Penegasan Iran Soal Pemusnahan Seluruh Senjata Nuklir
"Sikap prinsip dan permanen Republik Islam Iran adalah sepenuhnya menghapus semua jenis senjata nuklir dan untuk mendukung tujuan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (CTBT)."
Kazem Gharibabadi, Duta Besar Iran dan Perwakilan Tetap Iran untuk organisasi-organisasi Internasional yang bermarkas di Wina pada hari Senin, 25 November, di pertemuan komisi pendahuluan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (CTBT) ke-15 seraya menekankan sikap Republik Islam Iran, menambahkan, "Realisasi menyeluruh tujuan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklr tergantung pada komitmen negara- negara yang memiliki senjata nuklir terhadap ketentuan-ketentuannya."
Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir diadopsi pada 10 September 1996, dengan resolusi di Majelis Umum PBB.
Christopher Ashley Ford, Kepala Bagian Keamanan Internasional dan Nonproliferasi di Institut Hudson, percaya bahwa banyak aspek yang menantang dari dunia nuklir saat ini berasal dari pembaruan senjata nuklir dan kompetisi baru antara kekuatan utama dalam masalah nuklir. Oleh karena itu, semua penandatangan harus mematuhi perjanjian ini untuk mencapai tujuan perjanjian ini serta Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Dalam butir 6 NPT menyatakan persyaratan hukum dan tindakan yang harus dilakukan oleh negara-negara di bidang pelucutan nuklir. Sementara pada butir 8 dari perjanjian ini menetapkan bahwa setiap lima tahun kinerja perjanjian ini harus ditinjau untuk memastikan bahwa tujuan perjanjian dan ketentuan perjanjian telah diterapkan. Oleh karena itu, pada konferensi peninjauan perjanjian tersebut, sebuah dokumen fundamental yang memuat langkah-langkah praktis diambil pada tahun 2000 untuk mengimplementasikan butir 6 Perjanjian Pelucutan Senjata Nuklir, tetapi terlepas dari keputusan ini, Konferensi Tinjauan Tassal 2015 gagal mencapai kesepakatan apa pun terkait satu dari dokumen asli.
NPT menjamin hak-hak semua negara anggota, termasuk di bidang penelitian, produksi dan penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai non-diskriminatif dan sesuai dengan kewajiban mereka mengenai kegiatan nuklir, tetapi implementasinya terus menjadi subyek diskriminasi dan menghadapi banyak kendala.
Amerika, sebagai salah satu pemilik persenjataan nuklir terbesar di dunia, juga sebagai pendukung utama rezim Zionis yang memiliki ratusan bom atom di luar kendali institusi internasional ini, pada tahun 1945 menjadi satu-satunya negara yang menggunakan bom atom untuk memusnahkan manusia sepanjang sejarah. Dengan mendaratkan senjata mematikan ini pada orang tak berdosa di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, Amerika Serikat telah membunuh ratusan ribu orang dan meninggalkan banyak kerusakan lingkungan.
Hassan Jouni, dosen Hukum Internasional melihat serangan atom AS di Hiroshima sebagai kejahatan terbesar terhadap kemanusiaan dalam sejarah, seraya mengatakan, "Hati nurani dan ingatan manusia tidak pernah bisa melupakan gambaran kehancuran, pembunuhan dan manusia terbakar, terutama wanita dan anak-anak Hiroshima dan Nagasaki yang tidak bersalah."
Menurut para ahli, senjata nuklir AS adalah kendala terbesar bagi implementasi perjanjian nuklir. Amerika Serikat memiliki sekitar 3.800 hulu ledak nuklir, dimana 1.750 di antaranya dipasang pada rudal balistik dan pembom strategis, sementara 2050 hulu ledak yang lain disimpan.
Dengan catatan seperti itu, Amerika berusaha meyakinkan komunitas internasional untuk satu pandangan terkait penarikan diri Washington dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) dan penentangannya terhadap program nuklir damai Iran, tetapi gagal karena laporan reguler Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menegaskan tidak ada penyimpangan dari program nuklir damai Iran.
Republik Islam Iran, sebagai salah satu korban senjata kimia, juga menekankan penghancuran total senjata-senjata ini.
Deputi Menteri Luar Iran Urusan Hukum dan Internasional, Gholamhossein Dehghani pada hari Senin, 25 November, di pertemuan tahunan ke-24 Konvensi Senjata Kimia di Den Haag menuntut Organisasi Anti Senjata Kimia (OPCW) untuk melakukan pengawasan lebih ketat pada proses pemusnahan senjata kimia Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel.