Penjelasan Imigrasi soal Penangkapan 3 WNA yang Diduga Intelijen Asing
(last modified Sun, 24 Jul 2022 13:43:10 GMT )
Jul 24, 2022 20:43 Asia/Jakarta
  • WNA diduga intel asing (foto TNI AL)
    WNA diduga intel asing (foto TNI AL)

Satgas Marini Ambalat XXVIII TNI Angkatan Laut menangkap enam orang yang diduga intelijen di Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) pada Rabu (20/7/2022).

Keenam orang yang diduga intelijen tersebut tiga di antaranya merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) dengan inisial EW (23), TR (40), dan YY (40). Sedangkan tiga lainnya adalah Warga Negara Asing (WNA) dengan dua orang berinisial LBS (39) dan HJK (40) asal Malaysia serta JDB (45) asal China. Keenamnya diduga intelijen karena malakukan pemotretan terhadap obyek vital negara di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia.
 
Penjelasan Imigrasi
 
Terkait penangkapan orang asing yang diduga intelijen, Kepala Kantor Imigrasi Nunukan Washington Saut Dompak Napitupulu mengatakan ketiga WNA beralasan sedang melakukan survei lahan. Menurut WNA tersebut, survei lahan itu menjadi salah satu lokasi rancangan pembangunan jembatan. Jembatan yang dimaksud nantinya akan menjadi penghubung antara wilayah Tawau di Malaysia, Pulau Sebatik Malaysia, dan Sebatik Indonesia.
 
Ketiganya saat melakukan survei lokasi untuk pembangunan jemabatan tersebut ditangkap karena diduga sebagai mata-mata. "Dalam denah plan pembangunannya, jembatan tersebut nanti dibuat bercabang. Satunya berujung di Sebatik wilayah Malaysia, dan satu lagi di Sebatik Indonesia," ujar Washington dikutip dari Kompas.com, Jumat (22/7/2022).
 
Namun menurut Washington, sejauh ini belum ada pemberitahuan resmi akan adanya proyek pembangunan jembatan yang dijadikan alasan oleh para warga China dan Malaysia tersebut. Meskipun sebelumnya dia menyebut pernah terdengar isu bahwa Malaysia akan membangun jembatan seperti alasan ketiga WNA tersebut. "Banyak kejanggalan yang masih butuh pendalaman. Kami terus melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap mereka," kata Washington.
 
Ditemukan kejanggalan
 
Pihak Imigrasi Nunukan menemukan sejumlah kejanggalan dari kasus penangkapan ketiga WNA tersebut. Hal itu membuat kecuriagaan adanya tujuan tertentu yang harus diungkap. Berikut adalah temuan kejanggalan menurut Imigrasi Nunukan: Masuk ke Indonesia dengan menggunakan visa wisata bukan visa kerja Tidak memiliki izin dari otoritas setempat untuk melakukan survei pembangunan antarnegara Semestinya terdapat pendampingan secara resmi dari pemerintah Indonesia, bukan dilakukan secara pribadi Ketiganya belum melakukan survei lokasi di wilayah Sebatik Malaysia, melainkan lebih dulu melihat obyek lokasi di Indonesia. "Banyak pengakuan yang masih perlu pembuktian. Kami juga masih meminta fisik kontrak kerjanya, tendernya seperti apa, dan mencoba memastikan kebenaran dari pengakuan mereka," ungkap Washington.
 
Kronologi kejadian
 
Washington menyebut jika ketiganya berangkat secara resmi dari Malaysia menggunakan kapal Kaltara Express lalu turun di Pelabuhan Tunin Taka Nunukan pada Selasa (19/7/2022). Setelah sampai di Indonesia, mereka menginap di sebuah hotel dengan dipandu WNI berinisial YF. Keesokan harinya, mereka lalu menyeberang ke Pulau Sebatik dengan alasan untuk survei rencana pembangunan jembatan penghubung Sebatik-Indonesia ke Tawau-Malaysia. Ketika di Sebatik mereka memotret sejumlah obyek, termasuk sejumlah aset militer milik TNI Angkatan Laut.
 
Mengaku karyawan BUMN China
 
Setelah ditangkap, HJK dan BJD mengaku sebagai karyawan BUMN di perusahaan Railway Contruction Brige Enginering Bureau Group South Asia Sdn Bhd, yang berpusat di Tienjing, China. "Kami masih melakukan beberapa pembuktian, termasuk status mereka di perusahaan BUMN di RRC. Kami lakukan detensi selama 30 hari, dan jika penyelidikan belum selesai, akan kami dorong ketiganya untuk penempatan rumah detensi nanti," kata Washington.
 
Lebih jauh, Washington mengatakan, para WNA disangkakan Pasal 75 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. "Ketiganya dalam pendetensian. Kami masih terus melakukan penyelidikan berkoordinasi bersama unsur intelijen, TNI, Polri, dan Kejaksaan," jelasnya.
 
Awal mula penangkapan
 
Komandan Pos Sei Pancang Lettu Mar Victor Aji Hersanto menjelaskan bahwa penangkapan bermula ketika keenamnya melintas di depan Pos Sei Pancang. Kopda Marinir Moch Arif kemudian melihat kendaraan Avanza warna hitam yang akan melintas di depan Pos Sei Pancang. Moch Arif yang melihat kendaraan tersebut lalu menghentikannya dan melakukan pemeriksaan terhadap orang, dokumen, dan barang. Diketahui bahwa di dalam mobil terdapat enam orang termasuk pengemudi dengan tanpa membawa barang.
 
Setelah diketahui terdapat warga asing, selanjutnya penumpang dan pengemudi diarahkan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan di dalam pos. Hersanto turut melakukan pengecekan terhadap kelengkapan dokumen beserta ponsel milik WNA. Dari pemeriksaan tersebut kemudian diketahui bahwa orang-orang tersebut telah memotret bangunan pos penjagaan militer yang merupakan aset TNI.
 
“Terdapat foto-foto bangunan pos penjagaan militer, patok perbatasan, pelabuhan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di galeri ponsel mereka, yang dillihat cara pengambilannya dilakukan secara sembunyi-sembunyi,” ujar Hersanto dikutip dari Kompas.com, Kamis (22/7/2022). Setelah mendapat temuan, Hersanto lalu melaporkan kepada Komandan Satgasmar Ambalat XXVIII Kapten Marinir Andreas Parsaulian Manalu.
 
Satgasmar Ambalat XXVIII juga berkoordinasi dan menghubungi Tim Komando Pasukan Katak (Kopaska), Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI. Selanjutnya Satuan Gabungan Intelijen (SGI), Intel Kodim 0911, Polsek Sebatik Timur, dan Imigrasi untuk dilakukan koordinasi dan penanganan lanjutan.
 
Foto ilegal
 
Komandan Satgasmar Ambalat XXVIII Kapten Marinir Andreas Parsaulian Manalu menyatakan jika melakukan pengambilan foto secara ilegal dapat dijerat hukum yang berlaku. Hukum tersebut tertuang dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
 
“Selanjutnya enam orang tersebut kami serahkan kepada pihak Imigrasi Sebatik untuk dilakukan proses selanjutnya dengan mengamankan para pelaku ke kantor Imigrasi Nunukan,” tegas Andreas. (kompas.com)