Sayidah Fathimah as Dan Kancah Kekeluargaan
-
Rahbar Ayatullah Al-Uzhma Sayid Ali Khamenei
Umur Yang Pendek; 18 Sampai 23 Tahun
Kelahiran putri Rasulullah Saw adalah pada tahun lima bi’tsah. Dengan demikian, berarti Sayidah Fathimah saat mencapai syahadah berusia 18 tahun. Sebagian juga mengatakan bahwa kelahiran beliau pada tahun kedua atau pertama bi’tsah dengan demikian, atas ucapan ini berarti maksimal usia beliau adalah 22 atau 23 tahun. Kalian bayangkan; seorang wanita dengan segala keterbatasan yang dihadapinya (khususnya pada masa itu keterbatasan lebih banyak), kemudian lihatlah wanita yang mulia ini, di dalam kondisi seperti itu beliau telah menunjukkan sebuah keagungan. (dalam pertemuan dengan para wanita, 25/9/1371)
1-3 Tahun Masa Kanak-Kanak
Masa Kanak-Kanak Dalam Kondisi Sulit, Tekanan Dan Boikot Rasulullah Saw
Beliau ini adalah seorang ibu rumah tangga. Bersuami. Seorang ibu pendidik bagi anak-anaknya. Wanita besar berhijab ini sebagai penenang suami dan ayahnya di pelbagai medan yang sulit. Beliau lahir pada tahun 5 bi’tsah. Yakni pada puncaknya dakwah Rasulullah; benar-benar kesulitan dan tekanan. Bila kalian mendengar bahwa dalam kelahiran beliau tidak ada wanita yang mau datang. Benar-benar memiliki makna. Yakni Rasulullah dalam kondisi berjuang. Perjuangan yang sedemikian rupa dimana masyarakat Mekah telah memboikotnya. Secara keseluruhan, hubungan beliau diputus. Dengan tujuan untuk menekan beliau. Dan wanita penuh pengorbanan itu [Sayidah Khadijah as] bertahan dan memberikan ketenangan pada Rasulullah Saw. Kemudian lahirlah putri ini. (dalam pertemuan dengan para wanita, 25/9/1371)
Membelai Dan Menghilangkan Debu Kesedihan Ayah
Putri ini sedang membesar dan berusia lima, enam tahun, ketika terjadi peristiwa Syi’b Abu Thalib. Dalam kondisi kelaparan, kesulitan, berbagai tekanan, keterasingan, di hari-hari panasnya terik matahari dan malam-malam yang dingin daerah itu. Pada saat anak-anak sedang menahan perut yang lapar dan bibir yang haus menghadapi kematian di depan matanya. Tiga tahun Rasulullah Saw hidup demikian di padang sahara sekitar Mekah dan putri ini di dalam masa sulit menjadi malaikat penyelamat bagi ayahnya. Dalam masa inilah Khadijah as meninggal dunia. Di masa ini juga Abu Thalib meninggal dunia dan Rasulullah Saw sendirian. Pada saat seperti ini, putri ini yang membelainya dan melayaninya, menghiburnya dan menghilangkan debu kesedihan dari wajahnya. (dalam pertemuan dengan para wanita, 25/9/1371)
Malaikat Penyelamat Dan Penenang Ayahnya Di Masa Kanak-Kanak
Seorang putri yang lahir di Mekah masa-masa sulit perjuangan Rasulullah Saw dan sebagai penolong dan penenang ayahnya di Syi’b Abu Thalib adalah seorang putri yang hanya berusia sekitar 7-8 tahun atau satu, dua tahun lebih kecil atau lebih besar berdasarkan perbedaan riwayat dan pada saat yang sama bertahan menghadapi kondisi sulit. Dalam kondisi Khadijah meninggal dunia, Abu Thalib meninggal dunia, dan Rasulullah sendirian tanpa penenang dan semuanya berlindung kepadanya, siapakah yang menghilangkan debu kesedihan dari wajahnya? Suatu waktu ada Khadijah, namun kini sudah tidak ada. Waktu itu ada Abu Thalib, tapi kini sudah tidak ada. Dalam kondisi sulit ini, dalam kondisi kelaparan, kehausan, kedinginan, kepanasan, selama tiga tahun di Syi’b Abu Thalib [yang merupakan masa-masa sulit kehidupan Rasulullah Saw], hidup dalam pengasingan yang dipaksakan bersama seluruh kaum Muslimin yang hanya beberapa orang saja di belahan gunung. Dalam kondisi seperti ini, putri ini bertahan menghadapi kesulitan bak malaikat penyelamat bagi Rasulullah, seperti seorang ibu bagi ayahnya dan seperti perawat besar bagi manusia besar itu. Dia menjadi penenang ayahnya, menanggung beban, melakukan ibadah, menguatkan keimanannya, membangun dirinya, membuka jalan makrifat dan cahaya ilahi ke hatinya. Di sinilah hal-hal yang bisa menyampaikan seseorang pada kesempurnaan. (dalam pertemuan dengan para wanita, 25/9/1371)
“Ummu Abiha” Merasa Bertanggung Jawab Terhadap Ayah
