Syahid Pembela Makam Sayidah Zainab as; Hosein Moez Gholami
-
Syahid Hosein Moez Gholami
Oleh: Emi Nur Hayati Satu lagi taufik dari Allah di liburan tahun baru Iran 1396 Hijriah Syamsiah.
Hari itu Selasa tanggal 8 Farvardin 1396 HS bertepatan dengan tanggal 28 Maret 2017. Pagi itu saya sedang menerjemahkan tentang kepribadian Imam Khomeini ra. Ketika membuka media sosial, tiba-tiba mata ini tertuju pada pengumuman acara pemakaman seorang syahid pembela makam Sayidah Zainab as; bernama Hosein Moez Gholami di masjid daerah tempat tinggal kami. Segera saya menyelesaikan terjemahan yang ada dan siap-siap untuk pergi ke masjid mengikuti acara pemakaman sekaligus salat jenazah.
Acara di mulai pada jam sembilan pagi. Kami pun berangkat ke masjid dan masyarakat setempat sudah berkumpul. Perlahan-lahan masyarakat semakin banyak baik lelaki maupun perempuan, tua dan muda. Toko-toko di sekitar masjid akhirnya ditutup sementara oleh pemiliknya masing-masing, demi menghormati syahid yang ada.
Suasanya sangat mengharukan. Setiap yang hadir tampak sedih dan berduka. Sebelum jenazah syahid datang untuk disalatkan, dinyalakan lantunan kidung duka Ahlul Bait Rasulullah Saw. Dengan mendengar kidung itu suasana spiritual dan kesedihan begitu terasa. Dalam kidung itu disebutkan:
“Aku juga seorang ibu, aku mencintai putraku...tapi aku menyerahkan pemudaku kepada bibi [Sayidah Zainab]...semoga bibi [Sayidah Zainab] menerimanya...”
Setelah beberapa saat, diumumkan bahwa jenazah syahid datang. Masyarakat diminta untuk membuka jalan menuju taman di dekat masjid. Jenazah disalati di taman karena banyaknya para peserta yang hadir dalam acara itu.
Sebelum acara salat tampak wajah ayahnya syahid berdiri di depan kursi yang ada di taman. Wajahnya tampak tegar. Beberapa menit kemudian datang seorang ibu yang dituntun oleh seorang wanita. Dia adalah ibunya syahid. Sang ibu tampak lemas dan wajah merah penuh cucuran air mata. Ibu-ibu yang hadir ikut menangis menyaksikan kondisi ibu syahid.
Masyarakat mulai merapikan barisan untuk melakukan salat jenazah. Setelah salat jenazah acara mengiringi jenazah dimulai. Mulai dari masjid menuju jalan raya dan berhenti di depan rumah syahid yang ada di dekat perempatan jalan lampu merah, kemudian berlanjut sampai mendekati jalan tol.
Di pertengahan acara ada seorang ibu sayid menyapa saya, Anda bukan orang Iran ya? Anda dari mana? Dan kami saling berkenalan...
Akhirnya kami berdua berbincang-bincang sampai acara berakhir. Dia adalah ibu dari temannya syahid Hosein. Putra ibu ini sehat namun harus membawa kayu sebagai tongkatnya karena kondisi tubuhnya yang melemas karena kehilangan teman akrabnya.
Ibu sayid ini menceritakan bahwa putranya adalah teman akrab syahid Hosein. Setiap malam Jumat rutin pergi ke Beheshte Zahra, tempat makam para syuhada di Tehran.
Ibu sayid ini melanjutkan, “Ibunya syahid Hosein ini sempat berkata kepada putranya, betapa seringnya engkau pergi ke Beheshte Zahra? Gunakan masa mudamu untuk dirimu!”
Hossein lantas menjawab, “Ibu! Coba maknai arti masa muda untukku! Yakni aku harus pergi ke taman dan berbicara dengan cewek-cewek non mahram sambil merokok? Aku baik-baik saja, aku ceria...!”
Syahid Hosein baru berusia dua puluh tiga tahun. Dia lahir di desa Shourin provinsi Hamedan pada 5 Farvardin 1373 HS dan mencapai syahadah di Hama Suriah 4 Farvardin 1396 HS. Dia gugur syahid tepat di usia 23 tahun kurang 1 hari.
