Sep 19, 2022 19:55 Asia/Jakarta
  • Presiden Iran, Sayid Ebrahim Raisi
    Presiden Iran, Sayid Ebrahim Raisi

Presiden Republik Islam Iran, Sayid Ebrahim Raisi dalam sebuah wawancara program 60 Menit jaringan CBS Amerika Serikat menjelang keberangkatannya ke New York untuk menghadidi Sidang Majelis Umum PBB ke-77 mengungkapkan, "Bagi kami perundingan tanpa jaminan tidak berarti, mengingat pelanggaran janji Amerika."

Presiden Raisi menegaskan, "Amerika melanggar janji. Mereka melakukannya, ketika Anda tidak komitmen dengan janji, maka kesepakatan tidak memiliki arti. Kami tidak dapat mempercayai AS, karena sebelumnya kami telah mengalaminya; Jika tidak ada jaminan, maka kami tidak akan percaya."

Isu lain yang disinggung Presiden Raisi adalah unilateralisme AS terhadap Iran dalam bentuk kampanye represi maksimum yang dijalankan sejak masa mantan presiden Donald Trump setelah keluarnya AS dari JCPOA pada Mei 2018 hingga kini, serta telah menimbulkan kerugian dan kerusakan besar terhadap bangsa Iran.

Perundingan Wina (dok)

Presiden Iran mengatakan, "Sanksi terhadap bangsa Iran sangat menindas dan zalim, dan sangat penting bagi kami, sanksi segera dicabut. Sanksi membatasi dan menimbulkan beragam kesulitan bagi kami. Tapi ketika sejumlah negara disanksi. Hal ini membuat berbagai negara semakin dekat dan bersatu, serta hal ini membuat sanksi Amerika kehilangan efektivitasnya."

Penekanan presiden Iran atas dua unsur utama tuntutan Tehran di perundingan pencabutan sanksi yang digelar secara tidak langsung dengan Amerika, kembali menunjukkan sikap mendasar Iran di perundingan ini. Dua tuntutan utama ini yakni jaminan dan pencabutan sanksi digulirkan mengingat pengalaman pahit Tehran atas pelanggaran janji Washington dan aksi-aksi permusuhan Amerika Serikat terhadap Iran.

Terlepas dari klaim awal tentang kembalinya Amerika Serikat secepat mungkin ke JCPOA, pemerintah Biden telah bertindak sangat lambat di bidang ini, dan pada saat yang sama, dengan menghindari menerima tuntutan Iran, meskipun klaim berulang kali tentang perlunya kembali ke JCPOA, tampaknya tidak berniat mengambil tindakan efektif di kasus ini. Faktanya, pemerintahan Biden, seperti pemerintahan Trump, telah melanjutkan kampanye sanksi terhadap Iran dan bahkan mengumumkan sanksi baru dari waktu ke waktu. Menanggapi pertanyaan wartawan tentang perbedaan antara Biden dan pemerintahan Trump, Raisi mengatakan, "Pemerintah Amerika yang baru mengklaim bahwa itu berbeda dari pemerintah sebelumnya dan mereka telah memberi kami pesan berkali-kali, tetapi kami belum melihat perubahan apa pun dalam kenyataan."

Sepertinya beberapa faktor seperti tekanan dari rezim Zionis, ketidaksepakatan dengan DPR dan masalah domestik di Amerika Serikat telah menjadi alasan keengganan pemerintahan Biden untuk kembali ke JCPOA dalam beberapa bulan terakhir. Tehran telah berulang kali menekankan bahwa Amerika harus membuat keputusan penting dan mendasar pada saat kritis ini, dan pada kenyataannya, bola sekarang ada di lapangan Amerika untuk implementasi ulang perjanjian nuklir JCPOA.

Iran menegaskan bahwa keharusan untuk mencapai kesepakatan adalah pencabutan sanksi secara permanen dan ada jaminan, dan bahwa isu ini tidak boleh dijadikan alat untuk menekan Iran di masa mendatang, serta Tehran menghendaki sebuah kesepakatan yang menjamin ekonomi rakyat, perdagangan luar negeri Iran serta pencabutan sanksi dan pembatasan ilegal penjualan minyak harus dihapus.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanani Chafi terkait hal ini menekankan, pencabutan sanksi dan pemanfaatan ekonomi oleh bangsa Iran merupakan tujuan mendasar kami, dan Iran berusaha keras terkait hal ini, serta hal ini merupakan prioritas utama tim juru runding Iran. (MF)

 

Tags