Indonesia dan Minat Baca
-
Buku
Minat baca Indonesia memang masih memprihatinkan. Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu meletakkan Indonesia di peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Melihat kondisi demikian, maka demi mewujudkan Nawa Cita, pemerintah juga harus memperhatikan dan membangun infrastruktur demi meningkatkan minat baca rakyat.
Minat Baca Orang Pedalaman Lebih Tinggi daripada Orang Kota
Antropolog sekaligus penggagas pendidikan bagi anak-anak suku asli yang tinggal di pedalaman rimba, Saur Marlina Manurung, menilai bahwa minat membaca orang di pedalaman lebih besar dari pada orang di kota.
"Minat membaca orang pedalaman dengan di kota saya jamin lebih besar orang pedalaman. Mereka belajar kehidupan sejak kecil, membaca apapun di sekitar mereka dan langsung dipraktikkan," ujar perempuan yang akrab disapa Butet Manurung itu pada acara Final Gramedia Reading Community Competition 2016, di Perpustakaan Nasional, Sabtu (27/8/2016).
Alam dan lingkungan, lanjut Butet, membuat orang pedalaman sudah terbiasa membaca tanpa media buku. Dia lalu mencontohkan, jika ingin menangkap tupai, maka orang pedalaman membaca dahulu vegetasinya dan arah angin, barulah kemudian mereka mempelajari dan mempraktikkannya.
Menurut Butet, orang pendalaman mudah sekali diajari baca dan tulis asalkan dengan cara menyenangkan dan dekat dengan kehidupan mereka.
"Kalau kita mengenalkan baca tulis dengan menyenangkan, secara otomatis buku itu akan mereka terima. Asal kita mengenalkan (baca dan tulis) dan mengajarinya sesuai dengan aktifitas keseharian mereka" papar peraih penghargaan "Heroes of Asia Award 2004" dari Majalah Time.
Buta huruf
Minat belajar dan membaca masyarakat pendalaman yang tinggi rupanya tak dimiliki masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal itu terbukti lewat hasil studi "Most Littered Nation In the World" oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret lalu.
Riset tersebut menempatkan Indonesia di peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Posisi Indonesia pun persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).
Namun, meskipun minat baca rendah, angka buta huruf di Indonesia dinilai mengalami penurunan. Hal itu dituturkan Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, yang turut hadir pada acara itu.
"Angka buta huruf tak bisa membaca sekarang sudah lebih sedikit tinggal enam persen. Dari lima persen yang melek huruf(bisa tulis dan baca)saat Indonesia merdeka sekarang sudah 94 persen melek huruf dan ini untuk 250 juta penduduk," kata Anies.
Pencapaian itu, lanjut penggagas gerakan 'Indonesia Mengajar' itu, sudah lebih baik ketimbang negara lain. Saat ini saja masyarakat buta huruf di India masih sekitar 30 persen.
"Ketika kita baru lima persen bisa baca tulis, di India itu sudah delapan persen, di Mesir sudah hampir 10 persen. Kok mereka itu sekarang terseok-seok, dan kita sudah 94 persen," ujar mantan Rektor Universitas Paramadina itu.
Namun, menurut Butet Manurung, meski mengalami penurunan angka buta huruf di kawasan pedalaman terpencil masih besar. Terlebih, angka buta huruf yang dihitung BPS (Badan Pusat Statistik) adalah usia di luar wajib belajar, yaitu 15 sampai 60 tahun, sementara untuk usia 15 tahun ke bawah tak terdeteksi secara detail.
"Sepengalaman saya di pedalaman itu banyak banget yang buta huruf. Jangankan di Indonesia Timur, di Jember saja banyak. Anak-anak usia sekolah bahkan yang ikut sekolah pun masih buta huruf," ujar Butet.
Komunitas baca
Baik Anies Baswedan dan Butet Manurung hadir di acara Final Gramedia Reading Community Competition 2016, yaitu kejuaraan membaca untuk komunitas atau taman baca yang ada di Indonesia. Kegiatan melibatkan komunitas baca (reading community) tersebut adalah salah satu upaya ikut membantu mendorong minat baca di Tanah Air.
