Mengapa Turki Mengubah Kebijakan terhadap Suriah ?
(last modified Wed, 24 Aug 2022 03:50:15 GMT )
Aug 24, 2022 10:50 Asia/Jakarta

Menyusul pernyataan kontradiktif pejabat pemerintah Turki tentang normalisasi hubungan dengan Suriah, Recep Tayyip Erdogan mengklaim, Turki tidak berusaha untuk menghapus Presiden Suriah Bashar al-Assad dari struktur politik negara ini.

Terkait hal ini, Menteri Luar Negeri Turki telah mengumumkan dimulainya dialog antara badan intelijen Turki dan Suriah. Menteri Luar Negeri Turki mengatakan bahwa negaranya tidak memiliki prasyarat untuk dialog dengan Suriah dan dialog dengan pemerintah Suriah harus ditargetkan.

Menteri Luar Negeri Turki tidak menjelaskan lebih lanjut terkait hal ini. Namun tampaknya para pejabat tinggi pemerintah Ankara, dengan membuat pernyataan yang kontradiktif dan ambigu, bermaksud untuk berbicara dengan pemerintah Presiden Suriah Bashar Assad dari posisi lebih tinggi dan, jika mungkin, menerima konsesi dari pemerintah Damaskus sehingga dari dalam Turki mereka dapat pembenaran logis untuk invasi ke Suriah.

Mevlut Cavusoglu, Menteri Luar Negeri Turki

Padahal, setiap dialog antara pejabat pemerintah Ankara dan pemerintah Damaskus berarti bahwa pemerintah Erdogan akan mundur dari sikap sebelumnya.

Pada saat yang sama, kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa pemerintah Recep Tayyip Erdogan tidak dalam posisi untuk berbicara dengan pemerintah Suriah dari posisi lebih tinggi.

Militer Turki, dengan segala kekuatan dan fasilitas yang mereka miliki, telah mengirim pasukan ke dua negara tetangga mereka, yaitu Suriah dan Irak. Namun mereka tidak dapat merealisasikan tujuannya.

Poin penting dan menggugah pemikiran adalah bahwa otoritas Turki, pada saat yang sama mengumumkan negosiasi dengan Suriah dan juga berbicara tentang operasi militer di wilayah negara ini.

Sebenarnya, masalah dialog dengan Suriah disampaikan dalam situasi di mana militer Turki masih dalam agenda menghancurkan properti milik pemerintah dan rakyat Suriah, dan mereka berusaha untuk menimbulkan lebih banyak korban pada pemerintah Bashar al-Assad.

Untuk alasan ini, dalam konteks pembicaraan saat ini antara Turki dan Suriah, ada dua pandangan umum yang dapat diajukan.

Pandangan pertama adalah bahwa pemerintah Recep Tayyip Erdogan dipaksa untuk bernegosiasi dengan pemerintah Bashar al-Assad, Presiden Suriah.

Pandangan kedua tidak lepas dari krisis ekonomi dan masalah internal Turki.

Menyusul pernyataan kontradiktif pejabat pemerintah Turki tentang normalisasi hubungan dengan Suriah, Recep Tayyip Erdogan mengklaim, Turki tidak berusaha untuk menghapus Presiden Suriah Bashar al-Assad dari struktur politik negara ini.

Karena Turki akan mengadakan pemilihan umum presiden dalam waktu kurang dari setahun, dan jika Erdogan kalah, semua kebijakan negara ini di Suriah dan Irak akan kembali normal.

Untuk alasan ini, tampaknya presiden Turki berusaha untuk mempertahankan kekuatan politik dan mengalahkan partai-partai oposisi terlebih dahulu, dan kemudian dia dapat memikirkan persiapan untuk kebijakan luar negeri yang baru.

Dalam hubungan ini, para ahli Turki telah mengajukan pandangan yang berbeda di bidang ini. Mereka menilai upaya pemerintah Erdogan untuk menormalkan hubungan Ankara-Damaskus adalah karena tidak ada jalan lain dan keterpaksaan, dan percaya bahwa presiden Turki akan membayar kebijakannya yang salah.

Pada saat yang sama, Tim Erdogan membuat kesalahan dalam memahami kekuatan dan popularitas Bashar al-Assad. Erdogan telah meremehkan pengaruh Assad di Suriah dan selalu berasumsi bahwa dia tidak mendapat dukungan rakyat.

Sekaitan dengan kesalahan pemerintah Erdogan terhadap negara-negara tetangga, terutama Suriah, mereka berpendapat bahwa Turki mengalami ini secara langsung dan sekarang generasi masa depan Turki harus membayar tagihan besar atas kesalahan pemerintah Erdogan ke Suriah.

Secara umum, perlu dikatakan tentang upaya Ankara untuk menormalkan hubungan dengan Suriah, tidak ada keraguan bahwa di sektor kebijakan luar negeri, pemerintah Recep Tayyip Erdoğan memasukkan kebijakan "Neo-Ottomanisme" ke dalam agenda, tetapi meskipun telah menghabiskan sejumlah besar biaya, dia tidak dapat memenuhi keinginan ekspansinya.

Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki

Oleh karena itu, pemerintah Erdogan harus menyelesaikan masalah yang dihadapi rakyat negara ini hingga pemilu presiden Turki. Jika tidak, hasil jajak pendapat tahun lalu juga akan terjadi dalam kenyataan.

Pada saat yang sama, pemerintah Turki harus mencari alasan untuk menarik militer Turki dari Irak. Karena kehadiran yang berkelanjutan di negara ini juga menghadapi protes dari pemerintah dan rakyat Irak dan dapat menambah masalah pemerintah Ankara lebih banyak lagi.(sl)