Mengapa Ada Peningkatan 200% Tindakan Anti-Israel di AS?
(last modified Tue, 08 Oct 2024 03:56:43 GMT )
Okt 08, 2024 10:56 Asia/Jakarta
  • Sentimen anti-Zionis semakin menyebar di dunia akibat kejahatannya di Gaza dan Lebanon
    Sentimen anti-Zionis semakin menyebar di dunia akibat kejahatannya di Gaza dan Lebanon

Dengan meluasnya dukungan terhadap Palestina dan penolakan terhadap Israel di negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, kini Zionis telah mengakui bahwa setelah tanggal 7 Oktober, telah terjadi peningkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam gerakan anti-Israel di Amerika Serikat.

Dalam laporan mengenai topik ini, surat kabar Zionis Maariv mengumumkan bahwa kasus tindakan anti-Zionis (yang disebut mereka sebagai anti-Semit) di Amerika Serikat pada tahun lalu mencapai ribuan dan meningkat sebesar 200%.

Mengutip statistik resmi yang dipublikasikan, media Zionis ini melaporkan bahwa lebih dari 10.000 kasus tindakan anti-Israel telah terjadi di Amerika Serikat sejak 7 Oktober 2023, yang merupakan jumlah insiden serupa tertinggi dalam setahun sejak berdirinya Liga Anti-Fitnah atau Anti-Defamation League terkait kasus ini.

Dengan menganalisis statistik yang dikumpulkan dari 7 Oktober 2023 hingga 24 September 2024, terlihat peningkatan insiden sebesar 200 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Menurut statistik yang diumumkan, 8.015 kasus tindakan lisan atau tertulis (terhadap Zionis dan rezim Zionis) dan lebih dari 1.840 kasus tindakan melawan kepentingan (Zionis) telah terdaftar di Amerika Serikat, dan lebih dari 150 kasus konflik juga telah dilaporkan.

Demonstrasi anti-Israel di Amerika Seriat

Menurut laporan ini, gelombang anti-Zionis di perguruan tinggi juga meningkat tajam dan dengan tercatat 200 insiden, menunjukkan peningkatan sebesar 500%.

Pengakuan Zionis atas peningkatan sentimen dan tindakan anti-Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya di Amerika Serikat masuk akal mengingat perubahan sikap penting warga Amerika, terutama generasi muda, terhadap Israel dalam satu dekade terakhir.

Sejak awal serangan Israel di Jalur Gaza sebagai pembalasan atas operasi Badai Al-Aqsa yang dilakukan oleh kelompok perlawanan Palestina yang dipimpin oleh Hamas, berbagai kota di Amerika telah berulang kali menyaksikan berbagai aksi unjuk rasa, demonstrasi dan kampanye menentang serangan rezim Zionis di Gaza dan penentangan atas kebijakan proteksionis pemerintahan Biden terhadap Israel.

Serangan rezim Zionis di Jalur Gaza dan genosida terhadap warga Palestina serta berlanjutnya kejahatan rezim ini yang belum pernah terjadi sebelumnya selama perang Gaza, yang peringatan setahunnya kini telah lewat, bukan hanya menyebabkan terjadinya demonstrasi dan pertemuan yang sangat besar dengan partisipasi ribuan warga Amerika di kota-kota dan negara bagian, bahkan menjadi gelombang protes mahasiswa terbesar sejak protes anti-rasisme pada tahun 2020 di Amerika.

Demonstrasi dan aksi duduk ini diadakan sebagai protes atas kejahatan Israel di Gaza, khususnya genosida, usaha membuat lapar warga Gaza, permintaan gencatan senjata segera dan peningkatan bantuan ke Gaza, yang tentu saja mendapat reaksi negatif pemerintah Amerika dan menerapkan hukuman kepada peserta protes itu.

Selain mahasiswa, untuk pertama kalinya, sejumlah besar dosen dan manajer universitas ikut mendampingi para pengunjuk rasa.

Protes mahasiswa di Amerika yang mendukung Palestina dapat dianggap sebagai fenomena baru dalam sistem politik dan sosial di negara ini.

Tentu saja protes tersebut juga menyebar ke negara-negara Eropa.

Mahasiswa pro-Palestina, termasuk mahasiswa Yahudi yang menentang tindakan Israel di Gaza, mengatakan bahwa mereka secara tidak adil dicap sebagai anti-Semit karena kritik mereka terhadap Israel dan dukungan terhadap hak asasi manusia.

Sistem pemerintahan Amerika paling keras menangani mereka yang mengaku anti-Semit dan mendukung Palestina, dan karena alasan ini, dapat dikatakan bahwa para pengunjuk rasa mengorbankan masa depan mereka demi cita-citanya.

Dengan meningkatnya protes mahasiswa di Amerika terhadap kejahatan yang dilakukan oleh rezim Zionis di Jalur Gaza, Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Zionis menyebut pendukung Palestina di universitas-universitas Amerika sebagai “anti-Semit”, menyebut protes ini “mengerikan”, dan bahwa demonstrasi “harus dihentikan”.

Amerika, sebagai salah satu pengklaim utama hak asasi manusia dan kebebasan manusia, termasuk hak atas kebebasan berpendapat, telah berulang kali mencegah penyampaian pendapat dan penyelenggaraan demonstrasi dan protes terhadap Israel di Amerika Serikat.

Hal ini menunjukkan bahwa isu kebebasan berpendapat hanya diperbolehkan oleh pemerintah AS jika mendukung kebijakan Washington dan sekutunya, khususnya rezim Zionis.

Jika tidak, maka tidak akan ada banyak ruang bagi individu atau lembaga untuk menyampaikan pendapat atau protes terhadap kebijakan yang berlaku.

Terlepas dari bias banyak media Amerika yang mendukung Israel dalam mencerminkan berita dan laporan terkait pendudukan Palestina, perang Gaza, dan sekarang serangan ekstensif rezim Zionis di Lebanon, serta dukungan penuh dan komprehensif dari Gedung Putih dan Kongres Amerika untuk Israel, tapi bukti dan tanda-tanda serta tren nyata dalam masyarakat Amerika, khususnya di kalangan generasi muda, dapat dilihat pada arah mendukung Palestina dan mengutuk kejahatan rezim Zionis masalah yang sama yang kini terpaksa diakui oleh Zionis.(sl)