Penyelenggaraan kali ini merupakan etape final untuk kawasan Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Lampung. Empat regional lain sudah merampungkan kompetisinya, yaitu pertama Sumatera, kedua Jawa Tengah dan Yogyakarta, ketiga Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Banjarmain dan terakhir regional Indonesia Timur.
Pemenang di masing-masing regional akan mendapatkan bantuan buku dan dana dari Gramedia.
"Jadi, selama satu tahun kita akan berikan funding atau dana operasional. Kita juga akan memberikan buku selama tiga kali dalam satu tahun periode, jadi koleksi buku yang ada di komunitas-komunitas baca itu kita tambah," kata Secretary PT Gramedia Asri Media, Yosef Aditiyo Corporate.
Minat Baca Indonesia Ada di Urutan ke-60 Dunia
Kondisi minat baca bangsa Indonesia memang cukup memprihatinkan. Berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca.
Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.
"Penilaian berdasarkan komponen infrastruktur Indonesia ada di urutan 34 di atas Jerman, Portugal, Selandia Baru dan Korea Selatan," papar mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, Sabtu (27/8/2016), di acara final Gramedia Reading Community Competition 2016 di Perpustakaan Nasional, Salemba, Jakarta.
Kenyataan itu, menurut Anies, menunjukkan Indonesia masih sangat minim memanfaatkan infrastruktur. Jadi, menurut dia, indikator sukses tumbuhnya minat membaca tak selalu dilihat dari berapa banyak perpustakaan, buku dan mobil perpustakaan keliling.
Lebih lanjut, penggagas gerakan 'Indonesia Mengajar' itu menilai agar membaca bisa menjadi budaya perlu beberapa tahapan. Pertama mengajarkan anak membaca, lalu membiasakan anak membaca hingga menjadi karakter, setelah itu barulah menjadi budaya.
"Jadi budaya membaca itu hadir karena ada kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca ada jika ada rencana membaca secara rutin dan rutinitas dalam baca itu penting sekali," kata Anies.
Tak hanya program
Selain membuat program, cara lebih efektif untuk meningkatkan minat dan daya baca adalah membuat movement atau gerakan. Menurut Anies, efek dari sebuah gerakan biasanya lebih cepat menyebar dibanding program.
"Movement kalau sudah menular maka akan unstoppable, sebab menularnya bukan karena perintah, dana, dan program tapi karena ada penularan," kata pemilik nama lengkap Anies Rasyid Baswedan itu.
Anies pun memberi usul agar komunitas membaca tak menggunakan pendekatan program untuk menumbuhkan minat baca tapi dengan sebuah gerakan.
"Kalau didekatkan sebagai program, maka semua itu tergantung penyelenggara, tapi kalau didekati dengan gerakan, efeknya akan meluas sekali," papar mantan Rektor Universitas Paramadina tersebut.
Adapun Gramedia Reading Community Competition adalah kejuaraan membaca untuk komunitas atau taman baca yang ada di Indonesia. Untuk mengikutinya para peserta harus mengirimkan essai dilengkapi dokumentasi foto atau video yang menceritakan kegiatan mereka.
Penyelenggaraan kali ini adalah final untuk regional Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Lampung. Empat regional lain sudah merampungkan kompetisinya, yaitu pertama Sumatera, kedua Jawa Tengah dan Yogyakarta, ketiga Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Banjarmain dan terakhir regional Indonesia Timur.
Pemenang di masing-masing regional akan mendapatkan bantuan buku dan dana dari Gramedia.
"Jadi, selama satu tahun kita akan memberikan funding atau dana operasional. Kita juga akan memberikan buku selama tiga kali dalam satu tahun periode, jadi koleksi buku yang ada di komunitas-komunitas baca itu kita tambah," kata Secretary PT Gramedia Asri Media, Yosef Aditiyo Corporate. (Kompas)