Asia Barat dan Dua Pelajaran dari Krisis Ukraina
Rusia sejak Kamis (24/2/2022) mulai menyerang Ukraina tanpa mengindahkan propaganda dan peringatan Barat.
Krisis Ukraina memiliki dua pelajaran penting bagi kawasan Asia Barat.
Pelajaran pertama dari krisis ini adalah masalah yang jelas, tapi terlupakan. Ahli teori realis dalam hubungan internasional mengatakan kekuasaan memiliki basis militer. Memiliki peralatan militer modern dan pasukan yang efektif merupakan komponen utama kekuatan. Ketika Uni Soviet tumbang di awal dekade 1990-an, Ukraina tercatat kekuatan nuklir ketiga dunia dengan memiliki lima ribu hulu ledak nuklir, tapi kemudian menyerahkannya kepada Rusia untuk dimusnahkan. Langkah tersebut sama halnya dengan hilangnya kekuatan defensif negara ini.
Sergei Burdiliak, dubes Ukraina di Tehran terkait hal ini mengatakan, "Saya yakin penyerahan arsenal nuklir Ukraina sebuah kesalahan politik, dan kita tidak seharusnya melakukan kesalahan ini."
Yuriy Kostenko, politikus terkenal Ukraina di bukunya "Ukraina dan Pelucutan Senjata Nuklir" menulis, "Kita semua (Ukraina) telah tertipu dan membuat kesepakatan itu. Oleh karena itu, kita semua bersalah Pelucutan senjata nuklir dilakukan dengan persetujuan rakyat Ukraina dan dengan dukungan media dan propaganda, tetapi sekarang menjadi jelas bahwa penilaian itu sepenuhnya salah, seolah-olah Ukraina adalah Irak kedua yang rezimnya digulingkan melalui agresi internasional."
Pelajaran penting kedua dari krisis Ukraina bagi kawasan Asia Barat adalah dampak kepercayaan berlebihan kepada kekuatan Barat. Para realis hubungan internasional percaya bahwa prinsip keamanan adalah kemandirian dan setiap negara harus memberikan keamanannya sendiri karena tidak ada negara lain yang berkomitmen untuk keamanan mereka. Hari ini, semua negara anggota P-GCC telah menggantungkan keamanan mereka kepada kekuatan Barat dan sepenuhnya bergantung pada mereka dari sisi keamanan, dengan harapan mereka akan melindungi mereka dari agresi asing pada saat dibutuhkan.
Salah satu kesalahan strategis pemerintah Ukraina adalah membuat teka-teki berdasarkan janji-janji Barat. Di krisis saat ini antara Ukraina dan Rusia, yang telah jelas sampai saat ini adalah dukungan dunia Barat terhadap Ukraina hanya sekedar menjatuhkan sanksi baru dan beragam terhadap Rusia, dan dunia Barat pimpinan Amerika tidak akan melakukan konfrontasi militer dengan Rusia hanya karena Ukraina, karena ini tidak menguntungkan mereka.
Respon pejabat Barat juga sekedar memprotes dan mengungkapkan simpati. Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson di kontak telepon dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy mengatakan, " Dirinya takut dengan apa yang terjadi di Ukraina dan berharap Ukraina akan mampu melawan." Sementara Presiden Prancis, Emmanuel Macron di tweetnya menulis, "Prancis mengecam keras keputusan Rusia memulai perang dengan Ukraina. Prancis telah menyatakan solidaritas dengan Ukraina dan mendukungnya." Presiden AS Joe Biden seraya mengancam Rusia dengan sanksi besar-besaran mengatakan, "Doa seluruh dunia bersama Ukraina. Ia bersama istrinya, Jill Biden juga akan mendoakan rakyat pemberani Ukraina."
Krisis Ukraina telah membuktikan bahwa Republik Islam Iran telah menempuh jalan yang benar dengan memperkuat kemampuan militernya dan menolak melakukan transaksi dengan kekuatan Barat terkait kekuatan militernya. Fakta dari krisis Ukraina adalah keamanan tidak dapat dinegosiasikan. (MF)