Langkah Iran dan Negara Arab Kawasan Pulihkan Hubungan
-
Menlu Iran, Hossein Amir-Abdollahian
Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian berunding dengan sejawatnya dari Kuwit, Uni Emirat Arab (UEA), Oman dan Qatar mengenai hubungan bilateral dan regional.
Amir-Abdollahian Selasa (26/7/2022) malam di akun Twitternya menulis, "Hari ini saya berunding dengan saudara saya menlu Kuwait, Uni Emirat Arab, Oman dan Qatar dan sebelumnya menlu Irak. Konsultasi terkait isu regional dan internasional serta membahas mekanisme pengembangan hubungan merupakan keharusan dari kebijakan bertetangga."
"Kami akan mempercepat kerja sama dengan tetangga. Pihak asing tidak dapat mencegah proses kerja sama regional," ungkap kepala diplomasi Iran.
Pemerintah ke-13 Iran, yang telah memprioritaskan negara-negara tetangga, Muslim dan negara-negara selaras dalam kebijakan luar negerinya, lebih dari sebelumnya berusaha untuk menyelesaikan kesalahpahaman dan memperluas hubungan dengan mereka, terutama negara-negara di perbatasan selatan Teluk Persia. Negara-negara ini, yang menyadari pentingnya menjaga hubungan bertetangga dengan Iran, telah menyatakan keinginan mereka untuk meningkatkan dan mempromosikan hubungan dengan Republik Islam Iran.

Sebagai contoh, Kuwait telah memutuskan untuk memperluas hubungan politiknya dengan Iran, meskipun terdapat beberapa sengketa perbatasan dengan Iran, termasuk sengketa hukum mengenai penetapan perbatasan air dan ladang gas Arash, dan dalam konteks ini, dalam beberapa hari mendatang, duta besar baru Kuwait akan tiba di Tehran.
Uni Emirat Arab setelah tujuh tahun akhirnya memutuskan untuk kembali memperluas level hubungannya dengan Iran di tingkat politik dan meningkatkan level hubungan ini di tingkat duta besar. Sekaitan dengan ini Menlu UEA, Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan seraya mengisyaratkan kepentingan bersama kedua negara dalam mengembangkan hubungan kedua pihak, menilai peningkatan level perwakulan politik dalam koridor urgensi memperluas hubungan UEA dan Iran sebagai negara bertetangga.
Sementara itu, setelah perundingan antara Iran dan Arab Saudi dengan mediasi Irak serta pernyataan kedua pihak yang puas atas negoasiasi ini, Mesir dan Yordania juga berminat memperluas hubungan dengan Iran.
Transformasi ini dan konsultasi untuk memulihkan hubungan yang dapat memperkuat konvergensi, perdamaian dan stabilitas di kawasan terjadi ketika Presiden AS, Joe Biden di kunjungan terbarunya ke Asia Barat berusaha membentuk aliansi anti-Iran dengan maksud memperkuat posisi Rezim Zionis Israel dan memperluas hubungan negara-negara Arab dengan rezim ilegal ini. Namun demikian, keputusan negara-negara Arab di kawasan untuk meningkatkan level hubungan politik dan ekonomi dengan Republik Islam Iran menunjukkan bahwa Washington kembali gagal untuk mengucilkan dan menekan maksimum Iran.
Faktanya, negara-negara Arab di kawasan memahami bahwa tidak mungkin peran Iran sebagai kuat dan memiliki kapasitas strategis di kawasan diabaikan. Oleh karena itu, tidak menunjukkan dukungan serius terhadap rencana Amerika di kawasan. Misalnya Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Faisal bin Farhan seraya menjelaskan bahwa tidak ada yang namanya "NATO Arab" mengatakan, jalur diplomatik merupakan solusi terbaik dan tunggal untuk berinteraksi dengan Iran.
Wajar bahwa setelah kegagalan AS dan Rezim Zionis untuk menggalang aliansi anti-Iran di kawasan, kini sepertinya negara-negara Arab tengah mengambil langkah-langkah untuk memperluas hubungannya dengan Iran. Republik Islam Iran juga senantiasa menekankan urgensi konvergensi sebagai keharusan keamanan dan stabilitas serta jaminan bagi kepentingan bangsa-bangsa kawasan.
Menurut Mantan dubes Iran di Yordania, Ahmad Dastmalchian, sampai saat ini Amerika masih menjadi kendala utama bagi kedekatan negara-negara tetangga dan Rezim Zionis Israel menebarkan perpecahan, tapi mengingat kegagalan beruntun AS di kawasan, sepertinya negara-negara kawasan mulai memulihkan hubungannya dengan Iran. (MF)