 10:55 Asia/Jakarta
  • Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Zionis Israel
    Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Zionis Israel

Kepala Staf Gabungan Militer Zionis Israel menuntut permintaan maaf dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu atas komentarnya tentang tentara, yang merupakan akibat dari perselisihan antara militer dan kabinet rezim Zionis.

Channel 12 TV rezim Zionis melaporkan bahwa Kepala Staf Gabungan Militer Zionis, Herzi Halevi menuntut permintaan maaf dari Netanyahu atas pernyataan berbahaya yang dibuat oleh perdana menteri rezim ini tentang militer.

Dalam pertemuan tersebut, Kepala Staf Gabungan Militer Rezim Zionis menanggapi pernyataan Netanyahu dengan serius dan menuntut permintaan maafnya.

Netanyahu sebelumnya mengatakan bahwa salah satu alasan kurangnya kemajuan dalam negosiasi pertukaran tahanan dalam beberapa bulan terakhir adalah kurangnya tekanan militer terhadap Hamas.

Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Zionis Israel

Channel 12 TV rezim Zionis juga memberitakan bahwa perdana menteri rezim Zionis tidak meminta maaf kepada Halevi atas pernyataannya tentang militer rezim Israel.

Benny Gantz, anggota kabinet perang Israel yang mengundurkan diri juga mengkritik Benjamin Netanyahu dan mengatakan, Netanyahu ingin membebaskan tahanan Israel, tetapi dia khawatir dengan risiko politiknya.

Gantz menambahkan bahwa Netanyahu ingin menghancurkan Israel.

Perang di Gaza telah mengungkap perbedaan pendapat antara para pemimpin rezim Zionis, dan eskalasi krisis politik di Tel Aviv.

Pernyataan para pejabat Zionis menunjukkan bahwa bertentangan dengan klaim mereka mengenai perang Gaza, militer rezim Zionis tidak mencapai hasil apa pun selain kekalahan dan kegagalan melawan kelompok perlawanan Palestina.

Dalam beberapa bulan terakhir, Netanyahu selalu mengklaim bahwa perang akan terus berlanjut hingga hancurnya Hamas, klaim yang tidak menjadi kenyataan, dan perkembangan di Gaza jelas menunjukkan keunggulan perlawanan terhadap tentara rezim Zionis.

Perundingan gencatan senjata juga menemui jalan buntu dalam beberapa bulan terakhir, karena para pemimpin rezim Zionis mengakui ketidaksepakatan mereka mengenai kelanjutan perang Gaza dan terus menghalangi proses perundingan.

Kelompok-kelompok Palestina jelas telah mengajukan tuntutan yang sah. Kembalinya para pengungsi dan penarikan pasukan penjajah dari Gaza merupakan salah satu syarat dasar Palestina dalam perundingan gencatan senjata.

Hal ini terjadi dalam situasi di mana krisis politik di Wilayah Pendudukan semakin meningkat dan dua kelompok penghasut perang dan Zionis ekstrem di kabinet Netanyahu saling tuduh sebagai penyebab kegagalan perang Gaza.

Ada pula perbedaan pendapat antara kedua kelompok ini mengenai kelanjutan perang.

Perkembangan beberapa bulan terakhir setelah operasi Badai Al-Aqsa yang dilakukan kelompok perlawanan merupakan puncak dari persiapan lapangan perlawanan untuk bangkit dan menghadapi tentara rezim Zionis sedemikian rupa sehingga Zionis benar-benar terkejut dan tidak sanggup menghadapi kelanjutan perang Gaza.

Abu Hamzah, Juru Bicara Brigade Quds menekankan: perlawanan mempunyai kehadiran lapangan yang efektif di berbagai wilayah Gaza.

Abu Hamzah, Juru Bicara Brigade Quds

Ketidakpercayaan antara militer dan kabinet Netanyahu meningkatkan eskalasi krisis politik di Wilayah Pendudukan.

Kelompok ekstrem Zionis dan Netanyahu tidak sepakat mengenai perundingan gencatan senjata dengan Hamas, dan perbedaan pendapat ini semakin meningkat dengan terus berlanjutnya kekalahan tentara rezim Zionis melawan perlawanan.

Konsekuensi dari perkembangan terkini di Gaza adalah semakin tidak stabilnya Tel Aviv dan jatuhnya kabinet Netanyahu.(sl)