11-25 Januari PSBB Jawa-Bali dan Konsekuensi Ekonomi
https://parstoday.ir/id/news/indonesia-i89104-11_25_januari_psbb_jawa_bali_dan_konsekuensi_ekonomi
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat di sebagian daerah Jawa-Bali dilakukan untuk menekan kasus aktif Corona di Indonesia yang terus meningkat. Ada ancaman sistem kesehatan bisa kolaps. Namun istilah PSBB ini sudah cukup menciptakan kekhawatiran bahwa masyarakat tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Jan 07, 2021 12:50 Asia/Jakarta
  • Vaksin Covid-19
    Vaksin Covid-19

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat di sebagian daerah Jawa-Bali dilakukan untuk menekan kasus aktif Corona di Indonesia yang terus meningkat. Ada ancaman sistem kesehatan bisa kolaps. Namun istilah PSBB ini sudah cukup menciptakan kekhawatiran bahwa masyarakat tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari.

Menjawab kekhawatiran masyarakat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) Airlangga Hartarto menegaskan, kebijakan pembatasan sosial yang diterapkan pemerintah mulai 11 Januari hingga 25 Januari bukanlah pelarangan.

Kegiatan sosial dan aktivitas fisik masih diperbolehkan berjalan, namun tetap mengikuti aturan pembatasan tertentu yang ditetapkan pemerintah. Karenanya, Airlangga meminta masyarakat jangan panik.

Akhirnya, istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak digunakan, tapi lebih memilih Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Virus Corona dan Lockdown

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan PPKM di DKI Jakarta dan 23 kabupaten/kota di enam provinsi lainnya bukan merupakan larangan, namun membatasi kegiatan masyarakat.

“Ditegaskan ini bukan pelarangan kegiatan masyarakat,” kata Airlangga Hartarto yang juga Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Kamis. Sebagaimana hasil pantauan Parstodayid dari Antaranews, Kamis (07/01/2021).

Menko Perekonomian juga meminta masyarakat untuk tidak panik dengan kebijakan baru yang diterapkan pemerintah.

Dia menjelaskan kebijakan itu diambil mencermati perkembangan kasus COVID-19 di sejumlah daerah yang meningkat yakni per Rabu (6/1) jumlah kasus aktif mencapai 112.593 kasus, meninggal dunia mencapai 23.296 dan tingkat kesembuhan mencapai 652.513.

Tidak berbeda dengan Ketua Komite Penanganan Covid-19, Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Doni Monardo hari Kamis dalam konferensi persnya yang disiarkan BNPB mengatakan, "Jangan anggap enteng COVID, jangan anggap ini tidak ada apa-apanya. Korban jiwa sudah semakin banyak dan kita harus mencegah kasus aktif ini, tidak boleh bertambah."

Konsekuensi Ekonomi

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, pengetatan pembatasan sosial di bulan ini tentu akan menekan ekonomi, utamanya dari sisi konsumsi rumah tangga.

Namun, Sri Mulyani menekankan pemerintah sudah memprediksi hal tersebut sebelum kebijakan tersebut kembali dilakukan.

Kemarin, Rabu (06/01/2021) dalam konferensi pers APBN 2020, Sir Mulyani mengatakan, “Tentu saja, kalau kita lihat seperti yang terjadi di April-Mei 2020 waktu terjadi PSBB sangat ketat, ekonomi menurun. Dan waktu kemudian September 2020, DKI Jakarta pengetatan saat kasus naik, kita juga lihat konsumsi terjadi perlambatan lagi.”

Menkeu menegaskan, pada dasarnya langkah PSBB diambil karena penyebaran Covid-19 memang harus dikelola secara luar biasa.

Namun menurutnya, hal yang terpenting selama pandemi masih merebak adalah masyarakat harus tetap menjaga disiplin kesehatan. Sehingga, apabila virus corona bisa dikendalikan dan penyerbarannya berkurang, aktivitas masyarakat perlahan akan pulih.

Per hari ini, kasus aktif tercatat mencapai 112.593, lalu kasus meninggal sebesar 23.296, kemudian kasus sembuh sebanyak 652.513. Tingkat kesembuhan mencapai 82,76 persen, sementara tingkat kematian 2,95 persen.

Namun yang harus diketahui bahwa sektor-sektor esensial masih beroperasi selama pembatasan sosial berlangsung.

Sektor tersebut meliputi sektor bahan pangan, energi, telekomunikasi, keuangan, logistik, hotel, konstruksi, industri pelayanan dasar, utilitas, dan objek vital nasional. (Antaranews/Kompas/Detik/Liputan6)