Dewan Pengawas KPK
-
Presiden Joko Widodo.
Presiden Joko Widodo membocorkan sejumlah kandidat Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka berasal dari kalangan akademisi, hakim, jaksa, mantan pimpinan KPK, ekonom dan ahli pidana.
"Ada hakim Albertina Ho, itu tapi belum diputuskan loh ya, Pak Artidjo (Artidjo Alkostar). Ada Pak Taufiequrachman Ruki juga diusulkan sebagai calon anggota Dewan Pengawas," kata Jokowi di Hotel Novotel, Kota Balikpapan, Rabu, 18 Desember 2019 seperti dilansir situs Medcom.id.
Sementara, calon dari jaksa dan ekonom masih dirahasiakan. Pasalnya, calon anggota Dewan Pengawas Lembaga Antikorupsi itu belum diputuskan.
"Jaksa siapa ya? Ada jaksa yang tidak aktif lagi (pensiun) kelihatannya, kalau ekonom masuk biar seimbang, (anggota Dewan Pengawas) pasti baik-baiklah," kata Presiden.
Jokowi memastikan sosok pilihannya memiliki kredibilitas, integritas, dan rekam jejak yang baik. Kelima anggota Dewas KPK periode 2019-2023 itu akan dilantik di Istana Negara pada Jumat, 20 Desember 2019.
Taufiequrachman Ruki pernah menjabat sebagai Ketua KPK periode 2003-2007 dan pelaksana tugas ketua KPK 2015. Ia merupakan lulusan terbaik Akademi Kepolisian (Akpol) 1971.
Sementara, Artidjo Alkostar ialah mantan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung. Ia mendapat banyak sorotan atas keputusan memperberat vonis terdakwa kasus korupsi.
Kemudian, Albertina Ho dikenal sebagai ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus suap pegawai pajak Gayus Tambunan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saat ini Albertina Ho menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang.
Anggota Dewan Pengawas KPK dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Anggota berjumlah lima orang. Tugas mereka yakni mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.
Dewan pengawas bisa merestui secara tertulis atau tidak tertulis permintaan izin itu paling lama 1x24 jam sejak diajukan. Mereka juga bisa menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran kode etik pimpinan dan pegawai KPK.

Dewan Pengawas Harus Punya Komitmen dalam Pemberantasan Korupsi
Dewan pengawas KPK harus punya komitmen kuat terhadap pemberantasan korupsi. Mereka harus sudah selesai dengan urusan pribadi, sehingga tidak menjadikan jabatannya sebagai mobilitas politik, ekonomi atau orientasi personal.
"Mereka harus memiliki integritas, independensi dan profesionalitas sebagai Dewas. Memiliki political will, political action, dan political commitment? dalam memberantas korupsi tanpa diskriminasi," ujar pakar hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad, Jakarta, Rabu, 18 Desember 2019.
Suparji juga meminta pemilihan dewan pengawas dilakukan secara objektif dan profesional. Jangan sekadar bagi-bagi jabatan.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menjamin dewan pengawas KPK independen dan tak terafiliasi partai politik. Pimpinan partai politik juga tak pernah diajak membahas anggota Dewas KPK.
"Presiden punya independensi. Kami serahkan ke Presiden. Bahkan Presiden pun terima masukannya bukan dari partai tapi elemen masyarakat nonpartai," kata Arsul.
Arsul berharap pengisi dewan pengawas merupakan mantan pimpinan, dan berlatar belakang penegak hukum, atau pidana militer.
"Itu artinya memang latar belakangnya hukum atau penegak hukum. Kalau lain-lain yang juga disebut-sebut itu juga pak Gayus Lumbuun, saya kira oke juga biar dia dulu politisi PDIP, tapi sudah kemudian lama menjadi hakim agung dan kemudian juga kamar pidana militer. Tapi tentunya juga dari disiplin lain tidak semuanya orang berlatar hukum atau penegak hukum," ujar dia.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK periode 2019-2023, Alexander Marwata, mendukung segera bekerjanya dewan pengawas KPK. Dengan begitu, kerja KPK ada yang mengontrol.
"Kan memang undang-undang sudah menetapkan ada dewan pengawas. Nanti pekerjaan KPK semuanya diawasi, bagus kan, nanti ada yang mengawasi," kata Alex.
Ia menilai keberadaan dewan pengawas hal biasa. Dia pun siap bekerja sama dengan dewan pengawas KPK dalam memberantas korupsi. (RM)