Partisipasi Aktif Minoritas Agama di Iran
(last modified Wed, 24 Feb 2016 22:50:55 GMT )
Feb 25, 2016 05:50 Asia/Jakarta
  • Partisipasi Aktif Minoritas Agama di Iran

Kelompok minoritas agama di Iran selalu terlibat aktif dalam berbagai even bersama lapisan masyarakat lainnya. Di semua kondisi, mereka senantiasa berada di samping masyarakat Iran lainnya baik pada era revolusi dan setelahnya maupun pada masa perang dan sanksi. Pada musim pemilu, minoritas agama juga berpartisipasi aktif untuk menyukseskan pesta demokrasi bersama saudara sebangsa dan setanah air mereka di Iran.

Berdasarkan Pasal 26 Undang-Undang Dasar Iran, minoritas agama dapat mendirikan partai, organisasi, dan serikat. Saat ini sejumlah organisasi dan perkumpulan milik kelompok minoritas agama melakukan aktivitas di seluruh negeri. Menurut Pasal 64 UUD Iran, minoritas agama yang diakui dapat memiliki wakil di parlemen, mereka dapat memilih perwakilan dari kalangannya sendiri dan mengirimnya ke parlemen.

 

Zoroaster dan Yahudi masing-masing memiliki seorang wakil untuk duduk di parlemen, dua kursi untuk Kristen Armenia di utara dan selatan Iran serta satu kursi untuk Kristen Assyria (Asyur) dan Khaldea (Kaldea). Jadi, minoritas agama memiliki lima orang wakil di parlemen dari total 290 anggota legislatif Iran.

 

Sebelum kemenangan Revolusi Konstitusi pada tahun 1906, situasi hak-hak minoritas agama – sama seperti semua warga negara – lebih banyak mengikuti kepentingan politik pemerintah, sikap pribadi para raja, dan penguasa setempat. Dengan dimulainya Revolusi Konstitusi dan meluasnya ketidakpuasan publik atas kondisi sosial-politik, sebagian pengikut agama lain di Iran juga bergabung dalam kebangkitan tersebut.

 

Revolusi Konstitusi telah memperkuat persatuan dan kesatuan semua elemen masyarakat di Iran dan mereka juga menyuarakan sejumlah tuntutan seperti, kesetaraan hak dan pembatasan kekuasaan raja. Situasi ini telah menghadirkan ruang untuk menyusun konstitusi baku pertama Iran dengan mempertimbangkan semua rakyat Iran, termasuk kelompok minoritas.

 

Dalam pemilu parlemen pertama di Iran, pemilihan hanya bersifat elitis dan aturan pemilu tempo itu tidak mengatur keterwakilan kelompok minoritas. Pada pasal 12 undang-undang pemilu hasil revisi, ditetapkan bahwa Yahudi, Zoroaster, Kristen Armenia, dan Kristen Assyria, masing-masing memiliki seorang wakil di parlemen. Aturan itu dipertahankan di semua periode parlemen baik sebelum Revolusi Islam maupun setelahnya.

 

Parlemen Iran memiliki 290 kursi dari jumlah populasi 77 juta jiwa, tetapi meskipun jumlah warga minoritas sangat kecil (total sekitar 200 ribu jiwa), secara keseluruhan mereka memiliki lima orang wakil di parlemen. Beberapa pasal dalam UUD Iran menggunakan ungkapan umum yang juga mencakup minoritas agama, termasuk kewajiban negara untuk menciptakan ruang partisipasi masyarakat dalam menentukan nasibnya dan sama-sama menikmati perlindungan hukum. Semua warga negara juga sama-sama menikmati hak asasi manusia, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. (Pasal 3 UUD Iran, Ayat 19 dan 20)

 

Dapat disimpulkan bahwa UUD Republik Islam Iran telah memberi kebebasan dan hak-hak yang lebih besar kepada minoritas agama, dibanding dengan undang-undang era Revolusi Konstitusi. Berdasarkan pertimbangan dalam konstitusi Republik Islam dan undang-undang pemilu Iran, minoritas agama memilih para wakil di antara mereka sendiri dan mengutusnya ke parlemen sehingga bisa terlibat aktif dalam pengesahan undang-undang serta pengambilan keputusan-keputusan penting di lembaga legislatif.

 

Di Republik Islam Iran, para pejabat fokus untuk menyusun undang-undang yang memperkuat kehidupan damai semua warga negara. Oleh karena itu, materi-materi tentang perbedaan hukum antara Muslim dan non-Muslim – sesuai dengan ijtihad para ulama dan tuntutan zaman – telah dikurangi. Dengan begitu, undang-undang yang berlaku telah menyediakan ruang kebebasan untuk aktivitas minoritas agama di Iran.