Tuan Abu Thalib memiliki sebuah lembah; dia mengatakan, mari kita pergi ke sana. Sekarang kalian pikirkan! Di Mekah, saat siang udaranya panas. Pada malam hari benar-benar dingin. Yakni sebuah kondisi yang tidak bisa ditahan. Mereka hidup di padang sahara selama tiga tahun. Betapa mereka menahan kelaparan. Betapa mereka menghadapi kesulitan. Betapa mereka teruji. Hanya Allah yang tahu. Salah satu masa sulit Rasulullah Saw adalah di sana. Di masa ini, tanggung jawab Rasulullah Saw bukan hanya tanggung jawab memimpin dengan artian mengelola sebuah penduduk. Beliau harus mampu membela pekerjaannya sendiri di hadapan mereka yang sudah merasa teruji. Kalian tahu bahwa ketika kondisinya baik, mereka yang berkumpul di sisi seorang pemimpin, semuanya merasa ridha; mereka akan mengatakan, semoga Allah mengampuni ayahnya, dia telah menyampaikan kita pada kondisi yang baik. Suatu waktu muncul sebuah kesulitan, semuanya akan mengalami keraguan. Mereka akan mengatakan, dia yang membawa kita ke sini. Kita tidak ingin mengalami kondisi seperti ini. Tentunya orang-orang yang imannya kuat akan bertahan. Tapi bagaimanapun juga semua kesulitan pasti menekan Rasulullah Saw. Pada saat itu juga, ketika Rasulullah Saw benar-benar secara mental menghadapi puncaknya kesulitan, tuan Abu Thalib yang sebelumnya menjadi pendukung dan harapan beliau, dan Khadijah Kubra as yang memberikan bantuan terbesar dari sisi kejiwaan bagi Rasulullah, dalam jarak seminggu meninggal dunia. Sebuah peristiwa yang benar-benar menakjubkan. Yakni Rasulullah benar-benar sendirian. Saya tidak tahu, apakah kalian pernah menjadi seorang pemimpin sebuah himpunan kerja? Sehingga kalian bisa memahami apa makna tanggung jawab bagi sebuah himpunan? Dalam kondisi seperti ini, seseorang sungguh kasihan. Dalam kondisi seperti ini, lihatlah peran fathimah Zahra as! Ketika seseorang melihat sejarah, dia harus mencari masalah-masalah seperti ini di sampingnya; sayangnya tidak ada pasal sama sekali yang membuka masalah-masalah seperti ini. Fathimah Zahra as seperti seorang ibu, seperti seorang penasihat, seperti seorang perawat bagi Rasulullah Saw. Di sanalah Fathimah as sebagai “Ummu Abiha” [ibu ayahnya]. Ini terkait pada masa itu. yakni ketika seorang anak perempuan berusia enam tahun, tujuh tahun seperti ini. Tentunya di lingkungan Arab dan lingkungan yang panas, anak-anak perempuan lebih cepat tumbuh berkembang dari sisi jasmani dan kejiwaan. Misalnya, sebesar seorang anak perempuan kita saat ini yang berusia sepuluh, dua belas tahun. Ini adalah perasaan bertanggung jawab. Apakah ini tidak bisa menjadi teladan bagi seorang pemuda? Yakni cepat merasa bertanggung jawab akan masalah-masalah yang berkaitan dengan dirinya. Cepat merasa ceria? Modal besar keceriaan yang ada dalam dirinya, segera dipergunakannya untuk menghilangkan kesedihan dari wajah ayahnya yang pada saat itu misalnya usianya lebih dari lima puluh tahun dan hampir menjadi lelaki yang sudah tua. (dalam pertemuan dengan para pemuda dalam rangka pekan pemuda, 7/2/1377)
Seorang Anak Perempuan Kecil; Tempat Sandaran Ayahnya Saat Ibunya Sudah Tiada
Beliau ini di masa kanak-kanak, ketika di Syi’b Abu Thalib semua jalan kenyamanan tertutup bagi semua orang muslim dan wujud suci Rasulullah Saw. Tidak ada fasilitas kehidupan, tidak ada fasilitas kesejahteraan, tidak ada ketenangan jiwa, senantiasa khawatir akan serangan musuh, selalu ada kabar buruk, suara keras tangisan anak-anak karena kelaparan, berbagai macam kesedihan yang ada di lembah yang kering itu dan sejumlah keluarga muslim terpaksa harus tinggal di sana selama tiga tahun. Betapa mereka harus menghadapi kesulitan. Semua kesulitan ini bergerak pada satu persatu orang yang ada di sana mulai dari yang kecil maupun yang besar dan berakhir pada pundak Rasulullah Saw. Karena beliau sebagai seorang pemimpin. Karena semuanya bersandar pada beliau, semua rasa sakit disampaikan kepada beliau. beliaulah yang merasakan semua tekanan. Dalam kondisi penuh kesulitan, ujian, tekanan dan kesedihan karena dakwah di jalan Allah dan bersabar di jalan Allah, kebetulan di hari-hari itu tuan Abu Thalib meninggal dunia, Nyonya Khadijah Kubra as juga dalam jarak yang pendek juga telah meninggal dunia dan Rasulullah Saw benar-benar sendirian. Pada waktu itu seorang anak perempuan yang masih berusia berapa tahun, berdasarkan perbedaan riwayat; lima tahun, enam tahun, tujuh tahun, sepuluh tahun, adalah satu-satunya orang yang menjadi sandaran Rasulullah dengan segala kebesarannya. Dia seperti ibu; melayani ayahnya. Masalah Fathimah “Ummu Abiha” terkait di sini. (dalam pertemuan dengan para komandan dan pejabat Sepah Pasdaran Revolusi Islam, 26/6/1376) (Emi Nur Hayati)
Sumber: Naghs wa Resalat-e Zan II, Olgou-ye Zan Bargerefteh az bayanat-e Ayatullah al-Uzhma Khamenei, Rahbare Moazzam-e Enghelab-e Eslami