Dia seorang pembaca kidung pujian Ahlul Bait Rasulullah Saw. Dia seorang Basiji sekaligus seorang Pasdaran. Pamannya bernama Mohammad Hosein Moez Gholami juga seorang Pasdaran dan telah syahid. Karena dia [Hosein] dan kedua ayah dan ibunya tinggal di Tehran, jenazahnya dimakamkan di Beheshte Zahra Tehran.
Di pertengahan acara mengiringi jenazah syahid, kami bertemu dengan ibu guru al-Quran yang mengajar anak-anak dulu ketika masih sekolah tingkat dasar. Ibu guru datang bersama putranya yang juga teman syahid Hosein.
Sudah lama kami tidak bertemu ibu guru al-Quran ini sejak beliau pensiun. Dialah yang menjadi motivator anak-anak saya untuk menghafalkan al-Quran dan mengikuti lomba hafalan al-Quran tingkat sekolah dasar di Tehran.
Makanya begitu dari jauh beliau melihat kami, dia langsung mengenali kami. Karena kami dulu sering berurusan dengan beliau terkait urusan anak-anak menghafal al-Quran. Beliau juga menceritakan bahwa syahid Hosein ini juga muridnya. Sejak kelas tiga SD syahid Hosein mulai belajar membaca kidung pujian Ahlul Bait dengan dibimbing oleh ibu guru al-Quran ini.
Ibu guru al-Quran ini melanjutkan, “Syahid Hosein ini adalah anak yang paling mukmin di antara teman-teman sekelasnya. Dia yang paling bagus suaranya dan bisa melantunkan kidung pujian Ahlul Bait dengan baik.”
“Suatu hari saya memegang pundak Hosein ketika masih kelas tiga SD, dan saya berkata, ‘Selamat putraku!’ Tapi dia menjauhkan dirinya, jangan sampai badannya tersentuh wanita non mahram. Padahal dia masih kelas tiga SD.”
Sebagian wasiat syahid Hosein Moez Gholami adalah:
Bismi Rabbis Syuhada was Shiddiqin
Setelah kematianku, aku wasiatkan kepada ayah hendaknya bersabar seperti tuanku Husein as dan jangan menangis, dan bergemberilah karena aku mati di jalan Allah. Demikian juga ibuku, hendaknya bersabar dengan pertolongan teladan kesabaran dan istiqamah di Karbala Sayidah Zainab, karena dengan tangisannya membuat aku malu.
“Selama kalian bisa, berdoalah untuk kemunculan Imam Zaman af yang merupakan sebaik-baiknya doa.
Saya katakan kepada keluarga saya juga teman-teman saya, dalam kondisi sosial-ekonomi terburuk pun dan lain-lain, jadilah pengikut Wilayatul Fakih dan jangan biarkan sendirian Sayid yang mazlum ini; yang mulia Agha Sayid Ali.
Lakukan amar makruf dan nahi mungkar dan jangan biarkan darah syuhada terinjak-injak.
....
اللهم ارزقنا شفاعت الحسین یوم الورود و یثبت لی قدم صدق عندک مع الحسین و اصحاب الحسین
Nama: Hosein
Nama Keluarga: Moez Gholami
Nama Ayah: Ali Akbar
Ikut serta hadir dalam acara pemakaman syahid, merupakan sebuah kesempatan untuk kembali pada diri sendiri. Kesempatan untuk Mengevaluasi diri sendiri, mendekatkan diri kepada Allah dan bermunajat kepada-Nya. Berbaiat kepada para syuhada untuk meneruskan jalannya yang lurus dan tidak lupa bertawassul kepada Sayidus Syuhada Imam Husein as dan keluarganya.
Ikut serta hadir dalam acara ini merupakan sebuah percikan yang membangkitkan semangat pada diri sendiri karena debu-debu hawa nafsu yang menempel.
Di tengah gemerlapnya kehidupan dunia, seorang pemuda yang usianya masih sangat muda telah berhasil mendidik diri dan mampu menjadikan dirinya mencapai derajat syahadah. Karena syahadah adalah sebaik-baiknya jalan kematian dan jangan lupa bahwa syuhada tidaklah mati tapi mereka hidup dan mendapatkan rezekinya, sebagaimana al-Quran menyebutkan:
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (QS. Ali Imran: 169)
Semoga kita semua mendapatkan akibat yang baik di sisi Allah.