Trump Batalkan Rencana Relokasi Warga Palestina dari Gaza
(last modified Thu, 13 Mar 2025 12:22:45 GMT )
Mar 13, 2025 19:22 Asia/Jakarta
  • Presiden AS, Donald Trump
    Presiden AS, Donald Trump

Parstoday- Presiden Amerika Serikat, Donald Trump setelah adanya penentangan keras terhadap rencana kontroversial pengusiran paksa warga Gaza dari daerah ini, menyatakan: "Tidak seorang pun ingin memaksa penduduk Gaza meninggalkan wilayah ini."

Menurut laporan Parstoday mengutip al-Alam, Donald Trump Rabu (12/3/2025) saat jumpa pers bersama perdana menteri Irlandia mengatakan: Tidak seorang pun akan mengusir warga Palestina dari Gaza.

 

Pernyataan Trump jelas merupakan penarikan usulan sebelumnya, yang menyerukan pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza dan AS mengambil alih wilayah tersebut. Sebuah rencana yang menghadapi pertentangan luas dari negara-negara Arab dan negara-negara lain di seluruh dunia.

 

Dalam rencananya yang kontroversial, Trump menyerukan relokasi sekitar dua juta warga Palestina dari Gaza untuk membangun kembali jalur tersebut dan menciptakan apa yang disebutnya "Riviera Timur Tengah".

 

Perdana Menteri Irlandia, Micheál Martin dalam jumpa pers tersebut seraya menegaskan pentingnya pelanggengan gencatan senjata, mengatakan: Kami menghendaki pembebasan tawanan dan perealiasian perdamaian di Gaza.

 

Sementara itu, mediasi internasional untuk memulai babak kedua kesepakatan gencatan senjata di Gaza tengah berlangsung.

 

Presiden AS pertama kali mengungkap rencana Gaza yang kontroversial, yang membuat marah Palestina, selama konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, tamu asing pertamanya. Ia menekankan bahwa warga Palestina harus dievakuasi dari Gaza dan bahwa Mesir dan Yordania harus menerima mereka di wilayahnya.

 

Pernyataan Trump yang belum pernah terjadi sebelumnya, bersejarah, dan tak terduga mengenai Gaza pada tanggal 4 Februari 2025, bahwa Amerika Serikat harus menduduki, mengendalikan, mengembangkan, dan memelihara Gaza yang dilanda perang dan memiliki "kepemilikan jangka panjang" di sana, memicu reaksi global. (MF)