Sep 21, 2023 22:07 Asia/Jakarta
  • Ilustrasi demonstrasi menentang PM rezim Zionis Israel Benjamin Netanyahu.
    Ilustrasi demonstrasi menentang PM rezim Zionis Israel Benjamin Netanyahu.

Seperti yang diperkirakan sebelumnya, kunjungan Perdana Menteri (PM) rezim Zionis Israel Benjamin Netanyahu ke Amerika Serikat (AS) untuk berpartisipasi dalam Sidang ke-78 Majelis Umum PBB akan dibayangi protes penentangnya.

Protes terhadap Netanyahu telah meluas hingga ke beberapa kota di AS. Netanyahu, ke manapun akan pergi dan berkunjung, selalu dibayangi oleh protes dan unjuk rasa para penentangnya.

Para pengunjuk rasa mengadakan demonstrasi pertama mereka di depan hotel tempat Netanyahu menginap, yang terletak di bagian timur Manhattan, dan kemudian mengikuti dan membayangi ke manapun Netanyahu pergi.

Saat Netanyahu bertemu dengan Elon Musk, pemilik perusahaan "Tesla" dan "SpaceX", para penentangnya juga menggelar unjuk rasa menentang pertemuan tersebut.

"Sampai saat ini, karyawan Tesla tidak pernah mengkritik dan memprotes keputusan saya sedemikian rupa, namun pertemuan dengan Anda memberikan banyak tekanan terhadap saya," kata Elon Musk kepada Netanyahu.

Setelah menghadapi protes yang terus menerus, untuk pertama kalinya, Netanyahu melunakkan nada bicaranya mengenai apa yang disebut sebagai undang-undang reformasi peradilan, yang ditafsirkan oleh para penentangnya sebagai kudeta peradilan. Perubahan nada bicara Netanyahu itu tampaknya merupakan tindakan taktis untuk mengurangi tekanan publik.

Meskipun Netanyahu mengakui dalam pertemuannya dengan Elon Musk bahwa versi awal dari rencana reformasi peradilan tidak seimbang, dia menuduh para pengunjuk rasa tidak tahu apa-apa.

"Banyak dari pengunjuk rasa ini bahkan tidak tahu apa saja yang termasuk dalam reformasi tersebut," kata Netanyahu.

Netanyahu juga menuduh Mahkamah Agung Israel mendukung pemerintahan sekelompok kecil oligarki elit, dan mengklaim bahwa dirinya menginginkan "pemerintahan pemukim, bukan elit."

Perkembangan beberapa bulan terakhir juga menunjukkan bahwa Netanyahu dan koalisi sayap kanannya tidak pernah sepenuhnya mundur dari posisi dan ambisi mereka. Mereka hanya ketika tekanannya tinggi atau mereka melihat kelangsungan hidup Israel dalam bahaya, mereka akan mundur secara taktis.

RUU awal reformasi peradilan, yang dianggap sebagai rancangan Menteri Kehakiman rezim Zionis, Yariv Levin, akan memungkinkan Knesset dan koalisi mayoritas, setelah undang-undang dibatalkan oleh Mahkamah Agung, untuk mengambil pemungutan suara. Mereka akan mengubahnya menjadi undang-undang hanya dengan mayoritas absolut (61 suara di Knesset Israel).

RUU ini menjadi agenda kabinet Netanyahu sejak awal tahun 2023 hingga akhir Maret 2023, dan protes serta pengumuman pemogokan nasional pada tanggal 27 Maret (setelah pemecatan Menteri Perang Yoav Galant) membuat Netanyahu menarik diri dari RUU tersebut dan mengeluarkanya dari agenda.

Pada bulan-bulan berikutnya, seiring dengan berlanjutnya protes jalanan dan penolakan sekelompok besar pasukan cadangan militer Israel atas revisi yudisial, kabinet Netanyahu mengambil pendekatan baru dalam hal reformasi peradilan.

Sementara pendekatan kabinet dalam rancangan undang-undang awal bersifat umum dan, Netanyahu berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan sekali melangkah dengan menyetujui aturan dominasi parlemen atas Mahkamah Agung.

Namun, setelah peristiwa 27 Maret 2023, pendekatan kabinet Netanyahu berubah sedemikian rupa sehingga reformasi yang diinginkan akan disetujui dalam beberapa tahap dan sebagian, yang akan mengurangi biaya sosial dan intensitas protes.

Pada periode ini, dua rancangan undang-undang reformasi disetujui secara terpisah oleh Knesset. Pertama adalah undang-undang "Pencopotan Perdana Menteri" dan yang kedua adalah undang-undang "Larangan Uji Kewajaran".

Kedua undang-undang ini disahkan sebagai perubahan atas undang-undang dasar (bukan undang-undang biasa) sehingga Mahkamah Agung tidak berani membatalkannya.

Dalam undang-undang pertama, hak untuk memberhentikan Perdana Menteri dihapus dari Mahkamah Agung dan dipercayakan kepada mayoritas Knesset atau Kabinet.

Sementara undang-undang kedua juga menghilangkan kewenangan Mahkamah Agung untuk membatalkan undang-undang yang disetujui oleh Knesset dan keputusan para pejabat terpilih dengan dalih "kurangnya legitimasi".

Dalam situasi saat ini, sesuai dengan batas waktu 21 hari yang diberikan oleh para hakim Mahkamah Agung kepada penggugat dan tergugat RUU Reformasi Peradilan, telah terjadi "gencatan senjata" sementara, namun rapuh antara pihak penentang dan pendukung, meskipun dalam lingkup protes tersebut telah melampaui wilayah-wilayah pendudukan dan mencapai pusat markas besar PBB di New York.  

Setelah batas waktu yang ditentukan berakhir, mayoritas prediksi menunjukkan bahwa protes dan konflik internal akan meningkat dibandingkan masa lalu, karena tidak ada jalan tengah antara tuntutan penentang dan pendukung.

Dan jika Mahkamah Agung ingin mengeluarkan keputusan, mereka pasti akan mendukung para penentang RUU reformasi peradilan, dan jika Netanyahu ingin mematuhinya, ia akan menghadapi runtuhnya koalisi yang berkuasa.  (RA)

Tags