 

Berdasarkan UUD Iran, semua individu berkedudukan sama di mata hukum dan pemerintah wajib melindungi hak-hak warga negara termasuk, martabat, kehidupan, properti, tempat tinggal, dan pekerjaan yang mulia. UUD Iran juga melarang investigasi keyakinan individu dan tidak ada yang bisa dianiaya atau dihukum hanya karena memiliki keyakinan tertentu.

 

Pasal 14 UUD Iran – berdasarkan ayat 8 surat al-Mumtahanah – menegaskan bahwa pemerintah Republik Islam Iran dan semua Muslim berkewajiban untuk memperlakukan orang-orang non-Muslim sesuai dengan norma-norma etika dan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan Islam, serta menghormati hak asasi manusia mereka. Prinsip ini berlaku untuk semua orang yang menahan diri dari terlibat dalam konspirasi atau kegiatan melawan Islam dan Republik Islam Iran.

 

Pasal 6 Ayat 67 UUD Iran mengatur tentang sumpah jabatan anggota parlemen dan menyebutkan bahwa anggota yang tergabung dalam kelompok minoritas agama akan bersumpah dengan kitab suci mereka sendiri saat pengambilan sumpah jabatan.

 

Pasal 1 Ayat 13 UUD Iran secara khusus mengatur tentang minoritas agama dan menyatakan bahwa warga Iran Zoroaster, Yahudi, dan Kristen diakui sebagai kelompok minoritas agama, dan dalam koridor hukum, mereka bebas untuk melaksanakan ritual dan upacara keagamaannya, serta bertindak sesuai dengan ajaran mereka sendiri dalam hal urusan pribadi dan pendidikan agama.

 

Pasal 12 UU Pemilu Iran menyebutkan bahwa pemilihan wakil minoritas agama Zoroaster, Kristen Assyria dan Khaldea, serta Kristen Armenia akan dilakukan di daerah di mana orang-orang minoritas tinggal di Daerah Pemilihan Tehran dan Isfahan. Meski demikian, pemilihan wakil minoritas agama juga dapat digelar di semua kota jika jumlah pemilih mencapai batas yang ditetapkan undang-undang. Tim pengawas pemilu minoritas agama juga akan dipilih orang-orang dari kalangan mereka dan kemudian diajukan ke kantor daerah pemilihan.

 

Pasal 28 UU Pemilu Iran menjelaskan tentang syarat dan kriteria seorang kandidat antara lain percaya dan melaksanakan kewajiban Islam serta meyakini sistem suci Republik Islam Iran. Ayat 1 pasal tersebut menerangkan bahwa calon dari minoritas agama dibebaskan dari persyaratan kewajiban melaksanakan Islam. Sebaliknya, mereka harus mempertahankan keyakinan agamanya.

 

Dalam pandangan konstitusi dan sistem Republik Islam, kelompok minoritas hanya memiliki perbedaan dengan Muslim dalam perkara agama dan keyakinan. Mereka akan tetap memegang keyakinanya setelah terpilih dan berkiprah di parlemen. Penekanan pada kesetaraan hak-hak minoritas agama dengan Muslim mengindikasikan pandangan yang transparan Republik Islam dalam masalah hak-hak kelompok minoritas agama.

 

Imam Khomeini ra dalam pesannya pada acara pelantikan anggota parlemen periode pertama, menyinggung tentang tugas lembaga legislatif terkait kelompok minoritas agama. Beliau menulis, “Parlemen Republik Islam yang beraktivitas untuk mengabdi kepada kaum Muslim dan kesejahteraan mereka, maka juga harus melakukan kegiatan untuk kesejahteraan dan ketenangan minoritas agama, yang mendapat penghormatan khusus dalam Islam dan juga bagian dari lapisan yang dihormati negara. Mereka bersama masyarakat Muslim berada dalam satu barisan dan mengabdi untuk negara, mereka juga sama-sama menikmati prestasi-prestasi negara.”

 

Perhatian terhadap hak-hak minoritas agama di Iran merupakan indikasi dari kapasitas luar biasa agama Islam dalam berinteraksi dengan pengikut agama lain. Republik Islam Iran menjadi teladan bagi negara-negara lain dalam hal perlindungan hak-hak minoritas agama. Pengikut berbagai agama di Iran sudah lebih dari 1.000 tahun menikmati hidup damai tanpa ada diskriminasi atau tekanan psikologis.

 

Para tokoh minoritas agama di Iran mengakui bahwa kondisi seperti itu bahkan tidak ditemukan di negara-negara tempat lahirnya kebebasan. Anggota parlemen Iran dari komunitas Yahudi, Ciamak Morsadegh mengatakan, "Kondisi kelompok minoritas di Iran merupakan salah satu contoh terbaik hidup berdampingan secara damai. Kondisi minoritas di Iran dapat menjadi contoh dari segi kebebasan, menjalankan aktivitas keagamaan, partisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial dan politik, serta kemungkinan untuk terlibat dalam sebuah proses politik.” (IRIB Indonesia/RM)

Tags