Garis Merah Hamas untuk Negosiasi Gencatan Senjata
(last modified Sun, 08 Sep 2024 03:41:25 GMT )
Sep 08, 2024 10:41 Asia/Jakarta
  • Bendera Palestina dan Hamas
    Bendera Palestina dan Hamas

Ketua tim perunding Hamas dalam perundingan gencatan senjata Gaza menekankan persoalan mendasar dan garis merah gerakan ini dalam perundingan dan implementasinya.

Khalil Al-Hayya, ketua tim perunding Hamas, mengatakan, Perjanjian apa pun harus mencakup penghentian agresi secara menyeluruh, penarikan total dari Gaza, termasuk poros Philadelphia, kebebasan pengungsi untuk kembali, dan bantuan. untuk membangun kembali apa yang dihancurkan penjajah.

Menurut Khalil Al-Hayya, Dunia menjadi percaya tentang alasan gangguan dalam proses negosiasi, siapa pihak yang menghalangi perjanjian dan siapa yang terus-menerus membuat argumen dan alasan untuk menggagalkan upaya mencapai kesepakatan, dan ini adalah apa yang juga dikatakan oleh Presiden AS Joe Biden. Dia menegaskan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak berbuat cukup banyak untuk menyelesaikan perjanjian.

Khalil Al-Hayya, ketua tim perunding Hamas

Otoritas Zionis juga selalu mengakui penipuan dan kebohongan Netanyahu dalam proses perundingan gencatan senjata perang Gaza.

Perundingan gencatan senjata perang Gaza telah diadakan dalam beberapa tahap di Kairo dan Doha, tapi rezim Zionis selalu menghalanginya untuk mencapai kesimpulan dengan membuat tuntutan dan klaim palsu.

Hamas dan kelompok pejuang Palestina juga menegaskan bahwa mereka bersedia melanjutkan perundingan hanya dengan memenuhi tuntutan sah rakyat Palestina dan menghadapi proses penjajahan rezim Zionis.

Sikap merusak perundingan yang dilakukan Netanyahu dan pemerintah AS, sebagai pendukung utama rezim Zionis, juga menjadi salah satu alasan utama kegagalan negosiasi gencatan senjata dalam beberapa bulan terakhir.

Nadav Argaman, mantan Kepala Organisasi Intelijen dan Keamanan Dalam Negeri Zionis (Shin Bet), mengakui bahwa Benjamin Netanyahu adalah orang yang kejam, pesimis, dan penipu yang berusaha menyesatkan seluruh rezim dengan kebohongan Philadelphia untuk mencegah perjanjian tersebut.

Menurut Argaman, Netanyahu mengorbankan nyawa para sandera dan keamanan Israel demi kelangsungan hidup pribadinya dan untuk aliansinya (dengan Zionis ekstrim).

Poros Philadelphia adalah jalur perbatasan sempit dengan panjang sekitar 14 kilometer dan lebar antara 100 hingga 300 meter, yang terletak di perbatasan antara Gaza dan Mesir.

Kawasan ini dirancang sebagai zona penyangga yang memisahkan Gaza dari Mesir dan sangat penting dari sudut pandang keamanan dan militer.

Militer Zionis, dengan menduduki dan tetap berada di poros Philadelphia, praktis telah menghancurkan kemungkinan dilakukannya gencatan senjata, sementara Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, negara-negara penengah dalam perundingan, menuntut penarikan tentara rezim Zionis dari daerah tersebut.

Selama bertahun-tahun, kawasan ini telah menarik banyak perhatian karena adanya terowongan bawah tanah yang digali dari Gaza hingga Mesir.

Terowongan ini memungkinkan kelompok Palestina mengirim berbagai material, termasuk senjata, bahan bakar, dan barang lainnya, ke Gaza.

Keengganan Netanyahu untuk mengakhiri pendudukan Gaza dan terus hadirnya pasukan Zionis di poros Philadelphia menjadi alasan utama tidak tercapainya kesepakatan dalam perundingan.

Pendudukan yang terus berlanjut di poros Philadelphia juga merupakan tindakan melawan peraturan internasional, yang terus ditegaskan oleh rezim Zionis, dengan dukungan Amerika Serikat, untuk diterapkan.

Dua persoalan penting dan mendasar bagi Hamas dalam perundingan gencatan senjata adalah berakhirnya pendudukan pasukan Zionis di Gaza dan jaminan kembalinya para pengungsi Palestina.

Rezim Zionis dan pendukung Tel Aviv telah membuat perundingan gencatan senjata menemui jalan buntu dengan menerapkan tindakan yang melanggar hukum internasional dan terus melakukan kejahatan perang dan genosida di Gaza.(sl)

Tags