Iran dan Tuntutan Posisi Netral IAEA
Republik Islam Iran tercatat sebagai negara paling transparan dari sisi implementasi komitmen nuklir.
Wakil tetap Iran di Organisasi Internasional di Wina, Kazem Gharibabadi Rabu (8/9/2021) saat wawancara televisi ketika merespon laporan terbaru Dirjen IAEA, Rafael Grossi seraya menekankan poin ini menjelaskan, Iran tidak memiliki poin atau ambiguitas dengan IAEA di aktivitas nuklirnya saat ini dan pelaksanaan komitmen nuklirnya.
Selain itu, seluruh aktivitas yang dilakukan Iran sesuai dengan komitmen dan di bawah Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan kesepakatan safeguard.
Rafael Grossi Selasa sore di laporannya mengklaim aktivitas IAEA di Iran secara serius kian lemah.
Klaim yang dirilis dirjen IAEA digulirkan ketika perundingan JCPOA telah mendekati kegagalan total akibat pelanggaran komitmen dan unilateralisme Amerika Serikat, dan klaim ini dapat dinilai sebagai bentuk sabotase penuh oleh IAEA dengan tujuan mengubah inti masalah.
Republik Islam Iran pada 23 Februari 2021 menghentikan pengawasan di luar kesepakatan dan pelaksanaan sukarela protokol tambahan saat melaksanakan undang-undang “Langkah strategis untuk pencabutan sanksi dan menjaga kepentingan bangsa Iran” yang diratifikasi parlemen negara ini. Langkah Iran ini dilakukan sesuai dengan pasal 26 dan 36 JCPOA dan karena sikap pihak seberang yang tidak komitmen dengan janjinya untuk mencabut sanksi ilegal.
Meski demikian, Iran dan IAEA menandatangani kesepakatan tiga bulan untuk mempermudah aktivitas verifikasi lembaga ini. Tehran dalam koridor kesepakatan sementara dengan IAEA telah menunjukkan fleksebilitasnya, sementara organisasi atom ini lebih memilih melanjutkan pendekatan politiknya dan secara praktis melanggar netralitas dan profesionalitasnya.
Rafael Grossi berusaha menunjukkan bahwa pendekatan lembaga yang dipimpinnya netral dan non-politik, tapi sangat sulit untuk menerima klaim ini. Klaim yang digulirkan di laporan Grossi juga dimaksudkan untuk ini dan mengindikasikan sikap politiknya yang selaras dengan tujuan Amerika Serikat.
Jalal Khoshchehreh, pakar politik seraya mengkritik dualisme IAEA mengatakan, “Dalam hal status hukumnya, Direktur Jenderal Badan perlu bekerja untuk menghilangkan keraguan Teheran dalam hal ini dengan meninggalkan standar ganda.”
Tujuan Iran untuk mencapai kesepakatan dalam kerangka JCPOA adalah untuk membangun rasa saling percaya dan interaksi berdasarkan kewajiban bersama dan menerima pembatasan dalam bentuk Protokol Tambahan secara sukarela selama jangka waktu tertentu. Karena itu; Penerimaan komitmen ini tidak berarti kelanjutan permanen dari langkah sepihak ini. Basis kerja sama antara Iran dan IAEA hanya didasarkan pada komitmen Safeguards.
Penting bagi Iran bahwa Badan Energi Atom Internasional bertindak berdasarkan tiga prinsip netralitas, independensi, dan profesionalisme. Negara-negara anggota IAEA mengharapkan organisasi ini bertindak secara transparan dalam semua tanggung jawab dan tugasnya. Untuk saat ini ada kekhawatiran serius terkait senjata nuklir Israel, perjanjian nuklir yang tidak dilaksanakan dan berlanjutnya uji coba nuklir Amerika yang tidak pernah dipantau atau diawasi.
Jelas sekali; Republik Islam Iran menyadari hak dan kewajibannya yang sah dalam masalah nuklir dan dalam kerangka peraturan dan perjanjian Badan terkait. Oleh karena itu, Iran tidak menerima pemaksaan atau permintaan yang tidak konvensional dalam hal ini. (MF)